Aktivis dan organisasi HAM mengatakan Jerman bisa berbuat lebih banyak mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong dan mengutuk kamp penahanan Uighur di Xinjiang. Tapi kepentingan bisnis lebih diutamakan.
Iklan
Sejak demonstrasi pro-demokrasi di Hong Kong dimulai Juni lalu, para aktivis telah meminta dukungan internasional. Pemerintah Jerman dinilai tidak bersuara menanggapi perkembangan itu, juga setelah aparat keamanan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi. Polisi juga dituduh mengerahkan kelompok-kelompok preman untuk mengintimidasi dan menyerang para aktivis secara brutal.
Baru-baru ini muncul berbagai laporan tentang penindasan sistematis kelompok etnis Uighur, yang mayoritasnya beragama Islam dan hidup di provinsi Xinjiang. Cina dituduh mengoperasikan kamp konsentrasi yang disebut "pusat re-edukasi", di mana pada warga Uighur mengalami penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang.
Situasi di Xinjiang segera menyulut kecaman internasional. Namun para aktivis dan organisasi hak asasi manusia (HAM) mengatakan, pemerintah Jerman sampai sekarang hanya berdiam diri dan tidak mengambil sikap tegas.
Selama enam bulan kerusuhan di Hong Kong, dan setelah munculnya laporan gencar media tentang penindasan minoritas yang berkelanjutan di Xinjiang, Kanselir Merkel Angela bereaksi sangat hati-hati untuk tidak secara eksplisit mendukung gerakan pro-demokrasi, atau mengutuk kamp-kamp penampungan.
Apa yang disampaikan Merkel hingga kini?
Dalam pidatonya di Asosiasi Kamar Dagang dan Industri Jerman akhir November lalu, Angela Merkel mengatakan bahwa Jerman dan Eropa berada dalam persaingan global yang makin ketat.
"Di satu sisi, ada Amerika Serikat, surga kebebasan ekonomi, dan di sisi lain, sistem di Cina, yang diatur secara sosial dengan cara yang sama sekali berbeda, kekuasaan negara yang kadang-kadang bersifat represif."
Di bulan yang sama, Kanselir Angela Merkel mengatakan di parlemen, Jerman "tentu saja perlu mengeritik" ketika mendengar laporan-laporan tentang kamp-kamp penampungan Uighur, dan menambahkan bahwa dia "tentu saja" mendukung posisi Uni Eropa mengenai masalah ini, yang antara lain menuntut agar pejabat HAM PBB diizinkan berkunjung ke Xinjiang.
Mengenai Hong Kong, Kanselir Jerman mengatakan bahwa pemilihan distrik yang berlangsung damai adalah suatu "pertanda baik". Merkel memuji prinsip "satu negara, dua sistem" yang diterapkan pemerintah Cina untuk kawasan khusus Hong Kong.
Kepentingan dan keterkaitan bisnis
Setelah kunjungan Merkel ke Beijing pada September lalu, aktivis pro-demokrasi Joshua Wong mengatakan dia "kecewa" karena pemimpin Jerman itu tidak "secara tegas menyerukan pemilihan bebas" di Hong Kong.
Direktur Utama perusahaan raksasa Jerman Siemens, Joe Kaeser, yang ikut dalam delegasi Merkel ke Cina, ketika itu mengingatkan agar Jerman tidak bersikap terlalu kritis, dan menganjurkan sikap yang "bijaksana dan hormat" terhadap Cina.
"Lapangan kerja di Jerman bergantung pada bagaimana kita berurusan dengan topik kontroversial, maka kita seharusnya tidak menambah kemarahan, tetapi lebih hati-hati mempertimbangkan semua posisi dan tindakan," kata Joe Kaeser kepada harian Die Welt. Siemens, bersama dengan BASF dan VW, mengoperasikan pabrik di Xinjiang.
Hari-hari Penuh Kekerasan di Hong Kong
Selama setengah tahun, para mahasiswa di Hong Kong berdemonstrasi menuntut kebebasan dan demokrasi. Protes pun semakin radikal. Terakhir, pecah bentrokan di Universitas Politeknik Hong Kong.
Foto: Reuters/T. Siu
Protes di Kampus Politeknik
Inilah kampus Universitas Politeknik. Para demonstran dipukul mundur di sini dan terlibat dalam bentrokan dengan polisi selama lebih dari 24 jam. Di kampus, ratusan orang berbekal senjata alat pembakar dan senjata rakitan sendiri. Untuk menangkal polisi, mereka menyalakan api besar-besar.
Foto: Getty Images/AFP/Ye Aung Thu
Diringkus dan ditangkap
Aktivis melaporkan bahwa polisi mencoba menyerbu gedung universitas. Karena gagal, aparat pun menciduk para demonstran di sekitaran universitas. Mahasiswa yang ingin meninggalkan kampus ditangkap. Polisi mengatakan mereka menembakkan amunisi di dekat universitas pada pagi hari, tetapi tidak ada yang tertembak.
Foto: Reuters/T. Siu
Gagal melarikan diri
Di luar kampus, polisi bersiaga dengan meriam air. Asosiasi mahasiswa melaporkan bahwa sekitar 100 mahasiswa mencoba meninggalkan gedung universitas. Namun mereka terpaksa kembali ke dalam gedung kampus ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Foto: Reuters/T. Peter
Lokasi strategis penting
Universitas Politeknik menjadi penting dan strategis bagi para demonstran karena terletak di pintu masuk terowongan yang menghubungkan daerah itu dengan pulau Hong Kong. Dalam beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa telah mendirikan barikade di luar terowongan untuk memblokir pasukan polisi. Ini adalah bagian dari taktik baru untuk melumpuhkan kota dan meningkatkan tekanan pada pemerintah.
Foto: Reuters/T. Peter
Apa tuntutannya?
Protes di Wilayah Administratif Khusus ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan. Tuntutan para demonstran antara lain yaitu pemilihan umum yang bebas dan penyelidikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Perwakilan pemerintahan Beijing di Hong Kong belum menanggapi kedua tuntutan ini.
Foto: Reuters/T. Peter
Peningkatan kekerasan
Protes yang awalnya damai kini berubah menjadi penuh kekerasan. Polisi menindak tegas dan mengancam akan menggunakan amunisi tajam. Aktivis Hong Kong berbicara tentang adanya 4.000 penangkapan sejak protes dimulai. Para demonstran sendiri melawan dengan melempari batu, melemparkan bom Molotov dan menggunakan busur serta anak panah.
Foto: Reuters/T. Siu
Busur dan anak panah untuk melawan
Seorang polisi terluka pada hari Minggu (17/11) akibat tusukan anak panah di kakinya. Aktivis terkenal Hong Kong, Joshua Wong, membenarkan kekerasan yang dilakukan para demonstran. "Dengan protes yang damai, kami tidak akan mencapai tujuan kami. Dengan kekerasan saja juga tidak mungkin, kami membutuhkan keduanya," kata Wong kepada media Jerman, Süddeutsche Zeitung.
Foto: picture-alliance/dpa/Hong Kong Police Dept.
Sembunyikan identitas
Pemerintah Hong Kong telah melarang pemakaian topeng. Banyak demonstran memakai masker gas untuk perlindungan terhadap serangan gas air mata. Yang lain mengikat kain di depan wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Mereka takut penangkapan dan konsekuensinya jika mereka sampai dikenali.
Foto: Reuters/T. Siu
Khawatir militer turun tangan
Eskalasi kekerasan juga makin berlanjut. Kehadiran beberapa tentara Cina pada hari Sabtu (16/11) di Hong Kong menyebabkan kekhawatiran. Para tentara ini diturunkan untuk membantu membersihkan serakan batu. Di antara para demonstran, muncul kekhawatiran besar bahwa Cina bisa saja menggunakan militernya untuk mengakhiri protes di Hong Kong. (ae/pkp)