1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Ingin Gandeng India sebagai Sekutu Melawan Rusia

25 Februari 2023

India tidak mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina dan tidak mendukung sanksi. Dalam kunjungannya ke India mendatang, Kanselir Jerman Olaf Scholz akan berusaha untuk memenangkan negara ini ke posisi Barat.

PM India dan Kanselir Jerman
PM India Narendra Modi dan Kanselir Jerman Olaf ScholzFoto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Pada tahun 2022, ketika Majelis Umum PBB memberikan suara untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, Jerman, dan pemerintah-pemerintah Barat lainnya terkejut ketika melihat sejumlah negara penting memilih untuk abstain. Termasuk di antaranya adalah Cina dan India dengan penduduk sekitar 2,8 miliar orang, lebih dari sepertiga populasi dunia.

Pada peringatan setahun sejak dimulainya perang pada tanggal 24 Februari 2023, India kembali abstain ketika Majelis Umum melakukan pemungutan suara untuk sebuah resolusi yang menyerukan agar Rusia segera menarik diri. India di bawah pemerintahan Narendra Modi telah menegaskan bahwa mereka tidak mendukung sanksi terhadap Rusia dan akan terus menolaknya.

Sementara aliansi Barat telah bersiap menghadapi sikap seperti itu dari Cina yang otokratis, perilaku India yang demokratis merupakan sebuah kekecewaan besar. Sikap pemerintah India ini tidak hanya berarti bahwa negara ini tidak memiliki sekutu dalam upaya untuk menekan Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal ini juga berarti bahwa India, yang dipandang Jerman sebagai "mitra strategis", berada di pihak yang "salah" dalam masalah dasar hukum internasional ini.

India sangat bergantung pada Rusia

"Meskipun kekecewaan para lawan bicara Barat mungkin dapat dimengerti, namun keterkejutan mereka tidak demikian," kata Amrita Narlikar, presiden Institut Jerman untuk Studi Global dan Kawasan (GIGA) di Hamburg, dalam sebuah wawancara dengan DW. "Selain hubungan diplomatik yang baik dengan Rusia, ketergantungan India pada Rusia untuk pasokan militer cukup besar - India tidak dapat membahayakan hal ini, terutama mengingat lingkungannya yang sulit. Setidaknya dalam jangka pendek, perilaku India masuk akal secara strategis."

Tetapi apa yang mungkin masuk akal secara strategis dalam jangka pendek dapat menjadi masalah bagi India dalam jangka panjang, ia percaya: "Rusia yang semakin melemah kemungkinan besar akan terdorong ke dalam pelukan Cina, dan dengan demikian secara tidak langsung, dengan mendukung Rusia, India mungkin memperkuat tangan Cina - dan Cina bukan hanya pesaing tetapi juga tetangga yang memiliki perselisihan dan konflik perbatasan yang serius dengan India."

Namun sejauh ini, tidak ada yang mengindikasikan bahwa India akan mengubah posisinya. Dalam sebuah wawancara dengan portal berita ANI minggu ini, Menteri Luar Negeri Subrahmanyam Jaishankar menggambarkan hubungan India dengan Rusia sebagai "sangat stabil, dan hal ini terjadi di tengah-tengah semua gejolak politik global."

India juga tampaknya tidak memiliki rencana untuk menggunakan jabatannya sebagai ketua G20, sebuah kelompok yang terdiri dari negara-negara industri dan negara berkembang utama di dunia, untuk mendorong perdebatan mengenai sanksi-sanksi baru terhadap Rusia. Beberapa pejabat pemerintah India menegaskan hal ini dalam wawancara dengan kantor berita Reuters. India telah secara signifikan memperluas impor minyaknya dari Rusia sejak perang dimulai.

Kurang Adanya Pemahaman

Kini, kunjungan Kanselir Olaf Scholz merupakan sebuah upaya untuk membawa India lebih dekat dengan Barat. Namun pemerintah Jerman tidak mengharapkan perubahan total dan tidak berencana untuk membuat deklarasi bersama mengenai perang di Ukraina yang akan ditandatangani selama kunjungan Scholz. Intinya adalah "bahwa kita harus terus mempromosikan posisi kita, pandangan kita mengenai konflik ini," kata juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit minggu ini. Tujuannya, katanya, adalah menggunakan argumen-argumen untuk membantah narasi-narasi dari pihak Rusia.

Ilmuwan politik Amrita Narlikar melihat banyak ruang untuk negosiasi, tetapi skeptis bahwa Scholz akan menggunakannya, karena: "Untuk membawa India sedikit lebih dekat dengan posisi Eropa, ia harus memiliki pemahaman yang jauh lebih baik tentang budaya negosiasi India, kendala yang dihadapi India di wilayahnya, serta harapan dan aspirasi rakyatnya."

Ia tidak melihat Scholz dan pemerintahannya tertarik untuk membahas hal ini secara rinci. "Scholz juga tampaknya tidak merefleksikan sinyal-sinyal yang ia kirimkan kepada negara-negara Selatan, termasuk India, melalui kesediaannya untuk terus melakukan kesepakatan dengan Cina," tambahnya.

Betapa sulitnya bagi kanselir Jerman untuk memenangkan hati beberapa negara "netral" dalam konflik Rusia-Ukraina sudah terlihat di Brasil beberapa minggu yang lalu. Presiden Jair Bolsonaro yang berhaluan populis sayap kanan telah dilengserkan dari jabatannya, dan kanselir Jerman berharap dapat mempengaruhi penggantinya, Luiz Inacio Lula da Silva yang berhaluan sosialis, untuk berpihak pada Barat. Namun, Lula terus menolak sanksi terhadap Rusia. Scholz juga mendapat penolakan dari presiden Brasil sebagai tanggapan atas permintaannya untuk pasokan amunisi untuk tank flak Gepard Jerman yang dikirim ke Ukraina.

'Titik balik' dalam hubungan bilateral?

Jadi apa yang harus terjadi agar kunjungan Olaf Scholz ke India menjadi sukses? Amrita Narlikar melihat ada dua prasyarat utama: Jerman dan Barat secara keseluruhan harus melakukan lebih banyak upaya untuk mengatasi masalah-masalah di negara-negara Selatan dan rakyatnya secara setara. Dalam hal ini, ia merasa bahwa Jerman juga memiliki banyak hal yang harus dilakukan: "Jerman dapat melakukan hal ini dengan sangat baik jika mereka dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai budaya dan tradisi politik India, dan benar-benar bekerja sama dengan India dalam tatap muka sebagai sesama negara demokrasi."

Selain itu, katanya, India harus ditawari alternatif-alternatif lain untuk keluar dari ketergantungan militer dan ekonominya pada kekuatan otoriter. Tidak seperti Prancis, Jerman juga enggan untuk bekerja sama dalam masalah pertahanan, katanya. (vlz/hp)

Artikel ini awalnya ditulis dalam bahasa Jerman.

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait