Jerman Kurang Menarik Bagi Tenaga Profesional Asing
11 Maret 2023
Jerman sedang mencoba membujuk lebih banyak pekerja terampil asing untuk bekerja di Jerman mengisi kelangkaan tenaga kerja. Tapi studi baru menunjukkan bahwa Jerman kurang menarik bagi pekerja asing.
Iklan
Jerman kurang menarik bagi pekerja asing yang andal, menurut studi terbaru yayasan Bertelsmann dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD. Dalam studi berjudul "Indikator Daya Tarik Bakat", yang dirilis pada Kamis (9/3), peringkat Jerman turun dari peringkat 12 pada 2019 menjadi peringkat 15 tahun ini di antara 38 negara OECD yang disurvei. Indeksnya didasarkan pada tujuh indikator yang dinilai menarik oleh pekerja asing: kualitas peluang, pendapatan dan pajak, prospek masa depan, lingkungan keluarga, lingkungan keterampilan, inklusivitas, dan kualitas hidup.
Studi ini membagi empat kelompok profesional: spesialis berkualifikasi tinggi, pebisnis, pendiri start-up, dan mahasiswa internasional. Hasilnya antara lain: hanya dalam satu kelompok saja, yaitu mahasiswa, Jerman masuk ke peringkat 10 besar. Sedangkan empat negara terfavorit adalah Selandia Baru, Swedia, Swiss, dan Australia, dengan Inggris dan AS di tempat ke-7 dan ke-8.
Profesi yang Dicari di Jerman
Jerman kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu. Sehingga kini Jerman berusaha rekrut dari negara-negara di luar Uni Eropa. Pemerintah dan para pemimpin bisnis sudah capai kesepakatan. Berikut enam di antaranya.
Foto: imago/Westend61
Pekerja bidang metalurgi
Untuk menambah pekerja di bidang ini, pemerintah membuat rencana untuk mengurangi birokrasi sehingga Jerman tampak lebih menarik bagi pekerja dari luar negeri.
Foto: Imago Images/photothek/T. Trutschel
Insinyur bidang listrik
Selain itu, para pemimpin bisnis juga setuju akan membantu para pekerja yang datang dari luar negeri untuk bisa berbahasa Jerman, mencari tempat tinggal yang sesuai, dan membantu melalui sulitnya birokrasi.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Perawat di rumah sakit
Pekerjaan ini kerap melibatkan tekanan tinggi terhadap pekerja, ditambah lagi stres karena mengurus orang sakit. Dalam kesepakatan yang dicapai pemerintah Jerman dan para pemimpin bisnis, pekerja dari luar negeri juga akan mendapat kemudahan mengurus izin tinggal di Jerman serta dapat segera mulai bekerja.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Karmann
Perawat lanjut usia
Seperti halnya perawat orang sakit, perawat lansia juga kerap mengalami stres berat, apalagi jika orang lanjut usia yang diurus juga menderita sakit. Untuk mempermudah pekerja yang berminat datang dan mulai bekerja di Jerman, kualifikasi dari negara lain akan mendapat pengakuan lebih mudah.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Charisius
Ilmuwan komputer
Ilmuwan bidang komputer dan pengembang piranti lunak juga termasuk profesi yang jumlahnya sedikit di Jerman. Menteri Perekonomian Jerman, Peter Altmaier mengatakan, perekonomian Jerman bisa lebih berkembang lagi, jika punya lebih banyak pekerja yang handal di bidangnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk/C. Gateau
Juru masak
Ternyata Jerman juga kekurangan juru masak handal. Untuk menutupi kekurangan di bidang ini dan bidang-bidang lain, pemerintah sudah berusaha untuk menarik pekerja berkualifikasi antara lain dari Meksiko, Filipina, Brazil, India, serta Vietnam. (Sumber: AFP, dpa, AP; Ed.: ml/rap)
Foto: imago/Westend61
6 foto1 | 6
Hambatan Jerman: Masalah bahasa
Pria Rumania, Mara (30 tahun), sudah punya pengalaman bekerja di negara asing. Sebelum tinggal dan bekerja di Jerman, dia pernah tinggal di Inggris. Sekarang dia tinggal di Berlin dan bekerja di bidang periklanan. Tapi baru setahun bekerja di Jerman, dia merencanakan untuk pindah lagi. "Mungkin saya akan tinggal satu atau dua tahun lagi, tapi saya tidak merencanakan tinggal jangka panjang lagi," katanya kepada DW. "Saya tinggal di Jerman, tetapi saya tidak melihat diri saya di sini selama lima atau 10 tahun ke depan."
Iklan
Mendapatkan pekerjaan bagi Mara adalah bagian yang mudah. Tapi setelah mendapat pekerjaan, dia berjuang dengan birokrasi dan sulitnya menemukan apartemen di Berlin. Dan tentu saja, dia harus belajar bahasa Jerman. Selama ini dia bekerja dalam bahasa Inggris.
Soal birokrasi, Jerman memang termasuk negara yang sulit bagi tenaga kerja asing. "Tentu saja, saya tidak bisa meminta orang di Jerman untuk tidak berbicara bahasa Jerman. Saya tidak akan pernah melakukan itu," kata Mara. "Tapi saya pribadi merasa agak aneh ketika mereka meminta dokumen-dokumen, dan saya tidak bisa mengerti apa-apa. Waktu saya bertanya apakah mereka berbicara bahasa Inggris, mereka biasanya menjawab 'tidak' dengan sangat cepat dan dengan keras."
Kami Berasal dari Sini: Kehidupan Keturunan Turki-Jerman dalam Gambar
Untuk merayakan ulang tahun ke-60 kesepakatan penerimaan pekerja migran asal Turki di Jerman, museum Ruhr memamerkan foto-foto karya fotografer asal Istanbul, Ergun Cagatay.
Fotografer Ergun Cagatay dari Istanbul, pada 1990 mengambil ribuan foto warga keturunan Turki yang berdomisili di Hamburg, Köln, Werl, Berlin dan Duisburg. Ini akan dipajang dalam pameran khusus “Kami berasal dari sini: Kehidupan keturunan Turki-Jerman tahun 1990” di museum Ruhr. Pada potret dirinya dia memakai pakaian pekerja tambang di Tambang Walsum, Duisburg.
Dua pekerja tambang bepose usai bertugas di tambang Walsum, Duisburg. Dipicu kemajuan ekonomi di tahun 50-an, Jerman menghadapi kekurangan pekerja terlatih, terutama di bidang pertanian dan pertambangan. Menindak lanjuti kesepakatan penerimaan pekerja migran antara Bonn dan Ankara pada 1961, lebih dari 1 juta “pekerja tamu” dari Turki datang ke Jerman hingga penerimaan dihentikan pada 1973.
Ini foto pekerja perempuan di bagian produksi pelapis interior di pabrik mobil Ford di Köln-Niehl. “Pekerja telah dipanggil, dan mereka berdatangan,” komentar penulis Swiss, Max Frisch, kala itu. Sekarang, komunitas Turki, dimana kini sejumlah keluarga imigran memasuki generasi ke-4, membentuk etnis minoritas terbesar di Jerman dengan total populasi sekitar 2.5 juta orang.
Foto menunjukan keragaman dalam keseharian orang Turki-Jerman. Terlihat di sini adalah kedelapan anggota keluarga Hasan Hüseyin Gül di Hamburg. Pameran foto di museum Ruhr ini merupakan liputan paling komprehensif mengenai imigran Turki dari generasi pertama dan kedua “pekerja tamu.”
Saat ini, bahan makanan seperti zaitun dan keju domba dapat ditemukan dengan mudah di Jerman. Sebelumnya, “pekerja tamu” memenuhi mobil mereka dengan bahan pangan itu saat mereka balik mudik. Perlahan-lahan, mereka membangun pondasi kuliner Turki di Jerman, untuk kenikmatan pecinta kuliner. Di sini berpose Mevsim, pemilik toko buah dan sayur di Weidengasse, Köln-Eigelstein.
