Jerman Berhasil Kurangi Emisi Berkat Pandemi COVID-19
5 Januari 2021
Jerman melampaui target dalam mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2020. Para ahli iklim menyatakan keberhasilan tersebut diakibatkan oleh pandemi virus corona, bukan perubahan kebijakan.
Iklan
Negara dengan ekonomi terbesar di Uni Eropa mengeluarkan 42,3 persen lebih sedikit gas rumah kaca pada tahun 2020, menurut laporan lembaga kajian Agora Energiewende yang berbasis di Berlin.
Target awal pengurangan emisi yang sebenarnya sudah lama dihapuskan adalah 40 persen. Menurut perhitungan Agora Energiewende, emisi gas rumah kaca Jerman turun lebih dari 80 juta ton menjadi sekitar 722 juta ton pada tahun lalu. Dua pertiga dari penurunan ini dikaitkan dengan pandemi virus corona yang telah menghambat aktivitas industri, perjalanan, dan hal lainnya.
Konsumsi energi turun pada tahun 2020 akibat krisis, papar para ahli iklim. Selain itu, Uni Eropa menetapkan harga karbon yang relatif tinggi, membuat produksi energi seperti batu bara menjadi lebih mahal.
Musim dingin yang cukup sejuk juga menyebabkan tagihan pemanas lebih rendah, kata laporan itu.
World Cities Day: Upaya Kota-kota Dunia Atasi Perubahan Iklim
Jumlah orang yang tinggal di perkotaan diperkirakan akan membengkak pada dekade mendatang, menambah tekanan pada kota metropolitan untuk mengurangi jejak karbon. Jadi, bagaimana upaya mengatasinya?
Foto: Reuters/S. Pamungkas
Tantangan pertumbuhan berkelanjutan
Menurut PBB, wilayah perkotaan menghabiskan lebih dari dua pertiga energi dunia dan bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Kota juga merupakan rumah bagi lebih dari separuh penduduk planet ini. Dengan perkiraan peningkatan populasi perkotaan, upaya kota-kota ini menangani air, polusi, limbah, transportasi dan energi menjadi sangat penting unguk mengatasi perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
Kopenhagen: Komitmen netralitas iklim
Kopenhagen berencana menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Untuk sampai pada tujuan ini, ibu kota Denmark ini ingin 75% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda atau dengan transportasi umum. Harga parkir mobil pun dinaikkan dan diinvestasikan untuk ratusan kilometer jalan sepeda. Sistem pemanas kota juga beralih menggunakan biomassa ramah lingkugnan.
Foto: Alexander Demianchuk/TASS/dpa/picture-alliance
Bogota: Mobilitas bagi jutaan orang
Data PBB menunjukkan bahwa sistem angkutan cepat bus di ibu kota Kolombia yang diluncurkan sejak tahun 2000 ini berhasil menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan kualitas udara. Jaringan TransMilenio di Bogota mengangkut 2,4 juta penumpang setiap harinya dan mencakup 85% wilayah kota. Pemerintah berencana membuka metro pada 2022 dan mengganti bus diesel dengan bus hybrid dan lsitrik pada 2024.
Foto: Transmilenio Colombia
Johannesburg: Bertani di kota
Afrika dengan pertumbuhan kota tercepatnya di dunia menjadi tatanngan baru terkait permasalahan iklim seperti kerawanan pangan dan air. Di Johannesburg, Afrika Selatan, penduduk seperti Lethabo Madela menanam tanaman obat dan sayuran. Pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa ada 300 pertanian semacam ini di kota berpenduduk 4,4 juta ini - di atap rumah, halaman belakang dan tanah kosong.
Foto: Guillem Sartorio/Getty Images
Singapura: Ruang hijau
Selain menyediakan makanan, taman juga dapat mendinginkan kota, menyerap CO2 dan mencegah banjir. Pusat bisnis Singapura terkenal akan jaringan area hijau dan taman yang mengesankan, termasuk Gardens by the Bay yang ikonik. Semua bangunan baru di negara-kota padat penduduk ini harus memiliki beberapa bentuk vegetasi, seperti taman gantung atau atap hijau.
Foto: picture-alliance/robertharding/B. Morandi
Oslo: Fokus kepada kualitas udara
Ibu kota Norwegia ingin mengatasi polusi udara dengan membuat semua mobil bebas emisi pada 2030. Oslo, dengan penduduk sekitar 690.000 orang, saat ini memiliki jumlah kendaraan listrik per kapita tertinggi di dunia. Pengemudi mendapatkan fasilitas seperti kredit pajak, akses jalur bus dan perjalanan gratis di jalan tol. Ketika polusi tinggi, kota dapat melarang sementara penggunaan mobil diesel.
Foto: DW/L.Bevanger
Seoul: Berurusan dengan sampah
Seoul berhasil kurangi limbah secara dramatis sejak tahun 1990-an dengan sistem "bayar saat membuang". Kota padat penduduk di Korea Selatan ini mendaur ulang 95% limbah makanannya, misalnya dengan tempat sampah otomatis yang menimbang dan menagih penduduk atas apa yang mereka buang dengan kartu identitas yang bisa dipindai. Limbah makanan kemudian diubah menjadi kompos, pakan ternak atau biofuel.
Foto: CC BY 2.0 kr
Rotterdam: Air dan pasang naik
Rotterdam rentan terhadap ancaman iklim seperti pasang naik karena berada di bawah permukaan laut. Untuk berlindung dari banjir, telah dibangun taman di puncak gedung untuk menyerap limpasan air, "alun-alun air" untuk menampung air hujan dan garasi parkir yang dirancang sebagai waduk. Pemerintah juga membangun struktur terapung - termasuk peternakan sapi ini - untuk menahan air yang merambah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Corder
Reykjavik: 100% energi terbarukan
Islandia dapat menghasilkan energi terbarukan dengan cukup murah berkat melimpahnya sumber daya hidro dan panas bumi. Ibu kotanya, Reykjavik, adalah kota Eropa pertama yang sepenuhnya mengandalkan listrik terbarukan untuk menghangatkan rumah dan kolam renang. Bahan bakar fosil masih digunakan untuk transportasi dan perikanan, tetapi kota ini berharap dapat menghapus emisi tersebut pada tahun 2040.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Vancouver: Bangunan hijau
Bangunan merupakan sumber utama emisi di kota karena daya yang mereka gunakan untuk penerangan, pendinginan dan pemanas. Vancouver ingin menjadikan semua bangunan baru netral karbon pada tahun 2030 dan bangunan lama pada tahun 2050. Contohmya Vancouver Convention Center yang memiliki atap hijau dengan 400.000 tanaman untuk mengisolasi panas dan menggunakan air laut untuk pemanasan dan pendinginan.
Foto: robertharding/Martin Child/picture-alliance
Surabaya: Sampah botol plastik untuk tiket bus
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan utama. Kota terbesar kedua di Indonesia ini terpilih oleh Guangzhou Institute for Urban Innovation sebagai salah satu kota paling berkelanjutan. Pemerintah kota meluncurkan proyek bus 'Suroboyo' yang memungkinakan penumpang membayar tiket dengan botol plastik bekas dan berhasil mengumpulkan hingga 250 kg sampah plastik tiap harinya. (Ed.: st/ae)
Foto: Reuters/S. Pamungkas
11 foto1 | 11
Tren positif di tengah pandemi
Selain itu, untuk pertama kalinya Jerman dilaporkan telah menghasilkan lebih banyak tenaga dari energi angin daripada batu bara pada tahun 2020.
"Emisi CO2 telah turun untuk tahun ketiga berturut-turut," kata Menteri Lingkungan Jerman Svenja Schulze kepada dpa, Senin (04/01). "Ini jelas merupakan tren positif di samping efek virus corona, sekaligus hasil pembuatan kebijakan selama beberapa tahun terakhir."
Pada bulan Juli lalu, Jerman menandatangani rencana menghentikan industri batu bara paling lambat pada tahun 2038, sebuah upaya transisi menuju energi yang lebih hijau.
Schulze mengatakan tujuannya adalah "sekarang untuk mempercepat tempo" dalam membangun infrastruktur tenaga angin dan tenaga surya yang tahan lama, dan pemerintah berencana untuk mencapai tujuan yang lebih ambisius di bidang ini pada kuartal pertama 2021.
"Hasil perlindungan iklim yang nyata hanya terlihat pada tahun 2020 di sektor energi, di mana pengurangan CO2 dapat dikaitkan dengan mengganti batu bara dengan gas dan energi terbarukan," kata Direktur Agora Energiewende, Patrick Graichen.
"Transportasi dan industri akan terus mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca segera setelah ekonomi pulih kembali," tambahnya, memprediksi kenaikan emisi pada 2021.
"Ini hanya dapat dicegah melalui tindakan cepat di bidang kebijakan iklim."