1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
MigrasiJerman

Jerman Kian Banyak Datangkan Pekerja dari Luar Negeri

Rosalia Romaniec
29 Januari 2024

Jerman butuh pekerja terampil. Di Vietnam, Menteri Tenaga Kerja Hubertus Heil menandatangani kesepakatan mendatangkan pekerja terampil. Namun, kekhawatiran mengenai xenofobia di Jerman meningkat.

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier disambut hangat di Ho-Chi-Minh City, Vietnam
Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier disambut hangat di Ho-Chi-Minh City, Vietnam Foto: Bernd von Jutrczenka/dpa/picture alliance

Saat Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Menteri Tenaga Kerja Hubertus Heil tiba di Universitas Jerman-Vietnam di Ho Chi Minh City, mereka terkejut.

Di sana, ibarat bintang rock, keduanya disambut jeritan antusias para siswa, beberapa di antaranya akan bekerja di perusahaan-perusahaan di Jerman.

Tepuk tangan juga bergemuruh saat kedatangan 'selebriti politik' tersebut di Goethe Institut di Hanoi, Vietnam. Sekitar 6.000 anak muda Vietnam belajar bahasa Jerman setiap tahunnya. Tujuh kali lipatnya juga mendaftar untuk menjalani tes bahasa yang akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan pelatihan kejuruan atau belajar di Jerman.

Sejak undang-undang terbaru tentang imigrasi tenaga kerja terampil disahkan pada akhir tahun 2023, politisi tingkat tinggi Jerman telah mempromosikan pendatangan pekerja terampil di luar negeri dengan lebih gencar.

Pekerja terampil dari Vietnam

Diaspora Vietnam di Jerman kini telah berkembang menjadi lebih dari 200.000 orang. Vietnam secara demografis masih muda dan karena itu tidak terancam oleh "brain drain” seperti banyak negara lain. Para pemimpin di Vietnam juga tampak sangat tertarik dengan kesepakatan bersama dalam memperbaiki pengaturan migrasi tenaga kerja dari Vietnam ke Jerman.

Goethe-Institut memegang peran penting dalam hal ini. Phuong Phan yang berusia 22 tahun tengah belajar bahasa Jerman agar nantinya dapat bekerja di industri perhotelan dan katering di Thüringen. Negara bagian ini adalah salah satu negara bagian pertama yang menandatangani perjanjian bilateral dengan Vietnam beberapa tahun lalu. 

Orang tua Phuong Phan mendukungnya. Setiap hari di internet, perempuan muda ini mencari tahu segala hal tentang "Jerman yang indah." Namun baru-baru ini dia menemukan sesuatu yang tidak menyenangkan di dunia maya: xenofobia, terutama di wilayah timur Jerman. Dia enggan mengomentari hal ini dalam wawancara dengan DW. Namun ia mengakui topik ini juga dibahas dalam kelas pelajaran bahasa Jermannya.

Butuh 400.000 pekerja terampil tiap tahun

Menurut Badan Ketenagakerjaan Federal, terdapat 1,73 juta lowongan pekerjaan di Jerman. Berbeda dengan keadaan pada 60 tahun lalu, saat Jerman sangat membutuhkan pekerja industri. Kini yang dicari adalah para spesialis berkualifikasi tinggi dan orang-orang yang berbekerja di bidang jasa. Saat ini, Jerman membutuhkan sekitar 400.000 orang per tahun, menurut penelitian.

Menteri Tenaga Kerja Hubertus Heil baru-baru ini melakukan perjalanan ke Brasil, India, dan Kenya dan mempromosikan Jerman sebagai negara target untuk bekerja. Sekarang ia ke Vietnam. "Dengan Undang-Undang Imigrasi Terampil kita telah memperbaiki kondisi kerangka kerja, sekarang tinggal praktiknya," kata Heil kepada DW di Hanoi.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Tumpang tindihnya tanggung jawab

Secara resmi, Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab atas masuknya pekerja terampil asing. Namun pada praktiknya, tanggung jawab tersebut tumpang tindih. Salah satu contoh adalah sekitar 300.000 pencari suaka di Jerman yang, jika gagal mendapatkan pekerjaan, tidak akan dimasukkan ke dalam pasar tenaga kerja dan harus meninggalkan negara tersebut.

Sepersepuluh dari mereka sekarang adalah warga Turki – sebagian besar adalah kaum muda, terpelajar, dan berpikiran liberal yang ingin melarikan diri dari rezim Erdogan. Namun hanya 10 pencari suaka asal Turki yang menerima perlindungan di Jerman.

Kementerian Luar Negeri Jerman juga dikenal dengan prosedur visanya yang panjang. Ini menjadi salah satu hambatan bagi pekerja terampil. Kementerian Urusan Ekonomi, Kementerian Tenaga Kerja dan Badan Ketenagakerjaan Federal ikut menangani masalah ini. Selain itu, ada juga organisasi seperti Badan Kerjasama Internasional, GIZ, dan sejumlah Yayasan yang terlibat dalam mendatangkan pekerja dari luar Jerman. 

Banyak perusahaan mempunyai program rekrutmen dan pelatihan sendiri karena birokrasi sektor publik terlalu lambat bagi mereka. Toan Nguyen, Direktur Pelaksana Akademi TY, yang menyalurkan staf perawat Vietnam di Jerman, mengeluhkan "terlalu banyaknya kontak dan masih banyak rintangan dalam pengakuan kualifikasi.”

Masalah perdagangan manusia

Di sisi lain, ada pula permasalahan perdagangan manusia. Di Asia Tenggara, sebagian besar perempuanlah yang diperdagangkan dengan cara ini dan kemudian berakhir pada pekerjaan buruk di Jerman atau bahkan di rumah bordil.

"Kita harus menghentikan praktik ini melalui imigrasi resmi,” kata Steinmeier di Vietnam. Perjanjian bilateral yang baru saja ditandatangani dimaksudkan untuk memberikan jalan dan pendampingan mengenai kondisi kerja yang adil dan perantara kerja yang serius, serta pertemuan rutin antara para ahli dari kedua negara mengenai migrasi tenaga kerja.

Di bawah bayangan xenofobia

Laporan terkini mengenai xenofobia di Jerman dipandang lebih meresahkan di luar negeri. Menteri Tenaga Kerja Hubertus Heil mengatakan dalam sebuah wawancara dengan DW bahwa tindakan tentang ini harus diambil sebelum terlambat.

"Kita harus membuat masalah ini jelas di Jerman, bahwa kita tidak bisa menjamin kesejahteraan kita tanpa mendatangkan pekerja dari luar negeri," kata Heil. 

Xenofobia meningkat di Jerman. Namun di banyak kota, seperti di Bremen (dalam foto), juga banyak yang berdemonstrasi menentang xenofobia dan ekstremisme sayap kananFoto: Carmen Jaspersen/dpa/picture alliance

Orang Vietnam yang sudah tinggal di Jerman juga merasa prihatin dengan masalah ini. Salah satunya adalah Huong Trute yang turut diundang oleh Presiden Steinmeier dalam perjalanannya ke Vietnam.

Pemilik restoran Vietnam ini telah tinggal di Jerman selama 40 tahun dan melaporkan bahwa dia baru-baru ini banyak ditanyai mengenai xenofobia oleh rekan senegaranya di Vietnam.

Setelah mengunjungi para calon pekerja di Goethe Institut, Huong Trute mengatakan: "Sejujurnya? Jika saya berkesempatan membawa anak-anak muda ini ke tempat lain, saya akan melakukannya." Perkembangan di Thüringen menurutnya semakin buruk dan itu membuatnya khawatir. (ae/hp)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait