1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Mencatat 68.000 Korban Sunat Perempuan

26 Juni 2020

Pemerintah mencatat jumlah korban sunat perempuan di Jerman meningkat 44% sejak tahun 2017. Hampir 15.000 perempuan terancam disunat. Kenaikan antara lain disebabkan oleh pendatang baru, yang juga datang dari Indonesia.

Ilustrasi ruang operasi di rumah sakit.
Ilustrasi ruang operasi di rumah sakit.Foto: Imago/ITAR-TASS/A. Ryumin

Jumlah perempuan dan remaja putri di Jerman yang mengalami mutilasi alat kelamin atau sunat perempuan (FGM) meningkat menjadi 68.000 kasus, tulis Kementerian Keluarga pada Kamis (25/6). Kenaikan sebesar 44% dibandingkan jumlah kasus yang tercatat pada 2017 diyakini disebabkan oleh kedatangan migran dari negara-negara yang masih menyuburkan praktik sunat perempuan.

Menurut laporan tersebut sebanyak 15.000 perempuan di Jerman terancam menjalani prosedur kontroversial tersebut.

"Sunat permpuan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia yang serius dan merupakan tindak kejahatan kuno yang melanggar hak perempuan dan remaja putri atas integritas fisik dan hak determinasi diri dalam isu seksual," kata Menteri Keluarga Jerman, Franziska Giffey.

"Sunat perempuan menciptakan dampak jangka panjang terhadap fisik dan psikologis korban," ujarnya sembari menambahkan tujuan kementeriannya adalah "melindungi perempuan dan remaja putri dari mutilasi alat kelamin dan menawarkan bantuan bagi korban."

Peningkatan kasus sunat perempuan di Jerman terhadap remaja putri berusia di bawah 18 tahun.

Kebijakan baru pemberdayaan perempuan

Giffey menyerukan agar komunitas-komunitas lokal ikut menerapkan kebijakan baru agar meredam kenaikan angka sunat perempuan.

Direktur NALA, sebuah organisasi hak sipil, Fadumo Korn, mengatakan fokus ke depan seharusnya "memberdayakan ibu-ibu untuk melindungi anak-anaknya." Dia juga meyerahkan sebuah petisi berisi 125.000 tandatangan kepada Giffey yang menuntut diakhirinya praktik sunat perempuan.

Kenaikan praktik sunat perempuan dari 44.000 kasus pada tahun 2017 disebabkan oleh arus pendatang baru dari Eritrea, Somalia, Indonesia, Mesir dan Nigeria, kata Giffey. Di negara-negara ini praktik sunat perempuan masih marak dilakukan.

Di Indonesia sendiri Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 lalu memfatwakan haramnya melarang sunat perempuan, karena dianggap bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

Badan Kesehatan Dunia, WHO, memprediksi sekitar 200 juta perempuan dan remaja putri di seluruh dunia sudah mengalami sunat perempuan.

rzn/gtp (afp, epd, kna)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait