1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman dan Korea Selatan Punya Dilema Geopolitik yang Sama

9 Mei 2023

Jerman dan Korea Selatan punya hubungan ekonomi yang erat dengan Cina dan keduanya juga mengandalkan AS soal keamanan. Meningkatnya ketegangan Beijing dan Washington jadi tantangan bagi keduanya.

Menteri Luar Negeri Jerman Annelena Baerbock dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin
Berlin dan Seoul memperingati 140 tahun hubungan diplomatik tahun iniFoto: Kira Hofmann/photothek/picture alliance

Jerman dan Korea Selatan, yang berjarak lebih dari 8.000 kilometer, memiliki kesamaan nilai dan minat yang sama serta pengalaman perpecahan, yang membuat keduanya semakin akrab.

Pada tahun 1949, Jerman dibagi menjadi Barat dan Timur oleh para pemenang Perang Dunia II dan Semenanjung Korea terbagi jadi Utara dan Selatan menyusul Perang Korea tahun 1950-1953.

Beberapa dekade setelahnya, Jerman Barat dan Korea Selatan mengalami pertumbuhan ekspansi ekonomi dan proses demokrasi. Perkembangan keduanya tak lepas dari kelompok internasional yang terbentuk setelah Perang Dunia II.

Kemudian di tahun 1989, runtuhnya Tembok Berlin, simbol Perang Dingin antara pihak Barat yang demokratis dan pihak Timur yang berpaham komunis, menjadi jalan reunifikasi Jerman pada 3 Oktober 1990.

Namun, Semenanjung Korea sampai saat ini masih terpecah.

Perayaan 140 tahun hubungan diplomatik

"Berdasarkan kesamaan pengalaman sejarah, Korea dan Jerman tengah mencanangkan kerja sama lebih lanjut di bidang politik, ekonomi, budaya, dan pertukaran tenaga kerja," kata Kim Hong-Kyun, Duta Besar Korea Selatan untuk Jerman kepada DW.

Pada 2023, Berlin dan Seoul merayakan 140 tahun hubungan diplomatiknya.

Tahun ini juga menandai 60 tahun perjanjian perekrutan kedua belah pihak, yang membuka lapangan kerja sementara untuk ribuan penambang dan perawat Korea Selatan di Jerman.

Jerman juga menganggap penting hubungannya dengan Korea Selatan dan sejarah yang sama dari keduanya. "Korea Selatan merupakan mitra penting Jerman dan suara penting yang berpikiran sama di komunitas internasional," kata Juru Bicara Kantor Luar Negeri Jerman kepada DW.

Khawatir ketergantungan pada Cina

Saat perjanjian bilateral didominasi oleh perdagangan dan investasi di masa lalu, hubungan kedua negara semakin didorong oleh pertimbangan keamanan. Keduanya semakin memusatkan perhatian terhadap pengamanan infrastruktur penting, diversifikasi rantai pasokan, keamanan siber, energi, dan lain-lain.

Pada Maret 2023 misalnya, badan intelijen domestik federal Jerman dan intelijen Korea Selatan merilis laporan gabungan untuk pertama kalinya yang memperingatkan adanya serangan dari unit peretas Korea Utara bernama "Kimsuky".

Faktor lain di balik semakin pentingnya masalah keamanan dalam hubungan bilateral adalah meningkatnya kekuatan Republik Rakyat Cina dan kebijakan luar negerinya yang semakin tegas.

Seol dan Berlin kini menghadapi dilema soal hubungan mereka dengan Beijing. Sebab, perdagangan dengan Cina sangat penting bagi perekonomian keduanya.

Berdasarkan data Bank Dunia, sekitar 8% hasil ekspor Jerman, ditujukan untuk pasar Cina. Sementara dalam kasus Korea Selatan, angkanya mencapai seperempat dari total ekspornya, semakin membuat Seoul bergantung pada Beijing.

Dampak ketegangan AS dan Cina

Sebagai salah satu mitra dagang terbesar, Cina punya pengaruh ekonomi yang signifikan terhadap Korea Selatan dan Jerman.

Misalnya pada tahun 2017, Seoul setuju mengerahkan sistem pertahanan rudal THAAD buatan AS untuk melawan ancaman rudal Korea Utara. Namun, langkah itu malah membuat Cina marah, dengan menyatakan kekhawatirannya bahwa radar yang kuat dari sistem itu bakal digunakan untuk memata-matai aktivitas militer Cina.

Reaksi tersebut sangat menghancurkan sejumlah perusahaan Korea Selatan, terutama konglomerat Lotte Group, yang upaya strategisnya dalam satu dekade belakang untuk masuk ke Cina berakhir gagal.

Kasus ini menyorotin kerentanan yang dihadapi Korea Selatan dan Jerman sehubungan dengan ketergantungan ekonomi kedua negara itu yang semakin meningkat pada Cina, sementara mereka masih mengandalkan AS untuk sektor keamanan.

Ketegangan geopolitik Cina dan AS tengah meningkat dan jika hal ini mengarah pada polarisasi dunia di sepanjang garis blok era Perang Dingin, maka ini bakal menghantam ekonomi Jerman dan Korea Selatan yang bergantung pada ekspor.

"Kedua negara sangat bergantung pada ekspor," kata Eric Ballbach, pakar Asia di Institut Jerman untuk urusan international dan keamanan, seraya menambahkan bahwa mereka "punya kepentingan yang kuat dan sama dalam mempertahankan tatanan internasional berbasis aturan."

"Keduanya berkomitmen pada lembaga dan organisasi multilateral yang kuat, untuk membebaskan jalur laut dan rute perdagangan."

Kapan Scholz kunjungi Seoul?

Merespons tantangan yang kain meningkat, kedua belah pihak ingin memperdalam kemitraannya, hal itu dibuktikan dengan bergabungnya mereka di PBB untuk mengutuk perang Rusia di Ukraina, dan ketika kala fregat Jerman, Bayern, dikerahkan ke Asia Timur pada tahun 2021 guna mendukung sanksi internasional terhadap Korea Utara.

Ballbach menyebut semua langkah ini berada di arah yang benar, tetapi ini hanya permulaan.

"Saya berharap orang-orang di Jerman akan segera menyadari bahwa Korea Selatan adalah mitra yang sangat penting dan bakal semakin penting di masa depan. Saya juga berharap hal ini akan tercermin secara politis," kata Ballbach, dengan menunjukkan bahwa sudah hampir 30 tahun sejak kanselir Jerman terakhir melakukan kunjungan bilateral ke Korea Selatan.

Pada tahun 2010, Kanselir Angela Merkel mengunjungi Korea Selatan, tetapi hanya untuk menghadiri pertemuan G20.

Dubes kim menyebut Korea Selatan sangat menantikan kunjungan Kanselir Jerman.

"Baik Korea Selatan dan Jerman perlu belajar satu sama lain," tegas Dubes Kim. Dia menambahkan, "saya tegaskan kepada kolega Jerman bahwa Korea Selatan dan Jerman perlu untuk bicara lebih lanjut terkait strategi menyangkut Cina."

"Selain hubungan bilateral, kita bisa bekerja sama dalam berbagai isu regional dan global, termasuk kerja sama lebih lanjut di kawasan Indo-Pasifik," tambahnya.

(mh/ha)