Politisi Jerman bereaksi marah pada pernyataan Presiden Turki Erdogan, yang menuduh pemerintah Jerman melancarkan metode NAZI. Tudingan dinilai kelewatan dan tidak bisa diterima.
Iklan
Menteri Kehakiman Heiko Maas mengecam kata-kata Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang menyinggung metode Nazi dalam kritiknya. Erdogan mengritik Jerman yang melarang penyelenggaraan kampanye-kampanye dia di Jerman, dan cara yang diambil pemerintah Jerman sama dengan metode yang dilancarkan NAZI di jaman Perang Dunia II.
Walaupun Maas menyebut perkataan Erdogan "tidak bisa diterima dan kelewatan," ia memperingatkan untuk tidak terlalu menanggapi manuver Erdogan itu dengan serius. Menteri kehakiman Jerman itu mengatakan, "Erdogan ingin memprovokasi. Dan kita harus hati-hati untuk tidak terprovokasi."
Tensions rise between Germany and Turkey
00:43
Selain itu, Maas menegaskan tentu tidak ada yang menfghendaki eskalasi tersebut memuncak hingga putusnya hubungan diplomatis antara Turki dan Jerman. Oleh sebab itu, menteri kehakiman Jerman itu juga tidak mendukung larangan sepenuhnya terhadap politisi Turki yang ingin tampil dan berbicara pada warga Turki di Jerman.
Erdogan tuduh Jerman tidak demokratis
Erdogan mengatakan di Istanbul hari Minggu (05/03): "Saya pikir masa NAZI di Jerman sudah berlalu, tapi ternyata sekarang masih ada." Presiden Turki itu menambahkan, Jerman tidak demokratis. Komentar tajam itu dilancarkannya, setelah sejumlah pemerintah daerah Jerman melarang kampanye yang akan dilakukan politisi Turki terkait eferendum ramandemen UU kepresidenan Turki di beberapa daerah Jerman. Alasannya karena masalah keamanan.
Menanggapi berita, bahwa Erdogan juga merencanakan hadir dalam kampanye politik di Jerman, dia sesumbar, "Kalau saya ingin, saya akan datang besok. Saya datang, dan kalau dilarang masuk atau dilarang berbicara, saya akan menyebabkan huru-hara."
kampenye referendum
Menteri Ekonomi Turki Nihat Zeybekci berusaha meredam kemarahan Jerman, ketika berbicara di depan pendukung pemerintah Turki di Köln Minggu malam.Zeybekci mengatakan di depan 300 tamu dan 70 jurnalis di pusat kota Köln bahwa tiga juta warga Turki tinggal di Jerman yang jadi tema penting bagi Turki. Pada kesempatan itu ia juga mengecam upaya kudeta yang gagal Juli tahun lalu.
Zeybekci mengharapkan lewat kehadirannya di depan warga Turki di Köln, ini akan mendulang sokongan warga Turki di Jerman untuk memilih "ya" dalam referendum yang akan digelar April. Jika meraih suara mayoritas dalam referendum, hal ini memungkinkan presiden Turki memperluas kekuasaan dan kewenangannya, dan sekaligus akan mengurangi wewenang parlemen.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlüt Cavusoglu diagendakan berbicara dengan warga Turki yang bermukim di kota Hamburg Selasa besok, Di Jerman saat ini bermukim sekitar 1,5 juta warga Turki yang berhak memberikan suara dalam pemilu atau referendum di Turki.
ml/as (dpa, rtr, afp)
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen