Jerman Kabulkan Permintaan Suaka Anggota Militer Turki
9 Mei 2017
Pemerintah Jerman kabulkan permintaan suaka politik sejumlah anggota militer Turki dan keluarganya, yang ditugaskan di fasilitas militer NATO di Jerman. Mereka dituduh terkait kudeta gagal di Turki Juli tahun lalu.
Iklan
Langkah pemerintah Jerman, yang mengabulkan permintaan suaka politik sejumlah anggota militer Turki dan keluarga mereka yang memegang paspor diplomatik, diambil di tengah makin tegangnya hubungan antara kedua negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kementrian Dalam Negeri Jerman mengungkapkan, bulan lalu pihaknya telah menerima 262 permintaan suaka politik dari warga negara Turki yang memegang paspor diplomatik. Namun tidak memperinci lebih jauh berapa jumlah pemohon suaka dari anggota militer Turki yang ditempakan di basis militer NATO di Jerman.
Efek kudeta gagal
Sejak Juli 2016, setelah gagalnya percobaan kudeta di Turki, tercatat seluruhnya 414 anggota militer, diplomat, hakim dan pejabat tinggi Turki lainnya yang mengajukan mengajukan permintaan suaka di Jerman. Jumlkah pemohon suaka ditambah dengan anggota keluarga.
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen
Foto: Reuters/O. Orsal
7 foto1 | 7
Dua gelombang permintaan suaka terjadi setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mulai melancarkan operasi besar-besaran, menangkapi mereka yang diduga terkait dan mendukung upaya kudeta terhadapnya. Hingga sekarang lebih dari 100.000 orang pegawai pemerintah Turki dipecat tanpa alasan, dibebastugaskan atau ditahan karena dituduh tersangkut kudeta atau mendukung milisi Kurdi.
Pekan lalu, Turki mengumumkan telah memecat 100 hakim dan jaksa. Sementara akhir pekan sebelumnya sudah membebastugaskan hampir 4.000 pegawai negeri berdasarkan situasi darurat yang masih berlaku sampai sekarang. Sebelumnya, tanggal 26 april, pemerintah sudah membebastugaskan 9.100 polisi.
Sejumlah anggota militer Turki yang mengajukan suaka bercerita, bahwa mereka dipanggil pulang oleh pemerintah beberapa bulan setelah upaya kudeta, dengan tuduhan terkait aksi makar. Awalnya mereka berniat pulang untuk membela diri. Namun mereka mendengar bahwa rekan-rekan yang sudah pulang ditahan.
Turkish military officers flee Erdogan
05:40
Sejumlah besar anggota militer Turki yang ditugaskan di kantor pusat NATO di Brussel sudah mengajukan permintaan suaka di Belgia. Hingga sekarang mereka belum mendengar keputusan pemerintah Belgia. Sementara Erdogan sudah memberikan peringatan kepada negara mitra anggota NATO itu.
Hubungan Jerman-Turki sudah tegang
Hubungan antara Jerman dan Turki sudah tegang sejak Erdogan menggelar gelombang kampanye politik di Eropa untuk menggalang pendukung bagi referendum amandemen UUD yang diusulkannya. Perubahan konstitusi Turki bertujuan memperluas kekuasaan presiden dan mengurangi wewenang parlemen.
Untuk menggalang pendukung di Jerman, Erdogan mengirim sejumlah politisi puncak, termasuk beberapa orang menteri kabinetnya, untuk berbicara dalam berbagai acara di Jerman dan Eropa.Beberapa negara Eropa, termasuk Jerman. menolak memberikan ijin bagi sejumlah acara tersebut, Akibatnya, Erdogan melancarkan sejumlah kritik tajam dan menyebut Jerman menjalankan politik NAZI.
ml/as (afp, dpa)
Di Penghujung Kekhalifahan Terakhir Islam
Bersama runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah, dunia Islam kehilangan kekhalifahan terakhir di Bumi. Intrik, ambisi dan pengkhianatan mewarnai hari-hari terakhir kerajaan Islam terkuat dalam sejarah itu.
Foto: picture-alliance/dpa
Enam Abad Utsmaniyah
Selama lebih dari enam ratus tahun Kesultanan Utsmaniyah memerintah di Timur Tengah. Kekuasaan mereka membentang dari Budapest hingga ke Sanaa, dari Aljir hingga ke Baghdad. Sejarahwan sepakat, Utsmaniyah hingga kini adalah imperium Islam terkuat dalam sejarah.
Foto: gemeinfrei
Akhir Pahit Kekhalifahan
Sempat memuncak di abad 16 dan 17 pada era Kesultanan Sulaiman Agung, kekuasaan Utsmaniyah mulai goyah di akhir abad ke 19 lantaran perang di luar negeri dan gejolak di dalam negeri. Terutama perang melawan Kekaisaran Rusia di kawasan Balkan banyak menguras kekuatan Utsmaniyah.
Foto: picture-alliance/akg-images
Imperium dalam Gejolak
Pada awal 1900an, Utsmaniyah digoyang sejumlah peristiwa besar, yakni revolusi Gerakan Turki Muda yang menuntut modernisasi, perang melawan Italia di Libya, pertempuran besar dalam Perang Balkan melawan Serbia, Montenegro, Yunani dan Bulgaria, serta percobaan kudeta oleh kaum reformis.
Foto: gemeinfrei
Triumvirat Pasha
Setelah kudeta imperium raksasa itu dikuasai tiga Pasha di awal abad ke20, yakni Menteri Dalam Negeri Mehmed Talaat Pasha, Menteri Kemaritiman Ahmed Djemal Pasha dan Menteri Perang Ismail Enver Pasha yang masih berusia muda. Lewat aksinya, ketiga Pasha kemudian menggariskan tanggal kematian imperium.
Foto: gemeinfrei
Ambisi Sang Menteri
Enver yang ambisius mengidamkan perang sebagai ajang demonstrasi kekuatan Turki. Tanpa mengabarkan anggota kabinet lain, sang menteri memerintahkan dua kapal perang Jerman agar menyamar sebagai kapal Turki dan menyerang pangakalan militer Rusia di Odessa, Sevastopol, dan Theodosia. Hasilnya Enver menyeret Turki ke kancah Perang Dunia I.
Foto: picture-alliance/akg-images
Kehancuran Total
Hasilnya adalah kehancuran total kekuatan militer Utsmaniyah. Satu per satu wilayah jajahannya direbut oleh Rusia, Inggris, Italia dan Perancis. Puncaknya adalah ketika imperium Eropa memaksa Turki menandatangani perjanjian Sèvres yang membagi-bagi wilayah Turki ke dalam negara kecil.
Khalifah Terakhir
Adalah Mehmet VI, khalifah ke-100 Islam dan sultan terakhir Utsmaniyah yang kemudian menuruti hampir semua tuntutan Eropa untuk bisa mempertahankan kekuasaannya. Corak pemerintahannya yang lemah membuat tuntutan untuk membubarkan kesultanan menguat. Terutama di tengah perang kemerdekaan Turki melawan Yunani.
Foto: gemeinfrei
Modernisasi Atatürk
Di hari penuh gejolak itu Mustafa Kemal Pasha, komandam militer Turki selama perang kemerdekaan, menjelma menjadi pahlawan rakyat. Praktis sejak kekalahan dalam PD II, Turki diperintah oleh kaum Kemalis. Kesultanan bahkan tidak berkutik ketika Kemal Pasha mulai melucuti kekuasaannya dan perlahan mengubah Turki menjadi negara sekuler modern.