Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan, penahanan warga Jerman Peter Steudtner dan sekelompok aktivis HAM di Turki "tidak dapat dibenarkan." Yang ditahan termasuk koordniator Amnesty International Turki.
Iklan
Enam orang, termasuk konsultan hak asasi warga Jerman, Peter Steudtner dan Direktur Amnesty International untuk Turki, Idil Eser, dimasukkan dalam tahanan sambil menunggu persidangan. Mereka ditangkap atas tuduhan membantu sebuah kelompok teror, tanpa rincian lebih lanjut. Penahanan pra-sidang di Turki bisa berlangsung hingga lima tahun.
"Enam orang dimasukkan ke dalam tahanan dan empat orang dibebaskan" oleh pengadilan Turki hari Selasa (18/7), kata periset Amnesty International Andrew Gardner. Peter Steudtner dilaporkan akan mendapat bantuan dari Konsulat Jerman saat berada dalam tahanan.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengecam penahanan Steudtner dan mengatakan bahwa hal itu "sungguh tidak dapat dibenarkan."
"Kami menyatakan solidaritas kami dengan dia dan aktivis lainnya yang ditangkap. Pemerintah Jerman akan melakukan semua yang bisa dilakukannya, pada semua tingkat, untuk membebaskannya," kata Merkel.
Kementerian luar negeri Jerman mengeluarkan pernyataan terpisah yang menyerukan pelepasan keenam aktivis tersebut secepatnya. "Menghubungkan seorang aktivis dan juru bicara hak asasi manusia dan demokrasi seperti Peter Steudtner dengan kelompok teroris tidak masuk akal," demikian disebutkan dalam pernyataan tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan bahwa "penuntutan seperti ini, dengan sedikit bukti atau transparansi, merongrong aturan hukum Turki dan kewajiban negara untuk menghormati hak individu."
Amerika Serikat menyatakan bahwa pihaknya "sangat prihatin" dengan gelombang penahanan di Turki. Uni Eropa membekukan perundingan keanggotaan Turki karena gelombang pembersihan oposisi terus berlanjut.
Peter Steudtner adalah pelatih hak asasi manusia yang telah bekerja di seluruh Afrika untuk organisasi seperti Bread for the World. Ketika sedang menyelenggarakan lokakarya pengelolaan keamanan tanpa kekerasan dan informasi digital, dia ditangkap 5 Juli lalu. Aparat keamanan langsung memasuki hotel di mana acara itu berlangsung di sebuah pulau di selatan Istanbul. Juga Idil Eser, Direktur Amnesty International di Turki, ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan pra-peradilan.
Dalam sebuah siaran pers, Amnesty Internasional mengecam penahanan itu sebagai "pukulan telak bagi hak-hak asasi di Turki." Tindakan ini juga menggambarkan bahwa tuduhan teror "tidak masuk akal."
Amnesti juga mengimbau politisi internasional agar tidak membungkam diri: "Para pemimpin di seluruh dunia harus berhenti tutup mulut dan bertindak seolah-olah mereka bisa melanjutkan bisnis seperti biasanya." Demikian pernyataan Amnesty Internasional.
Turki: Antara Kudeta Gagal dan Aksi Dukung Erdogan
Setahun setelah percobaan kudeta yang gagal di Turki, Presiden Erdogan dan pendukungnya gelar rapat akbar di Ankara demonstrasikan persatuan. Tapi tidak semua warga Turki mendukung acara tersebut.
Foto: DW/D. Cupolo
Kudeta Gagal dan Demonstrasi Kekuasaan
Kudeta gagal di Turki tahun 2016 sebabkan 250 orang tewas. Acara peringatan setahun sukses tumpas kudeta di Ankara dan Istanbul jadi demonstrasi bagi haluan masa depan negara Turki. Para pendukung presiden Erdogan berkumpul mendengarkan pidato di depan gedung Parlemen.
Foto: DW/D. Cupolo
Berbeda Pandangan
Banyak warga yang terlibat langsung melawan kudeta, untuk mendukung pemerintah yang terpilih secara demokratis, juga hadir dalam rapat akbar itu. Tapi tidak semuanya mendukung demokrasi. Seperti grup "serigala abu-abu" nama julukan partai gerakan nasionlistis ini, demonstrasikan salam partai ekstrim kanan Turki.
Foto: DW/D. Cupolo
Rela Mati demi Erdogan
Sureyya Kalayci (ki) dan putranya Sohn Ahmet (ka), menjadi aktivis yang memblokir jalanan di Ankara untuk menghentikan upaya kudeta militer setahun lalu. Saat peringatan setahun suskes tumpas kudeta, Kalayci memakai baju yang ia tulisi sendiri nyatakan kesetiaan pada Erdogan. "Cukup telefon saya, dan perintakan saya untuk mati, sayapun siap mati"
Foto: DW/Diego Cupolo
Pengawas Demokrasi
Plakat di sebuah gedung di Ankara ini bertuliskan: Kami terus memonitor demokrasi". Inilah dukungan bagi "demokrasi" pasca percobaan kudeta setahun silam. Sebagian penduklung Erdogan meyakini, bahwa pendukung imam Fetullah Gülen masih ada di dalam institusi pemerintahan, dan terus menyiapkan kudeta berikutnya.
Foto: DW/D. Cupolo
Percaya Kekuatan Nasional
Seorang demonstran mengatakan tertembak kakinya saat usaha kudeta yang gagal, dan menggeletak setahun di rumah sakit. Kini dia hadir dalam rapat akbar di Ankara, dan menyatakan siap membela negara. Ia menyebutkan, pengkhianat berusaha mempengaruhi militer lakukan kudeta. Tapi efeknya negara kini semakin kuat.
Foto: DW/D. Cupolo
Dukung Aksi Pembersihan
Demonstran yang membawa anak ini memakai ikat kepala bertuliskan "syuhada tak pernah mati. Tanah air tidak bisa dibagi". Banyak demonstran mendukung aksi pembersihan terhadap kelomopk anti Erdogan. Sejauh ini lebih 150.000 pegawai negeri dipecat dan lebih 50.000 orang ditahan di penjara. Demonstran ini menyebutkan, warga yang tidak bersalah tidak perlu takut.
Foto: DW/D. Cupolo
Demo Tandingan Pengritik Status Quo
Para pengritik situasi darurat dan represi terhadap tersangka lawan politik pemerintah gelar demo tandingan. Peserta aksi menentang kewenangan besar bagi tentara untuk melakukan tindakan apapun. Jika ada referendum, para penentang status quo akan memilih menolak dituasi darurat.
Foto: DW/D. Cupolo
Banyak Hak Sipil Dilenyapkan
Aktivis hak asasi manusia Seyma Urper menegaskan, banyak yang tidak ingin mendukung rapat akgar pendukung Erdogan. Pasca usaha kudeta, banyak pegawai negeri dipecat, dan walikota di Sirnak diganti oleh politisi pro AKP. Rakyat kehilangan banyak hak sipil. Banyak yang makin sulit menjalankan profesinya.
Foto: DW/D. Cupolo
Rindukan Kejayaan Usmaniyah
Dampak dari represi, menyebabkan Erdogan dipandang banyak pendukungnya sebagai penguasa tunggal di Turki. Ia dianggap sebagai tokoh yang bisa mengembalikan kejayaan Turki seperti di masa kekaisaran Usmaniyah yang runtuh 100 tahun lalu. Hal ini terlihat dari banner yang dibawa dengan tulisan :"Kami cucu Usmaniyah. Recep Tayyip Erdogan."
Foto: DW/D. Cupolo
Semua Mengharap Erdogan Terpilih Kembali?
Demostran pendukung Erdogan mengusung bendera bertuliskan. "Tetap kuat, rakyat mendukungmu". Tapi banyak yang diam-diam mengharapkan hal sebaliknya. Seorang sopir taksi mengatakan, jika Erdogan terpilih kembali 2019, Turki akan jadi ngara Syariah. Bagi pria ini bukan masalah, tapi bagi perempuan akan jadi masalah berat. Penulis:Diego Cupolo (as/ap)