Jerman Ingin Lindungi Warga Afghanistan yang Bantu Militer
Farah Bahgat
19 April 2021
Saat Jerman bersiap untuk menarik pasukan militernya dari Afghanistan, Menteri Pertahanan Jerman mengatakan negaranya memiliki "kewajiban yang mendalam" untuk melindungi mereka yang mungkin sekarang dalam bahaya.
Iklan
Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer mengatakan ingin memberikan perlindungan kepada warga Afghanistan yang telah membantu militer Jerman selama perang di Afghanistan, katanya kepada kantor berita Jerman DPA.
Komentarnya datang ketika NATO dan Amerika Serikat (AS) mengumumkan penarikan militer dari Afghanistan tahun ini. Keputusan penarikan pasukan itu memicu kekhawatiran bahwa beberapa orang Afghanistan berada dalam bahaya karena telah membantu pasukan asing.
Pasukan Jerman dikerahkan ke Afghanistan sebagai bagian dari misi Dukungan Tegas NATO untuk melatih pasukan Pertahanan Nasional Afghanistan.
Bagaimana Jerman bisa membantu?
Jerman telah membuat prosedur untuk menerima staf lokal Afghanistan yang membutuhkan perlindungan, namun masih ada sejumlah kasus yang diperdebatkan.
Menurut Kementerian Pertahanan, 781 orang telah disetujui untuk tinggal sejak 2013. Namun, Kramp-Karrenbauer ingin proses yang ada dipercepat.
Surat kabar Welt am Sonntag, mengutip Kementerian Dalam Negeri, melaporkan bahwa Jerman berencana untuk mendirikan kantor di Kabul dan mungkin juga satu kantor di Mazar-e-Sharif di Afghanistan utara untuk membantu proses ini.
Iklan
'Kewajiban yang mendalam‘
"Yang kami maksud adalah orang-orang yang telah bekerja bersama kami, bahkan dengan risiko keselamatan mereka sendiri, selama bertahun-tahun dalam beberapa kasus, dan juga berjuang bersama kami dan memberikan kontribusi pribadi mereka," kata Kramp-Karrenbauer seperti dikutip oleh DPA.
"Saya merasa ini merupakan kewajiban yang mendalam dari Republik Federal Jerman untuk tidak meninggalkan orang-orang ini tanpa perlindungan saat kita akhirnya akan meninggalkan negara itu."
Kramp-Karrenbauer menambahkan bahwa membantu personel lokal juga merupakan kewajiban semua pasukan internasional di Afghanistan untuk menjamin keamanan staf Afghanistan.
Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban
Generasi Z Afghanistan dibesarkan dalam 17 tahun perang dan kehadiran militer internasional. Masa depan yang mengikutsertakan perdamaian dengan Taliban menimbulkan perasaan penuh harapan sekaligus rasa takut.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Sulta Qasim Sayeedi, 18, model
Sayeedi sering merambah Facebook, YouTube dan Instagram untuk mempelajari dunia fesyen dan model serta mencari inspirasi dari selebriti favoritnya, seperti Justin Bieber. "Kami khawatir, jika Taliban datang, kami tidak bisa lagi mengelar mode show," katanya. Namun ia juga berujar, sudah saatnya perdamaian datang.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Maram Atayee, 16 tahun, pianis
"Hal yang paling mengkhawatirkan bagi saya, jika Taliban kembali, saya tidak bisa bermain musik lagi," kata Maram Atayee. Ia belajar main piano di sekolah musik di Kabul. Bagus, jika pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan Taliban. Dan nanti akses untuk bermusik harus terbuka bagi semua orang, dan hak-hak perempuan harus dijaga. Demikian tuntutan Atayee.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Hussain, 19, penata rambut
"Saya optimis mendengar Taliban ikut proses perdamaian," kata Hussain yang punya salon di Kabul. Seperti banyak warga muda Afghanistan lainnya, ia dibesarkan di Iran, di mana jutaan warga Afghanistan mengungsi. "Itu akan jadi akhir perang dan konflik di negara kami." Tapi ia juga berkata, ingin agar Taliban mengubah kebijakan dan tidak bersikap seperti dulu.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mahdi Zahak, 25, seniman
Tentu ada harapan bagi perdamaian, kata Zahak. "Tetapi kita bisa benar-benar mendapat perdamaian adalah jika Taliban menerima kemajuan yang sudah terjadi di negara ini dalam 17 tahun terakhir, dan membiarkan orang lain menikmati hidup mereka."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Kawsar Sherzad, 17, atlet bela diri
"Perempuan Afghanistan sudah punya banyak pencapaian di dunia olah raga. Jadi saya optimis Taliban akan menerima kemajuan perempuan ini," demikian ungkap Sherzad. Untuk wawancara, atlet cabang olah raga Muay Thai ini berpose di sebuah klub di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Nadim Quraishi, 19, pemilik toko game
"Kami ingin melihat berakhirnya konflik di negara ini. Kami punya harapan besar, perdamaian akan berlangsung lama antara pemerintah dan Taliban," kata Quraishi. Untuk foto, ia berpose di depan toko gamenya di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Zarghona Haidari, 22, bekerja di toko buku
"Saya tidak terlalu optimis tentang perdamaian di negara ini." kata Haidari, yang bekerja di sebuah toko buku di Shahr Ketab Centre. Ia menambahkan, "Saya tidak yakin, Taliban akan mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mohammad Jawed Momand, 22, dokter
"Perdamaian menuntut semua pihak untuk meletakkan senjata, dan memikirkan pendidikan serta kemakmuran di negara ini," demikian dikatakan Momand. Laporan demografi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan 60% dari 35 juta populasi Afghanistan berusia di bawah 25 tahun. Demikian keterangan Sumber: Reuters (Ed.: ml/as)
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
8 foto1 | 8
Kebangkitan Taliban menjadi ancaman
Sejak AS dan NATO mengumumkan keputusan penarikan pasukan, banyak kelompok hak asasi manusia menyuarakan keprihatinan atas nasib Afghanistan.
Mereka takut bahwa kelompok Islamis Taliban akan merebut lebih banyak kekuasaan di negara itu. Namun, negara-negara Barat telah menyadari potensi kekacauan yang membayangi Afghanistan pasca penarikan pasukan, dan berjanji untuk mendukung rakyat negara itu.
Taliban ingin pasukan asing ditarik pada 1 Mei sesuai kesepakatan dengan mantan Presiden AS Donald Trump.
Thomas Silberhorn, anggota parlemen Jerman dan Sekretaris Negara Parlemen di Kementerian Pertahanan Jerman, baru-baru ini mengatakan kepada DW bahwa NATO telah melakukan "pekerjaan yang cemerlang" dalam mempersiapkan militer Afghanistan untuk mengamankan negaranya sendiri.