1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Jerman Akan Berikan Bantuan Finansial Bagi Turki

20 Agustus 2018

Di tengah anjloknya nilai tukar lira dan memanasnya hubungan diplomatik Turki dan Amerika Serikat, politikus Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD) mengatakan Jerman mungkin akan berikan bantuan finansial untuk Turki.

Türkische Lira fällt auf Rekordtief
Foto: picture-alliance/A.Gocher

"Akan ada situasi di mana Jerman perlu membantu Turki, terlepas dari ketegangan politik dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan," kata Ketua Partai SPD Andrea Nahles dalam sebuah wawancara yang diterbitkan di surat kabar media Funke, Minggu (20/8).

"Turki adalah mitra NATO yang tidak dapat kita abaikan. Penting bagi semua pihak bahwa ekonomi Turki tetap stabil agar dapat mengatasi krisis mata uangnya," ujar Nahles.

Sejak awal tahun, nilai mata uang lira Turki anjlok lebih dari 35 persen terhadap dolar AS.

Nahles mengatakan kunjungan Erdogan ke Jerman yang dijadwalkan September mendatang adalah langkah yang tepat.

"Pemerintah federal harus tetap berdialog dengan Turki di semua level," katanya.

"Harapan saya kepada kanselir Jerman adalah, isu-isu penting lainnya juga akan dibahas. Khususnya terkait penangkapan dan penahanan beberapa warga Jerman oleh pemerintah Turki," lanjutnya.

Konsekuensi krisis Turki bagi Eropa

Rekan satu partai yang juga mantan Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel, juga menyerukan agar Jerman dan Eropa tidak mengisolasi Turki.

"Untuk kepentingan kita sendiri, kita harus melakukan segalanya untuk menjaga agar Turki tetap berpihak ke Barat," kata Gabriel kepada surat kabar dari Redaktionsnetzwerk Deutschland (RND).

Gabriel memperingatkan jika Turki tidak stabil akibat sanksi dari Washington, maka bukan AS yang akan menghadapi konsekuensinya melainkan Eropa. 

Konsekuensi ini bisa termasuk gangguan ekonomi serta peningkatan jumlah migran dan pengungsi yang datang dari negara itu.

Banyak masalah

Menurut laporan dari majalah Jerman, Der Spiegel, pemerintah Jerman telah mendesak Turki agar menerima bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Der Spiegel melaporkan, masalah ini sudah dibahas dalam pembicaraan melalui telepon antara Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz rekannya dari Turki, Berat Albayrak, Kamis (16/8).

Namun hal ini diperkirakan sulit karena meningkatnya ketegangan hubungan pemerintah Turki dan Amerika Serikat akibat penahanan seorang pendeta berkewarganegaraan AS, Andrew Brunson, dengan tuduhan spionase dan terkait teror. Bila terbukti bersalah, Brunson terancam hukuman 35 tahun penjara.  

Selain itu, ketegangan ini juga meningkat akibat adanya penembakan di depan kedutaan besar AS di Turki, Senin (20/8).

Pada Sabtu (18/8) Presiden Turki menyatakan bahwa negaranya tidak akan menyerah menghadapi "percobaan kudeta ekonomi."

Berbicara di hadapan ribuan pendukungnya di Ankara, Erdogan mengatakan Turki telah "diancam dengan berbagai rmasalah ekonomi, sanksi, mata uang asing, suku bunga dan inflasi."

Penahanan warga Jerman di Turki

Hubungan Jerman dan Turki sendiri saat ini bukan dalam tahap yang paling harmonis mengingat adanyapenahanan tujuh warga negara Jerman di Turki karena "alasan politik."

Warga negara Jerman yang terakhir ditahan adalah seorang yang berlatar belakang Kurdi dari Hamburg yang datang ke Turki untuk mengunjungi ibunya.

Sementara pada Senin (20/8) Pengadilan Turki mencabut larangan bepergian bagi wartawan Jerman, Mesale Tolu, yang ditahan pada April 2017 dengan dakwaan "propaganda terorisme."

Langkah ini dilihat sebagai usaha Turki untuk memperbaiki hubungan dengan Jerman. 

Mesale Tolu akhirnya dibebaskan pada bulan Desember setelah mendekam selama delapan bulan di penjara. Namun saat itu ia tetap tidak dapat meninggalkan Turki karena terkena larangan bepergian.

Perempuan berusia 33 tahun itu lahir di Jerman dari orangtua yang berasal dari Turki. Pada 2014 ia pindah ke Istanbul dan bekerja sebagai reporter dan penerjemah. Ia kebanyakan menulis untuk media yang berhaluan kiri, dan pemerintah melihat ia memiliki tendensi mendukung Kurdi.

Februari lalu, seorang jurnalis Jerman-Turki Deniz Yücel akhirnya bisa kembali ke Jerman setelah menghabiskan setahun di penjara di Turki. Ia dipenjara tanpa pernah diadili. 

ae/ml (AFP, AP, dpa, Reuters)