1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Berikan Jaminan untuk Bantu Bangladesh

Sanjiv Burman25 Juni 2012

Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle mengakhiri kunjungan pertamanya ke Bangladesh. Negara dengan hampir 150 juta Muslim dianggap strategis dan penting bagi Jerman.

Foto: DW

Dengan pakaian yang rapi para siswa sebuah sekolah di wilayah kumuh di kota Dhaka menunggu kedatangan Guido Westerwelle. Beberapa dari mereka berdiri di gang sempit dengan karangan bunga di tangan dan yang lainnya duduk menunggu dengan tenang di ruangan kelas. Bermandikan keringat, anggota delegasi berjalan melalui jalan-jalan sempit di wilayah kumuh yang padat penduduk. Tapi Westerwelle tidak perlu menempuh jarak yang cukup panjang ini. Dengan menggunakan perahu, ia menyebrang danau yang kotor tercemar.

Organisi bantuan Jerman Ärzte für die Dritte Welt mengelola sebuah sekolah dan klinik di wilayah kumuh yang bernama Korail ini. Para dokter Jerman yang tergabung dalam organisasi ini menghabiskan waktu libur mereka dengan kerja sukarela bagi pasien miskin di daerah kumuh Dhaka, Kalkuta atau Manila. Bahkan para dokter ini harus mengeluarkan setengah dari biaya perjalanan mereka.

Para siswa sambut kedatangan Westerwelle di Korail, DhakaFoto: DW

Dengan perasaan gembira, para siswa menyanyikan lagu-lagu Bangladesh menyambut kedatangan Westerwelle. Hadiah dari Jerman, negeri yang jauh, dibagikan kepada mereka. Dengan mata berbinar dan wajah berseri-seri mereka mengucapkan salam perpisahan dalam Bahasa Jerman, “Auf Wiedersehen, kommt bitte wieder!“ Selamat jalan, datanglah kembali.

Dari Wilayah Kumuh ke Hotel Bintang Lima

Wajah ceria anak-anak di perkampungan kumuh masih di benak Westerwelle, kala ia menyampaikan pidato di sebuah hotel megah berbintang lima di Gulshan. Perbedaan mencolok antara miskin dan kaya terlihat jelas di Dhaka,

Telah lama Kamar Dagang Jerman Bangladesh meminta pengakuan dari Kamar Dagang Luar Negeri Jerman AHK. Westerwelle berjanji akan menyampaikan permintaan ini sambil mengatakan besarnya tantangan yang dihadapi kedua negara. Jerman tidak memiliki sumber daya alam. Pengetahuan dan pendidikan adalah kunci keberhasilan. Juga anak-anak miskin di wilayah kumuh Korail dapat membangun Bangladesh, jika mereka mendapatkan kesempatan, melalui pendidikan dan pelatihan untuk menjadi sukses. Demikan dikatakan Westerwelle. Jerman bersedia membantu Bangladesh, juga dalam masalah pembangunan sarana pendidikan dan pelatihan.

Apa yang dapat lebih dilakukan oleh Jerman, Eropa dan negara industri lain di negara-negara seperti Bangladesh? Dalam konferensi pers setelah bertemu dengan Westerwelle, Menteri Luar Negeri Bangladesh Dr. Dipu Moni dengan sedikit pahit mengemukakan kenyataan bahwa bagi upaya menyelamatkan bank-bank swasta, ratusan miliar Euro dapat tersedia dalam waktu singkat. Namun untuk memecahkan masalah global seperti perubahan iklim, kemauan jauh sedikit untuk mengeluarkan dana bantuan.

Konferensi pers Westerwelle bersama Menlu Dipu MoniFoto: Harun Ur Rashid Swapan

Merayakan Hubungan Diplomatik

Jerman dan Bangladesh tahun ini merayakan 40 tahun hubungan diplomatik. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak menteri Bangladesh yang telah mengunjungi Jerman. Tahun lalu, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina juga mengunjungi Jerman. Namun, tidak banyak petinggi pemerintahan Jerman yang pernah berada di Bangladesh. Hanya dua mantan presiden Jerman, Richard von Weizsäcker dan Christian Wulff, mantan Menlu Joschko Fischer dan Menteri Hubungan Ekonomi dan Pembangunan Dirk Niebel yang pernah mengunjungi Bangladesh.

Perhatian media untuk kunjungan tingkat tinggi begitu luar biasa. Ruang an kecil padat dipenuhi wartawan yang meliput konferensi pers bersama Menlu Westerwelle dan Dr. Dipu Moni.

Masa Sulit bagi Bangladesh

Saat ini Bangladesh tengah menghadapi masa yang kritis. Belum jelas, apakah pemilihan parlemen mendatang dapat digelar dalam kondisi normal atau tidak. Alasan utama pertikaian antara dua partai terbesar adalah satu peraturan yang menyebutkan bahwa pemerintah yang berkuasa harus mengundurkan diri sebelum pemilu digelar dan kekuasaan diserahkan kepada sebuah pemerintah transisi yang “netral“. Hanya dengan cara ini, para pemilih dianggap akan memilih tanpa adanya campur tangan politik. Pemerintah yang kini berkuasa telah menghapus peraturan ini setelah mengalami kegagalan. Pemerintah transisi “netral“ terakhir, dengan dukungan militer, berkuasa lebih lama daripada yang ditetapkan dan melakukan aksi penahanan terhadap kedua pemimpin partai terbesar di Bangladesh. Walaupun pengalaman pahit ini, aliansi oposisi masih menunggu kembali diterapkannya peraturan ini atau dikeluarkannya satu aturan lain yang sejenis.

Masyarakat internasional mengkhawatirkan terjadinya eskalasi lebih lanjut di negara bermayoritas Muslim ini dan juga terhadap kekuatan Islam yang dianggap membahayakan konstitusi sekuler yang dimiliki Bangladesh. Tidak jelas, apakah Westerwelle juga membahas tema ini dengan rekan Bangladesh nya. “Politik diam“ Jerman terkenal untuk tidak mengangkat tema-tema sensitif seperti ini. Karena bagi Jerman, yang terpenting bukanlah hanya berbicara tetapi mencapai satu keberhasilan.