1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Debatkan Kembalinya Kontrol Perbatasan

17 Juli 2024

Kelompok konservatif di Jerman menuntut pemberlakuan kembali kontrol perbatasan demi mencegah migrasi ilegal. Namun pemerintah menolak dengan dalih minimnya efisiensi dan biaya yang tinggi.

Pemeriksaan perbatasan di Jerman
Pemeriksaan perbatasan di JermanFoto: Christoph Hardt/Panama Pictures/IMAGO

Partai-partai kanan-tengah Jerman ingin melanjutkan kontrol perbatasan yang diberlakukan selama Piala Eropa 2024, karena dinilai berhasil membendung imigrasi ilegal dan memerangi kejahatan lintas batas.

Christian Dürr, anggota parlemen dari Partai Liberal Demokrat FDP, yang berkoalisi dengan pemerintah, misalnya, meyakini penerapan kembali kontrol perbatasan "memungkinkan pemerintah untuk menangkap mereka yang ingin memasuki negara ini secara ilegal dengan sangat efektif,” kata Dürr kepada jaringan redaksi Funke Media Group.

Namun meski mengakui keberhasilan di perbatasan, pemerintah di Berlin mengakui betapa pemeriksaan stasioner memerlukan biaya yang mahal dan kurang efektif dibandingkan dengan patroli keliling.

Pemberlakuan kembali pemeriksaan di perbatasan juga dikhawatirkan akan berdampak buruk pada perekonomian dalam jangka panjang.

Selama Piala Eropa 2024, Kementerian Dalam Negeri sudah mengerahkan sekitar 22.000 petugas kepolisian, baik untuk mengawal pertandingan maupun mengontrol seluruh perbatasan Jerman.

Mendagri Nancy Faeser juga mengatakan pihaknya ingin mempertahankan kontrol di perbatasan Jerman dengan Prancis selama Olimpiade Paris, yang berlangsung dari 26 Juli hingga 11 Agustus.

Kontrol di perbatasan sejauh ini telah menghasilkan sekitar 600 surat perintah penangkapan, di mana 150 penyelundup manusia berhasil ditahan. Sebanyak sekitar 3.200 orang dilarang memasuki Jerman karena tidak memiliki visa.

EU-Mauritania migration deal

06:30

This browser does not support the video element.

Tidak cukup aparat

Namun, menurut Andreas Rosskopf, ketua serikat polisi terbesar di Jerman, PDB, memperluas kontrol perbatasan melampaui Piala Eropa 2024 tidak akan bisa dipertahankan dalam jangka panjang.

"Kami berhasil melakukannya karena kami menunda liburan tahunan dan rekan-rekan kami bekerja lembur,” katanya kepada DW. "Artinya, dari segi kepegawaian, kami belum siap untuk melakukan kontrol perbatasan secara permanen."

Bagaimanapun, "pengendalian perbatasan statis tidak memiliki efek yang sama seperti kontrol yang fleksibel, modern dan cerdas.” Artinya, pemeriksaan dilakukan setiap hari secara acak di jalan dan kereta api, serta menggunakan drone pengintai sehingga dapat bereaksi dengan cepat terhadap situasi di lapangan. "Saya pikir kontrol perbatasan kita jauh lebih baik,” katanya.

Konsep ini telah diterapkan sejak tahun 2015 di sepanjang perbatasan Jerman dan Swiss, Austria, Republik Ceko, dan Polandia, yang panjangnya sekitar 2.500 kilometer. Menurut Rosskopf, pemeriksaan acak telah terbukti lebih efektif, karena sifatnya yang tidak bisa ditebak dibandingkan kontrol stasioner.

In eastern Poland, locals fear border zone will kill tourism

04:14

This browser does not support the video element.

Debat politik

Namun demikian, argumen tersebut tidak menyurutkan perdebatan politik soal pemeriksaan perbatasan. Menurut Alexander Throm, dari Partai Uni Demokratik Kristen CDU yang konservatif, pemeriksaan stasioner diperlukan karena "perbatasan yang terbuka telah disalahgunakan ribuan kali oleh penjahat dan migran.”

Throm juga skeptis terhadap pengendalian polisi secara acak karena, dalam banyak kasus, orang-orang yang ditangkap sudah berada di dalam negeri.

"Pencegahan hanya bisa dilakukan jika dilakukan di perbatasan,” ujarnya kepada DW. "Pemeriksaan berjejaring hanyalah cara terbaik kedua.”

Marcel Emmerich, dari Partai Hijau, mengaku tidak setuju dan sebaliknya mengimbau untuk tidak terpaku pada data statistik dari Kemendagri.

"Ada daftar orang-orang yang masuk secara ilegal, tapi Kementerian Dalam Negeri belum menyatakan secara konkrit apa maksudnya,” katanya kepada DW. "Karena begitu mereka tiba di sini, mereka dapat mengajukan permohonan suaka, dan biasanya mereka melakukannya, dan bahkan jika mereka ditolak, mereka dapat kembali lagi keesokan harinya.”

Menurutnya, pemeriksaan stasioner tidak hanya berpotensi melanggar asas kebebasan bergerak di UE, tapi juga merugikan secara jangka panjang.

Dia juga berargumentasi bahwa beban tambahan pada polisi akan menambah risiko keamanan di tempat lain: "Menempatkan petugas di perbatasan 24/7 (selama 24 jam dalam tujuh hari) berarti mereka tidak bisa mengamankan stasiun kereta api dan bandara."

Mengenai surat perintah penangkapan yang menurut Kementerian Dalam Negeri, "masih belum ada informasi mengenai hukuman apa yang dijatuhkan, apakah mereka ditangkap karena tidak punya tiket kereta api atau penjahat profesional? Apakah pemeriksaan ini proporsional? Semua poin tersebut adalah masih belum jelas."

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait