1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikJerman

Jerman Harus Kirim Panser ke Ukraina Secepatnya

Soric Miodrag Kommentarbild App
Miodrag Soric
14 September 2022

Serangan balasan Ukraina yang sukses memantik kembali diskusi tentang pengiriman panser tempur. Selama ini Barat masih menolak mengirimkan panser. Inilah saatnya untuk mengubah pandangan. Opini editor DW Miodrag Soric.

Panser tempur Jerman Leopard 2Foto: Courtesy Canadian Armed Forces/REUTERS

Tidak hanya pasukan Rusia yang dikejutkan oleh keberhasilan tentara Ukraina baru-baru ini di Ukraina timur. Bahkan negara-negara Barat, termasuk pemerintah Jerman, hampir tidak memperhitungkan kemajuan pesat itu.

Tadinya Jerman dan Barat menganggap Rusia punya kekuatan militer terlalu besar, dengan kemungkinan pasokan tak terbatas untuk meriam, tank, dan pesawat tempurnya. Pasukan Ukraina selama berbulan-bulan telah meminta agar Barat mengirimkan peralatan militer agar mereka dapat terus berperang.

Banyak pihak sekarang menuntut pemerintah Jerman untuk mengirim secepatnya panser tempur modern jenis Leopard 2 ke Ukraina. Momentum di medan perang harus dimanfaatkan agar pasukan Ukraina bisa memukul mundur agresor Rusia sejauh mungkin. Perebutan kembali wilayah ini juga bisa meningkatkan tekanan kepada Moskow untuk melakukan gencatan senjata dan perundingan.

Kendaraan militer yang ditinggalkan pasukan Rusia yang lari dari kawasan Kharkiv di Ukraina timurFoto: Metin Aktas/AA/picture alliance

Debat tentang pengiriman senjata berat ke Ukraina

Seperti yang sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir dalam hal pengiriman senjata ke Ukraina, pemerintah Jerman ragu-ragu. Berlin menawarkan gambaran yang kontradiktif. Anggota pemerintahan berulang kali menegaskan bahwa Jerman akan terus mendukung Ukraina. Tetapi pada saat yang sama, para politisi diam ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah Jerman perlu mengirim tank Leopard 2 atau tidak. Seringkali ada kesenjangan besar antara ucapan dan tindakan.

Terutama Kanselir Jerman Olaf Scholz (SPD) tidak mau mengambil posisi jelas. Sementara mitra koalisinya FDP dan Partai Hijau mendukung pengiriman senjata berat ke Ukraina, termasuk tank modern. Tapi Ukraina tidak punya waktu untuk menunggu perdebatan panjang para mitra koalisi. Situasi di medan medan perang bisa berubah dengan cepat. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Rusia dalam beberapa minggu atau bulan mendatang.

Kanselir Jerman Olaf Scholz sekali lagi ingin mengulur waktu: Pertama, dia ingin mengkoordinasikan pengiriman tank Leopard 2 - terutama dengan Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Kedua, terlepas dari pengiriman senjata ke Kyiv, dia tidak ingin sepenuhnya memutuskan pembicaraan dengan Kremlin. Ketiga, dia khawatir Presiden Rusia Vladimir Putin dapat menggunakan senjata nuklir taktis di Ukraina untuk mencegah kekalahan militernya. Menurut bayangan Barat, di akhir konflik akan ada solusi politik bagi semua pihak yang yang terlibat - termasuk Moskow. 

Peluang Barat tekan Putin ke meja perundingan

Tetapi perang jarang berjalan seperti yang dibayangkan para politisi. Presiden Putin harus menelan pengalaman menyakitkan ini selama beberapa bulan terakhir. Dia mengira pada bulan Februari apa yang disebutnya "operasi khusus" akan berlangsung hanya beberapa hari, paling lama beberapa  minggu, dan berakhir dengan kemenangan luar biasa. Kenyataannya, serangan itu hanya menunjukkan ketidakmampuan militer Rusia dan moral pasukan yang buruk.

Kekalahan militer di Ukraina bahkan bisa mengancam kekuasaannya. Bagi Barat, ini justru peluang, bukan ancaman. Putin bukan politisi yang bertindak irasional. Tapi dia hanya menghormati lawan ketika mereka bisa melawan dengan kekuatan. Dia memanfaatkan kelemahan, termasuk perpecahan di Barat, untuk keuntungannya.

Oleh karena itu, tidak perlu waktu berminggu-minggu bagi sekutu Barat untuk menyetujui pengiriman tank modern ke Ukraina. Dan itu harus dilakukan dengan cepat. Keputusan seperti itu akan menegaskan persatuan di Barat, dan akan sangat mendorong Putin mempertimbangkan negosiasi secara serius.

Dan satu hal lagi: Barat tidak perlu takut soal penggunaan senjata nuklir di Ukraina. Itu adalah ancaman dari Kremlin, yang lebih banyak berupa retorika. Karena penggunaan senjata nuklir di Ukraina justru akan segera mengakhiri sejarah Putin. Cina, sekutu utamanya, akan menjauh. Begitu juga banyak warga Rusia, yang terus percaya pada apa yang dijanjikan Putin kepada mereka: "operasi khusus" terbatas, yang hanya berdampak kecil pada kehidupan sehari-hari mereka. Jajak pendapat menunjukkan, bahwa warga Rusia justru paling takut jika terjadi konfrontasi militer terbuka dengan NATO. Namun ini hampir dipastikan akan terjadi, jika Rusia menggunakan senjata nuklir di Ukraina.

hp/as