Sejak kasus pelecehan seksual massal pada malam tahun baru di Köln, pemerintah Jerman berupaya mempercepat proses deportasi pengungsi Afrika Utara. Maroko dan Aljazair sudah bersedia menerima kembali warga negaranya.
Iklan
Bukan hari baik buat pengungsi asal Maroko dan Aljazair. Mereka yang datang ke Jerman dalam jumlah belasan ribu buat mengadu nasib itu kini terancam dipulangkan paksa. Pasalnya pemerintah di Rabat dan di Aljir sepakat menerima kembali warga negaranya yang mengungsi dengan alasan ekonomi ke Jerman.
German and Moroccan interior ministers meet
01:51
Kesediaan Maroko dan Aljazair membuka jalan buat proses deportasi cepat oleh Jerman. Hal tersebut disepakati setelah Menteri Dalam Negeri Jerman, Thomas de Maizière berkunjung ke Rabat dan Aljir. Ia juga sedang menegosiasikan kesepakatan serupa dengan Tunisia. Pemerintah Jerman mengkategorikan Maroko, Aljazair dan Tunisia sebagai negara aman.
"Kami sepakat, bahwa sebanyak mungkin kelompok pengungsi ini harus dipulangkan dalam waktu cepat," tutur de Maizière. Pemerintah Maroko berjanji akan memproses kepulangan warganya dalam waktu 45 hari.
Identitas palsu sebagai warga Suriah
Menurut pemerintah Jerman, tahun lalu saja sebanyak 27.000 pengungsi asal Maroko dan Aljazair datang buat mencari suaka. Di antara mereka cuma segelintir yang berhak menerima perlindungan. Namun upaya deportasi tidak mudah, karena para pengungsi terbiasa melenyapkan identitas pribadi. Sebagian besar bahkan mengaku sebagai warga negara Suriah.
Kini dengan kesediaan negara asal, identitas pengungsi asal Afrika Utara bakal lebih mudah diketahui lewat sidik jarinya. Saat ini Jerman akan memulangkan kelompok pertama berjumlah 29 orang ke Maroko. Mereka diberikan paspor Laissez-passer oleh PBB untuk pengungsi yang tidak jelas negara asalnya.
Upaya Jerman menggandeng negara-negara Afrika Utara adalah salah satu upaya mengurangi tekanan terhadap kebijakan pengungsi pemerintah. Berlin terutama didesak mendeportasi pengungsi asal Maroko sejak insiden pelecehan seksual massal pada malam tahun baru di Köln.
"Tidak ada lasan kuat buat warga Maroko meminta perlindungan di Jerman," tutur jurnalis setempat, Aziz Alilou kepada harian Jerman, Die Welt. "Maroko termasuk negara Arab paling liberal. Tidak ada yang menghadapi represi. Mereka yang datang ke Jerman kebanyakannya cuma ingin kehidupan yang lebih baik," tukas dia.
Penantian Abadi di Calais
Calais di utara Perancis dibanjiri oleh pengungsi yang berusaha menyebrang ke Inggris. Kebanyakan gagal dan terpaksa kembali. Inggris menolak mereka, Perancis serupa saja. Calais pun menjadi tempat penampungan abadi.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Tanpa Sambutan di Negeri Orang
Papan sambutan ini dipajang buat wisatawan dan supir truk yang melintas, tapi bukan buat pengungsi. Pemerintah kota yang bekerjasama dengan kepabeanan Inggris berbuat banyak untuk mencegah serbuan pengungsi dari Afrika dan Timur Tengah itu. Kendati anggota Uni Eropa, Inggris tidak termasuk dalam Schengen. Sebab itu London menggelontorkan duit jutaan Poundsteerling buat mengamankan perbatasan.
Foto: AFP/Getty Images/Philippe Huguen
Lewat Pelabuhan ke Negeri Sebrang
Pagar tinggi yang dilengkapi dengan kawat berduri ini melindungi kawasan pelabuhan dari "tamu tak diundang". Karena banyak pengungsi berupaya menyusup ke kapal feri yang berangkat dari Calais ke Inggris.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Menyusup Diam-diam
Lantaran penjagaan yang ketat, sebagian besar pengungsi menunggu di pinggir jalan masuk ke pelabuhan. Mereka mengincar truk atau rumah mobil. Ketika macet, para pengungsi itu berupaya menyusup masuk ke dalam kendaraan tanpa sepengetahuan supirnya.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Menunggu Keteledoran
Seorang pria berusaha bersembunyi di ruang pengemudi sebuah truk ketika sang supir lengah. Menurut pemerintah, setiap hari lebih dari 40 pengungsi tertangkap tangan sedang menyusup secara ilegal. Jika ketahuan, polisi perbatasan Inggris akan mengenakan uang denda dalam jumlah besar pada supir.
Foto: AFP/Getty Images/Denis Charlet
Kumuh di Calais
Jika tertangkap, pengungsi lantas dikembalikan ke kamp. Mereka kemudian menunggu kesempatan berikutnya. Selama itu para pengungsi dibiarkan hidup di tenda-tenda buatan sendiri. Musim dingin yang mendera mempersulit hidup pengungsi di Calais.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Makanan Seadanya
Seorang pengungsi dari Sudan terlihat memasak hidangan sederhana dengan perlengkapan ala kadarnya. Terkadang sukarelawan datang dan menawarkan sup hangat buat para pengungsi.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Dukungan dari Warga Lokal
Sekelompok warga Perancis turun ke jalan buat menyuarakan dukungan kepada pengungsi. Mereka menyamakan kondisi mereka dengan pengungsi Perang Dunia I, di mana banyak penduduk Perancis yang terusir. Demonstran menuntut pemerintah meruntuhkan pagar di sekitar pelabuhan.