Anak-anak bermain balon di Sudermanplatz, kawasan Agnes, Köln. Di tembok yang menjadi latar belakang terlihat gambar pohon yang disandingkan dengan puisi dari Nazim Hikmet, penyair Turki: “Hidup! Seperti pohon yang sendiri dan bebas. Seperti hutan persaudaraan. Kerinduan ini adalah milik kita.” Hikmet sendiri hidup dalam pengasingan di Rusia, hingga dia meninggal pada 1963.
Di sekolah baca Al-Quran masjid Fath di Werl, anak-anak belajar huruf-huruf Arab agar dapat membaca Al-Quran. Itu adalah masjid dengan menara pertama yang dibuka di Jerman pada tahun 90-an. Sejak itu warga Turki di Jerman tidak perlu lagi pergi ke halaman belakang untuk shalat atau beribadah.
Cagatay, sang fotografer berbaur dengan para tamu di sebuah pesta pernikahan di Oranienplatz, Berlin-Kreuzberg. Di gedung perhelatan Burcu, para tamu menyematkan uang kepada pengantin baru, biasanya disertai dengan harapan “semoga menua dengan satu bantal.” Pengantin baru menurut tradisi Turki akan berbagi satu bantal panjang di atas ranjang pengantin.
Tradisi juga tetap dijaga di tanah air baru ini. Di pesta khitanan di Berlin Kreuzberg ini, “Masyaallah” tertulis di selempang anak sunat. Itu artinya “terpujilah” atau “yang dikehendaki tuhan.” Pameran antara lain disponsori Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain di Essen, Hamburg dan Berlin, pameran juga akan digelar di Izmir, Istanbul, dan Ankara bekerjasama dengan Goethe Institute. (mn/as)
Padahal Jerman sangat membutuhkan pekerja terampil asing. Menurut perhitungan Institut Penelitian Ketenagakerjaan IAW, negara ini membutuhkan 400.000 imigran setiap tahunnya untuk mengisi kekosongan di pasar kerja.
Tetapi tidak akan mudah membujuk tenaga kerja asing untuk datang ke Jerman, kata Paul Becker, ilmuwan sosial di lembaga penelitian Berlin Minor. Apalagi untuk membujuk mereka yang sudah ada di jerman untuk tetap berada di sini dan tidak pindah ke negatra lain, yang menurut mereka lebih menarik. "Sngat penting untuk memastikan tidak hanya lebih banyak imigrasi, tetapi juga lebih sedikit pekerja terampil yang pergi lagi dan tetap tinggal di Jerman bersama keluarga mereka," tulisnya dalam sebuah studi baru yang dirilis pada bulan Februari. Penelitian Becker menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang datang ke Jerman untuk bekerja pergi setelah hanya tiga atau empat tahun.
Berdasarkan survei terhadap 1.885 orang yang telah meninggalkan Jerman, serta 38 wawancara panjang, studi IAB menemukan serangkaian faktor kompleks yang menyebabkan orang pergi lagi dari Jerman, mulai dari izin tinggal, tidak dapat menemukan pekerjaan yang cocok, tidak dapat membawa keluarga, biaya hidup yang tinggi, dan masalah pribadi. Alasan yang paling sering diberikan cukup sederhana: Masalah aturan-aturan yang terkait dengan izin tinggal.
Diskriminasi juga menjadi salah satu faktor, meski secara keseluruhan hanya faktor yang relatif kecil: Hanya sekitar 5% dari mereka yang ditanyai oleh IAW menyebut diskriminasi sebagai faktor dalam keputusan mereka untuk pergi lagi. Tapi situasinya berbeda untuk tenaga profesional dari negara non-Eropa. Dua pertiga tenaga kerja berkualifikasi tinggi dari negara non-Eropa mengatakan bahwa mereka telah mengalami diskriminasi, baik dari pihak berwenang atau di tempat kerja.