1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeJerman

Jerman Larang Keberadaan Organisasi Radikal Tauhid Berlin

25 Februari 2021

Dituduh melawan tatanan dasar demokrasi yang bebas dan terindikasi sebagai organisasi radikal, Tauhid Berlin secara resmi dilarang di Jerman.

Dua orang polisi dalam sebuah razia di Berlin, Jerman
Polisi merazia properti yang dihuni oleh anggota Jama'atu Berlin atau dikenal juga dengan nama Tauhid Berlin.Foto: Paul Zinken/dpa/picture alliance

Pihak berwenang di ibu kota Jerman, Berlin, mengumumkan larangan terhadap kelompok Islam radikal Jama'atu Berlin, atau yang juga dikenal dengan nama Tauhid Berlin, menyusul serangkaian razia yang dilakukan oleh polisi.

Lewat akun di Twitternya, Senat Berlin mengatakan bahwa pihak kepolisian Berlin dan Brandenburg telah melakukan penggerebekan besar-besaran pada Kamis (25/02) pagi waktu setempat di sejumlah properti milik anggota kelompok tersebut.

Seorang juru bicara yang dikutip oleh kantor berita Jerman, dpa, mengatakan sekitar 800 polisi, termasuk pasukan komando operasi khusus, ikut ambil bagian dalam razia yang menargetkan distrik Reinickendorf, Moabit, Wedding dan Neukölln di Berlin.

Belum ada laporan tentang adanya penangkapan anggota kelompok ini.

Apa yang dituduhkan terhadap kelompok Tauhid Berlin?

Seorang juru bicara Departemen Dalam Negeri Senat Berlin mengatakan kepada kantor berita Jerman, epd, bahwa Jama'atu Berlin dituduh melawan tatanan dasar demokrasi yang bebas, mengagungkan simpati terhadap organisasi ISIS, menganjurkan pembunuhan terhadap warga nonmuslim, dan sangat mengusung sentimen anti-Semit.

Kelompok tersebut diyakini memiliki sekitar 20 anggota, beberapa di antaranya pernah menarik perhatian warga Berlin setelah membagikan selebaran di beberapa bagian di kota itu. Mereka seringnya mengadakan pertemuan di apartemen pribadi, yang terkadang letaknya tidak begitu jauh dari markas dinas rahasia Jerman (BND).

Surat kabar Tagesspiegel melaporkan bahwa pengikut kelompok tersebut sebelumnya rutin mengunjungi Masjid Fussilet yang telah ditutup pada tahun 2017. Anis Amri, warga negara Tunisia yang melakukan serangan di pasar Natal Berlin pada tahun 2016 dan menewaskan 12 orang, juga sering mengunjungi masjid tersebut, demikian menurut pihak berwajib.

Dua polisi berjaga di pintu masuk Masjid Fussilet di distrik Moabit di Berlin yang telah ditutup. Foto diambil pada Februari 2017.Foto: Reuters

Dalam laporan tahun lalu, BND mengatakan bahwa jumlah pengikut aliran Salafi telah meningkat di Jerman ke level tertinggi sepanjang masa yakni sebesar 12.150 jiwa pada 2019. Pihak intelijen Jerman mencantumkan mereka ke dalam daftar "ekstremis Islam".

Dikatakan pula bahwa jumlah pengikut Salafi meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak 2011 dan bahwa kelompok Salafi di Jerman saat ini tengah melalui tahap konsolidasi. Pengikut aliran ini sering kali tidak menonjolkan diri di depan umum. 

'Pemimpin' ISIS di Jerman dihukum penjara

Hanya sehari sebelumnya, yakni pada Rabu (24/02), pengadilan di kota Celle, Jerman utara, menjatuhkan putusan hukuman terhadap seorang pengkhotbah Islam radikal dan tiga terdakwa karena merekrut dan meradikalisasi anak muda di Jerman untuk kelompok teroris ISIS.

Abu Walaa, imam tersebut, dijatuhi hukuman 10 setengah tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 11,5 tahun. Abu Walaa diyakini sebagai pemimpin de facto kelompok ISIS di Jerman.

Pembela Abu Walaa berusaha menuntut pembebasan, dan Walaa sendiri menolak untuk membuat pernyataan penutup pada minggu lalu. Pengadilan menyatakan Walaa bersalah karena telah mendukung dan menjadi anggota organisasi teroris. 

Para hakim mengatakan Walaa dan jaringannya meradikalisasi kaum muda, terutama yang tinggal di wilayah Ruhr dan negara bagian Niedersachsen, dan mengirim mereka ke zona pertempuran ISIS. Tiga orang terdakwa lainnya juga menerima hukuman penjara antara empat dan delapan tahun.

Siapakah Abu Walaa?

Walaa, 37, lahir di Irak dan datang ke Jerman pada 2001 sebagai pencari suaka. Dia menjadi juru khotbah di sebuah masjid di kota Hildesheim di Niedersachsen, yang menjadi terkenal karena menarik kaum Islamis dari seluruh Jerman. Masjid itu terpaksa ditutup pada 2017 karena larangan pemerintah.

Walaa dijuluki sebagai "pengkhotbah tanpa wajah" karena selalu muncul di video online dengan membelakangi kamera. Wartawan Irak Amir Musawy mengatakan kepada DW bahwa ini membuat pihak berwenang sulit mengumpulkan bukti yang memberatkannya.

"Dia berusaha dan berhasil menutupi aktivitasnya," kata Musawy. "Fotonya tidak ada. Video [tentang] dia tidak ada. Dia berkomunikasi secara cerdas dengan para pengikutnya."

ae/hp (dpa, Reuters, SZ, AFP, epd)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait