1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Rumit Jerman dan Korea Utara

9 Desember 2017

Korea Utara punya hubungan bilateral dengan Jerman Timur (DDR) selama beberapa dekade. Sejak penyatuan Jerman, 1990, hubungan dengan Korea Utara tetap ada, tapi tidak pernah mudah.

Kedutaan Besar Jerman di area luas di Pyongyang
Gedung Kedutaan Besar Jerman di PyongyangFoto: picture-alliance/dpa/Auswärtiges Amt

Jerman akan menarik seorang staf kedutaannya dari Pyongyang, dan Korea Utara akan menarik stafnya dari Berlin. Tapi hubungan diplomatis antara Jerman dan Korea Utara tidak boleh putus. Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Jerman Siegmar Gabriel pekan lalu di Washington, dalam rangka pertemuan dengan menteri luar negeri AS Rex Tillerson. Pengurangan jumlah staf sudah dilakukan Juli lalu oleh Jerman, yang ketika itu memulangkan dua staf Korea Utara. Pengurangan terakhir dilakukan sebagai reaksi atas uji coba roket oleh Korea Utara.

Di Korea Utara, perwakilan resmi negara lain jumlahnya tidak sampai 30 negara. Jerman salah satunya, yaitu di area sangat luas, bekas kedutaan Jerman Timur atau DDR. Di area itu jugalah berdiri kedutaan negara lain, misalnya Inggris dan Swedia. Area luas itu menunjukkan eratnya hubungan  DDR dengan Korea Utara di masa lalu.

Ikatan Korea Utara dan Jerman Timur di masa lalu

DDR dulu jadi salah satu mitra penting Korea Utara dalam Blok Timur di masa perang dingin. Tahun 1949 kedua negara sudah punya hubungan diplomatis. 1950 pecah perang antara Korea Utara dan Selatan.

Tiga tahun setelahnya, perang berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata. Ketika itu sekitar 2,5 juta orang di Korea Utara kehilangan nyawanya. Negara itu juga sangat butuh pertolongan, dan bantuan antara lain datang dari Berlin Timur.

Bantuan besar Jerman Timur

Salah satu bantuan paling berarti dari Jerman Timur adalah Proyek Hamhung. Ini adalah kota pelabuhan kedua terbesar setelah Pyongyang. Hamhung luluh lantak akibat pemboman oleh AS selama masa perang. Bernd Stöver, pakar sejarah global di Universitas Potsdam menerangkan, "Ketika itu DDR menginvestasikan dana jutaan untuk pembangunan kembali." Antara 1954 dan 1962 berdiri di sana pemukiman, kawasan industri, rumah sakit dan sekolah dengan bantuan DDR.

Selain itu, politisi kedua negara juga saling mengunjungi, demikian Stöver. Tetapi hubungan bilateral lebih berupa hubungan politik, dan bukan hubungan erat.

Sokongan finansial menurun

Sejak 1960-an hubungan dagang mulai mundur, kata Stöver. Ia menerangkan, yang jadi hal utama adalah uang, dan itu masalahnya. DDR makin mengurangi sokongannya, karena keadaan ekonominya juga tambah sulit. “Dan pada dasarnya DDR tidak perlu barang yang dijual Korea Utara."

Berbeda dengan bidang politik. Kerja sama di bidang ini, juga persahabatan antar warganya dianggap penting oleh pemerintah kedua negara. Misalnya, mahasiswa Korea Utara dikirim ke DDR untuk belajar cara membangun kembali negara mereka. Warga Korea Utara juga dipekerjakan di DDR hingga penyatuan kembali Jerman. Tapi mereka tidak diintegrasikan ke dalam masyarakat DDR.

Jeda akibat Penyatuan Jerman 1990

Rubuhnya tembok Berlin November 1989 dan penyatuan kembali Jerman 1990 jadi penanda era baru hubungan dengan Korea Utara. Pemerintah di Pyongyang menawarkan pemimpin DDR, Erich Honecker, suaka di negaranya. Tetapi Honecker memilih Chili.

Setelah itu, hubungan dengan Korea Utara beku selama lebih dari satu dekade. 1 Maret 2001 Jerman secara resmi membuka hubungan diplomatis dengan Korea Utara, tapi tidak seluas DDR. Jumlah staf Kedutaan Jerman di Pyongyang tidak sampai 10 orang.

Jerman hanya “penonton“

Pengaruh Jerman atas pemimpin Korea Utara juga tidak berarti, kata pakar sejarah Bernd Stöver. "Jerman hanya ibaratnya penonton, baik dalam hal HAM, juga masalah roket dan nuklir. Yang berperan kuat terutama Cina, juga Rusia tapi terbatas."

Walaupun peran sangat kecil, pemerintah Jerman tetap menganggap adanya kedutaan di Korea Utara penting secara strategis, ditambahkan Stöver. Tapi faktanya, Jerman tidak penting di bagian dunia itu. Dalam krisis yang terjadi sekarang, Berlin juga tidak punya alat apapun untuk bisa ikut memberikan solusi. Jadi penarikan staf kedutaan hanyalah langkah simbolis. Demikian dijelaskan Stöver.

Pendekatan dari arah lain

Sejak mulainya hubungan diplomatis 17 tahun lalu, menurut Kementerian Luar Negeri Jerman, menteri Jerman belum pernah berkunjung ke Korea Utara. Sebaliknya, Menteri Olah Raga Korea Utara pernah datang tahun 2011 untuk menghadiri pertandingan pembukaan Piala Sepak Bola Perempuan. Tapi anggota parlemen Bundestag dan politisi lain pernah berkunjung ke Korea Utara.

2015, Bärbel Höhn wakil fraksi Partai Hijau di Bundestag termasuk delegasi ke Korea Utara. Setelah kembali, ia mengatakan dalam wawancara dengan DW, Jerman tidak bisa berperan besar di sana, dan hanya bisa memberikan saran atau jadi perantara bagi kedutaan lain.

Mewakili Jerman di Pyongyang

Salah satu tema yang dibicarakan ketika itu termasuk masalah peka seperti warga Korea Utara yang kelaparan. Bärbel Höhn mengungkap, mereka sudah bersikap terbuka dan berkonsultasi erat dengan Duta Besar Jerman.

Nama Duta Besar Jerman untuk Korea Utara adalah Thomas Schäfer (65). Ia pakar Korea Utara dan sangat berpengelaman. Ia sudah kedua kalinya menjadi Duta Besar Jerman untuk Korea Utara. Sampai ada keputusan berikutnya dari Menteri Luar Negeri Siegmar Gabriel, Jerman tetap akan punya kedutaan di Korea Utara. Tapi sejak pekan lalu, anggota stafnya berkurang satu lagi.

 

Penulis: Esther Felden (ml/vlz)