1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Diminta Ambil Tindakan Terkait 'China Cables'

Austin Davis
26 November 2019

"China Cables", dokumen Cina yang bocor ke publik mengungkap penahanan terbesar etnis minoritas sejak Perang Dunia II. Jerman sebagai salah satu mitra bisnis Cina paling penting diminta untuk segera mengambil tindakan.

China | Muslime | Umerziehungslager
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/File

Dokumen-dokumen baru yang bocor ke Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) telah mengungkap sejauh apa Cina secara sistematis mengawasi dan menahan sebanyak 1 juta populasi Muslim Uighur di barat laut negara itu.

Saat ini para pengamat menyerukan kepada Jerman, dan juga perusahan multinasionalnya yang terhubung dengan perusahaan yang terlibat dalam penahanan itu, untuk segera mengambil tindakan terhadap Cina, mitra ekonomi Berlin yang paling penting.

Apa saja yang diekspos dokumen itu?

Dokumen-dokumen dari tahun 2017 dan 2018 itu diterbitkan pada 24 November, dan telah mengungkap “mekanisme sistem pengawasan massal Orwellian dan ‘analitik prediktif’,” tulis ICIJ.

Sebuah sistem komputer yang dijuluki “Platform Operasi Gabungan Terpadu” dilaporkan memeriksa sejumlah besar data tentang pengawasan populasi Uighur untuk mengetahui individu dengan “perilaku mencurigakan” yang tidak berbahaya seperti keseringan berdoa dan bepergian. Informasi ini digunakan untuk menahan lebih dari 15.000 warga Uighur dalam kurun waktu satu minggu pada Juni 2017 dengan total sebanyak 1 juta orang, menurut dokumen itu.

Cina bersikeras mengatakan bahwa kamp-kamp itu hanyalah “pusat pendidikan ulang” yang digunakan untuk mengurangi kemiskinan dan memerangi radikalisasi di daerah itu. Beijing bersikukuh bahwa “siswa-siswa” ada disana secara sukarela dan dapat pergi atas kemauan mereka sendiri.

Namun, dokumen yang didapatkan oleh ICIJ itu memberikan gambaran yang berbeda. Petunjuk operasi rahasia justru memberi tahu para penjaga cara mengunci ganda pintu-pintu untuk mencegah adanya ‘pelarian’. Orang-orang Uighur juga harus meninggalkan kepercayaan mereka ketika masuk ke dalam kamp-kamp dan diharuskan mengikuti ideologi komunis negara.

Baca jugaAS Batasi Visa Pejabat Cina Karena Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Uighur

"Fabrikasi murni"

Pemerintah Cina mengatakan kepada The Guardian yang merupakan mitra dari ICIJ bahwa dokumen-dokumen itu merupakan ‘fabrikasi murni dan berita palsu’. Hal itu juga memperkuat klaim bahwa pusat-pusat itu ada di sana untuk “mencegah terorisme”  di wilayah tersebut.

Tetapi kepada DW, Direktur Society for Threatened People, sebuah organisasi HAM Internasional di Jerman mengatakan sebaliknya. Menurutnya, dokumen yang dijuluki “China Cables” itu justru membantu para pengamat untuk lebih memahami sebuah kasus penguasaan sistematis yang telah mereka ikuti selama bertahun-tahun.

“Ini, pada prinsipnya merupakan kampanye pemusnahan terhadap kebangsaan Muslim,” katanya.

Hubungannya dengan Jerman?

Teknologi dan big data berada di pusat kisah “penawanan massal etnis agama minoritas terbesar sejak Perang Dunia II,” tulis ICIJ. Dan Siemens, perusahaan multinasional yang berbasis di Munich memiliki koneksi dengan salah satu perusahaan yang terlibat dalam pengumpulan data tentang Uighur.

“Platform Operasi Gabungan Terpadu” yang digunakan untuk melacak dan mengevaluasi setiap gerak gerik dari para Uighur itu dikembangkan sebagian oleh Perusahaan Teknologi Elektronik Cina (CETC), sebuah perusahaan yang dikelola negara.

Juru bicara perusahaan manufaktur terbesar Eropa itu mengatakan kepada DW dalam sebuah pernyataan bahwa Perusahaan Cina itu pernah berurusan dengan Siemens. Menurutnya, Siemens memberi masukan kepada CETC tentang “solusi manufaktur cerdas” yang digunakan dalam fasilitas produksinya.

Siemens juga disebut menawarkan solusi optimalisasi dan standar produk yang sama ke berbagai kliennya. Perusahaan multinasional itu bersikeras tidak memasok produk apa pun kepada CETC. “Siemens tidak memasok produk apa pun yang digunakan dalam produk akhir pelanggan kami”, ujar Juru Bicara Siemens, mengacu pada sistem pengawasan yang digunakan oleh CETC.

“Untuk sekarang, kami mengikuti situasi ini dengan sangat cermat,” kata juru bicara itu ketika ditanya tentang apakah Siemens akan mengevaluasi kembali hubungan bisnisnya dengan CETC.
Kepala Juru Bicara Kanselir Angela Merkel, Steffen Seibert, mengatakan kepada wartawan pada hari Senin (25/11) bahwa “dalam situasi di mana tidak ada sanksi, hal itu semata-mata menjadi keputusan dari perusahaan mana pun” untuk melanjutkan beroperasi di wilayah tersebut atau tidak.

Baca jugaAngela Merkel Kunjungi Kawasan Teknologi Tinggi Cina, Shenzen

Ikatan yang rumit

Siemens bukanlah satu-satunya perusahaan Jerman dengan transaksi bisnis rumit di Cina. Menurut Federasi Industri Jerman (BDI), sekitar 5.200 perusahaan Jerman bertanggung jawab atas 1 juta karyawan yang saat ini aktif di Cina. Tahun lalu, nilai perdagangan antara kedua negara mencapai $220 miliar, menjadikan Cina mitra dagang terpenting Jerman.

Menurut Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, kemakmuran yang saat ini diperoleh oleh Jerman berasal dari Cina padahal sebelumnya secara hati-hati menjauhkan diri dari perusahaan-perusahaan Cina. Hal ini memicu perselisihan dengan mitra internasional Jerman seperti Amerika Serikat, yang menyebut Jerman naif karena membuka peluang bagi perusahaan teknologi Cina Huawei untuk membangun jaringan seluler berkecepatan tinggi yang baru.

Kepentingan Ekonomi vs HAM

“Berlin berusaha keras untuk menjaga dan membangun kemitraan yang telah berkembang selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam hal ekonomi, yang sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak,” ujar Bernhard Bartsch, pakar senior tentang Cina dari Yayasan Bartelsmann Jerman kepada DW.

Tetapi “Berlin harus sadar” terhadap adanya tantangan yang muncul karena kedekatan dengan Cina dan seharusnya “melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketergantungan,” tambahnya.

Dalam konferensi pers Senin pagi, pemerintah Jerman mengutuk keras penawanan terhadap para Muslim Uighur tetapi bersikeras akan melakukan pembicaraan dengan Cina untuk mendapatkan akses ke kamp-kamp dan mengevaluasi sendiri kebenaran informasi yang terkandung dalam dokumen yang bocor itu.

Jerman di masa lalu juga diketahui mendukung LSM yang membunyikan alarm tentang masalah ini, kata Delius dari Society for Threatened Peoples kepada DW.

Tetapi ketika pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Cina semakin menjadi-jadi, Jerman dan Eropa “tidak dapat mengabaikan” situasi ini dan perlu mengambil tindakan nyata, kata Abdassamad El Yazidi, Sekretaris Jenderal Dewan Pusat Muslim di Jerman kepada DW.

“Kepentingan ekonomi tidak boleh menutupi Hak Asasi Manusia,” ujarnya.

Baca jugaAncam Anggota Keluarga, Pemerintah Cina Intimidasi Warga Uighur di Luar Negeri

gtp/rap