Pemerintah Jerman pada Rabu (29/8) akhirnya mengembalikan sisa tulang-belulang milik suku asli Namibia yang dibantai secara massal pada masa pendudukan Jerman awal abad 20.
Iklan
Tulang-belulang itu adalah milik orang-orang dari suku Herero dan Nama, yang merupakan penduduk asli di wilayah yang sekarang menjadi teritorial Namibia. Sisa jenazah manusia itu disimpan di berbagai rumah sakit, museum dan universitas di Jerman selama beberapa dekade.
Pihak Jerman saat itu memutuskan untuk menyimpan tulang-tulang itu terkait dengan percobaan ilmiah yang bersifat rasial dan terkait dengan kebrutalan pasukan kolonial Jerman di negara di wilayah barat daya Afrika itu.
Antara 1904 dan 1908, tentara kekaisaran Jerman membantai sekitar 65.000 orang dari suku Herero dan 10.000 orang dari suku Nama. Kedua suku ini menolak perampasan tanah oleh penjajah Jerman.
Para sejarawan menyebut peristiwa brutal ini sebagai "genosida pertama abad ke-20."
Sebelumnya, Jerman telah mengembalikan sebagian sisa jenazah manusia ke Namibia. Jerman juga masih berdebat tentang bagaimana mereka akan menghadapi dan memperingati pembunuhan massal ini.
Aktivis dari Namibia pun menuntut Berlin untuk meminta maaf atas pembantaian ribuan orang tersebut dan membayar kompensasi.
Genosida yang tidak diakui
Vekuii Rukoro, seorang pengacara Namibia yang juga politisi dan perwakilan suku Herero, mengucapkan kata-kata tajam bagi pemerintah Jerman pada upacara hari Rabu (29/8).
"Genosida. Di sana kami menyebutnya begitu. Begitu juga dengan pihak oposisi pemerintah Jerman, publik Jerman dan masyarakat dunia. Satu-satunya pihak yang kesulitan menyebutnya demikian hanya pemerintah Jerman dan Namibia. Ada sesuatu yang salah dengan kedua pemerintah ini."
"Generasi Jerman pada saat ini memang tidak melakukan genosida terhadap nenek moyang kami, suku Herero dan Nama. Namun generasi sekarang dan masa depan Jerman harus mengakui bahwa ada genosida yang terjadi dan dilakukan atas nama Jerman," kata Menteri Kebudayaan Namibia Katrina Hanse-Himarwa in Berlin.
"Permintaan maaf atas genosida ini akan membuat ini menjadi sejarah bersama dan cerita kita bersama."
Manase Zeraek, seorang perwakilan suku tradisional Namibia mengatakan: "Kita semua setuju kalau mereka (pemerintah Jerman) harus meminta maaf dan membayar biaya perbaikan." Namun Berlin menolak untuk membayar biaya tersebut.
"Bagi pemerintah Jerman, penggunaan istilah 'genosida' tidak lantas menyebabkan mereka berkewajiban hukum untuk melakukan reparasi, tetapi mereka punya kewajiban politik dan moral untuk menyembuhkan luka. Kami berpegang pada posisi itu," Ruprecht Polenz, negosiator Jerman dalam pembicaraan dengan Namibia, mengatakan kepada DW dua tahun lalu.
Jerman berpendapat bahwa ratusan juta euro yang telah dikucurkan ke Namibia untuk bantuan pembangunan sejak perolehan kemerdekaan tahun 1990 adalah "untuk kepentingan semua rakyat Namibia."
Sejarah Kebiadaban Kolonial Jerman
Jejak kolonialisme Jerman sudah banyak dilupakan. Namun kebiadaban pemerintahan kolonial lebih dari seabad silam masih menghantui hingga kini. Inilah penggalan sejarah kelam Jerman yang tak tuntas.
Foto: public domain
'Masa depan di Samudera'
Di Bawah kanselir Otto von Bismarck, Jerman menjajah Namibia, Kamerun, Togo dan sebagian wilayah Tanzania dan Kenya. Warisan Bismarck dilanjutkan Kaisar Wilhelm II (gambar) dengan membangun armada laut untuk memperluas wilayah kolonial Jerman. Bismarck sebenarnya bukan "pria kolonial." Agresi Jerman dilakukan cuma buat "melindungi rute perdagangan."
Foto: Hulton Archive/Getty Images
Jajahan Jerman
Jerman lalu membeli sejumlah wilayah jajahan di Pasifik, antara lain wilayah utara Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Marshall dan Solomon serta Qingdao di Cina. Sebuah konfrensi negara kolonial Eropa di Brussels tahun 1890 juga menelurkan hak buat Jerman untuk menduduki kerajaan Rwanda dan Burundi. Hingga akhir abad ke-19, perluasan wilayah kolonial Jerman resmi berakhir.
Foto: picture-alliance / akg-images
Manusa Kelas Dua
Populasi "kulit putih" di wilayah jajahan Jerman tidak lain adalah sekelompok kecil warga Eropa yang menikmati berbagai hak dan imunitas. Tahun 1914 sebanyak 25 ribu warga Jerman hidup di wilayah kolonial, hampir separuhnya menetap di Namibia. Sementara 13 juta penduduk lokal dianggap sebagai manusia kelas dua tanpa hak sipil.
Foto: picture-alliance/dpa/arkivi
Genosida Pertama Abad ke-20
Pembantaian terhadap etnis Herero dan Nama di Namibia adalah kejahatan terbesar Jerman di era kolonialisme. Pada pertempuran Waterberg, 1904, pasukan Jerman memblokir akses terhadap air buat pemberontak Herero yang melarikan diri ke gurun Namib. Akibatnya 60.000 orang mati kehausan.
Foto: public domain
Kejahatan yang Terlupakan
Cuma sekitar 16.000 anggota etnis Herero yang hidup setelah pemberontakan gagal. Mereka ditahan di kamp konsentrasi. Hasilnya sebagian meninggal dunia. Hingga kini jumlah pasti korban masih diliputi misteri. Berbeda dengan kejahatan NAZI di Perang Dunia II, Jerman belum pernah membayar ganti rugi atas pelanggaran HAM di era kolonialisme.
Foto: public domain
Alergi Masa Lalu
Antara 1905 dan 1907 berbagai kelompok etnis di wilayah yang kini bernama Burundi, Tanzania dan Rwanda bersatu untuk melawan Jerman setelah penduduk dipaksa menanam kapas untuk diekspor. Sekitar 100.000 pasukan pemberontak tewas dalam perang Maji-Maji. Hingga kini sejarah kelam tersebut jarang dibahas di Jerman. Sebaliknya pemberontakan itu adalah bagian penting dalam sejarah Tanzania.
Foto: Downluke
Reformasi Dernburg
Setelah berbagai perang pemberontakan, Jerman akhirnya merestrukturisasi pemerintahan kolonial untuk memperbaiki situasi penduduk di wilayah jajahan. Bernhard Dernburg (gambar) yang seorang pengusaha itu diangkat sebagai Menteri Kolonial dan menggulirkan reformasi untuk memperbaiki kebijakan Jerman di wilayah jajahannya. Dernburg terutama membidik manfaat ekonomi dari kolonialisme.
Foto: picture alliance/akg-images
Akhir Kolonialisme
Takluk di Perang Dunia I, Jerman lalu menandatangani perjanjian damai di Versailles tahun 1919. Dalam proses negosiasi Berlin harus menarik diri dari semua wilayah jajahannya. Akibatnya kas negara yang hampir kosong akibat perang semakin menciut. Jerman pun memasuki dekade penuh ketidakpastian ekonomi.
Foto: ullstein bild - histopics
Perundingan Alot
Negosiasi seputar pembantaian etnis Herero dan Nama kini memasuki fase tersulir. Jerman masih enggan memberikan uang ganti rugi. Perwakilan Herero akhirnya mengajukan keberatan resmi kepada PBB setelah tidak dilibatkan dalam proses perundingan.