1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Belum Kabulkan Permintaan Indonesia Soal Leopard 2

24 Agustus 2012

Indonesia mengajukan permohonan resmi agar Jerman mengirimkan empat tank Leopard 2A4 untuk uji coba. Permintaan tersebut belum dipenuhi oleh pemerintah Jerman yang kini menghadapi penolakan dari parlemen.

Tank Leopard 2Foto: picture-alliance/dpa/Krauss-Maffei Wegmann

Rencana pembelian tank Leopard 2 dari Jerman disikapi serius oleh Indonesia. Pemerintah Jerman mengakui, akhir Juli lalu Jakarta telah menyampaikan permohonan resmi untuk mengirimkan empat unit tank Leopard 2A4 yang diproduksi tahun 80-an ke Indonesia untuk diujicoba. Informasi tersebut berasal dari jawaban Kementrian Pertahanan atas permintaan parlemen Jerman, Bundestag.

Selain itu Indonesia juga meminta Berlin mengirimkan empat unit kendaraan tempur infanteri jenis Marder 1A3. Pemerintah Jerman mengaku pihaknya hingga kini belum bisa memberikan keputusan atas permintaan tersebut.

Hingga kini Indonesia juga belum mengajukan penawaran resmi terkait pengadaan sistem persenjataan tersebut. "Kami belum menerima penawaran apapun," kata Christian Schmidt, Sekretaris Negara di Kementrian Pertahanan.

Rencana Indonesia memodernisasi alat tempurnya dan mendatangkan 100 unit tank bekas jenis Leopard 2 sudah disampaikan ke pemerintah Jerman secara lisan Januari lalu. Niat ini kemudian dibahas secara informal saat kunjungan Kanselir Angela Merkel, awal Juli ke Jakarta. Merkel sendiri tidak mengakui adanya pembahasan terkait rencana tersebut.

Leopard 2A4 yang dipesan Indonesia untuk ujicoba itu diproduksi tahun 1984 dan sudah tidak digunakan lagi oleh Bundeswehr. Angkatan darat Jerman itu kini memakai model terbaru Leopard 2A5 dan A6 sebanyak 350 unit.

Kementrian Pertahanan mengkalim, pihaknya memang masih menyimpan ratusan unit Leopard 2A4, namun sebagian besar akan dikembangkan menjadi jenis persenjataan baru seperti tank pembersih ranjau atau tank pembuat jembatan (AVLB). Selain itu sejumlah unit Leopard 2A4 yang berasal dari tahun produksi yang sama sudah atau akan dipinjamkan ke negara-negara tetangga Eropa. Pemerintah Indonesia terkesan belum mendapat informasi tersebut.

Sebaliknya sebanyak 409 unit Marder 1A3 masih dugunakan Bundeswehr saat ini di Afghanistan. Dalam waktu dekat kendaraan tempur infanteri itu akan digantikan dengan tipe Puma yang lebih modern.

Sebab itu pula rekomendasi terkait pembelian tank Leopard 2A4 yang dikeluarkan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa waktu lalu terlihat lebih realistis, meski bukan tanpa cela. DPR antara lain meminta pemerintah untuk membeli tank baru dari Krauss Maffei-Wegmann melalui pemerintah Jerman. Selain itu Senayan juga mendesak agar pemerintah mengajukan klausul transfer teknologi dalam kontrak pembelian.

Di parlemen Jerman, Bundestag, mulai muncul penolakan terhadap rencana pembelian Leopard oleh Indonesia. Partai Hijau bahkan meminta pemerintah untuk menolak permohonan Indonesia mengirimkan empat unit tank untuk ujicoba yang diajukan 23 Juli lalu. "Sekali diizinkan, pemerintah tidak akan mungkin menolak pembelian lanjutan dalam jumlah besar oleh Indonesia," kata Katja Keul, Ketua Fraksi Partai Hijau di Bundestag.

Ekspor Leopard 2 ke Indonesia menjadi sumber kontroversi di Jerman lantaran sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia yang diduga dilakukan militer Indonesia (TNI). Sejumlah anggota parlemen mengkhawatirkan, tank-tank tersebut akan dipakai untuk memberantas pemberontakan di Papua. "Kalau pemerintah Jerman ingin mematuhi komitmennya, maka mereka harus menolak ekspor senjata ke Indonesia, " tambah Keul.

Politikus Partai Hijau itu juga menekankan, Jerman tidak dapat mengekspor senjata kepada negara ketiga di luar anggota NATO dan Uni Eropa, selama tidak ada alasan strategis. "Aturan pengecualian seperti itu tidak berlaku dalam kasus ini," katanya.

Kekhawatiran tersebut sempat ditampik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat kunjungan Merkel juli lalu. Yudhoyono dalam sebuah jumpa pers menegaskan, senjata yang akan dibeli "tidak akan kami gunakan untuk menembaki rakyat kami." Menurut Yudhoyono, Indonesia sudah tidak meremajakan sistem alutistanya sejak 20 tahun terakhir, "kami berhak membangun kekuatan pertahanan minimal," tukasnya.

rzn//dpad/afpd