Menteri Ekonomi Robert Habeck (Partai Hijau) memperkenalkan paket kebijakan baru yang ambisius menuju energi terbarukan. Sampai tahun 2035, hampir 100 persen energi di Jerman akan berasal dari energi terbarukan.
Iklan
Menteri Ekonomi dan Wakil Kanselir Jerman Robert Habeck (Partai Hijau) hari Rabu (6/4) memperkenalkan paket kebijakan baru energi terbarukan yang disebutnya "Paket Paskah" dari pemerintahan koalisi. Pemerintah Jerman bermaksud melepaskan diri dari ketergantungan pada Rusia dengan sejumlah kebijakan baru yang sangat ambisius.
Inilah "paket kebijakan energi yang komprehensif dan terbesar dalam dua dekade", kata Robert Habeck ketika memperkenalkan paket kebijakan itu beserta rinciannya, seluruhnya setebal 600 halaman.
Dia mengatakan, peta jalan yang disusun pemerintah Jerman ini akan merampingkan sejumlah undang-undang dan regulasi yang ada untuk "mengisi daya turbo" perluasan sumber energi terbarukan "di laut, di darat, dan di atap (gedung)."
Tokoh Partai Hijau itu menerangkan, pengesahan paket dan perluasan energi terbarukan sudah "sangat mendesak" karena krisis iklim yang semakin memburuk, dan diperparah oleh invasi Rusia ke Ukraina yang juga menguak ketergantungan Jerman pada bahan bakar fosil, yang pada gilirannya "mengancam keamanan ekonomi Jerman".
Ekspansi besar-besaran di sektor energi terbarukan
Rencana tersebut memperkirakan, Jerman akan memproduksi setidaknya 80% energinya dengan sumber terbarukan sampai tahun 2030, dengan pergeseran ke hampir 100% pada tahun 2035. Pada tahun 2020, Jerman memproduksi 41,1% energinya dengan energi terbarukan.
Pemangkasan prosedur perencanaan dan persetujuan akan dilakukan untuk menyederhanakan dan memfasilitasi "ekspansi cepat", baik pada produksi maupun distribusi energi di sepanjang jaringan energi Jerman, kata Habeck. Bagian lain dari rencana itu adalah penyesuaian beberapa undang-undang energi yang ada, serta studi tentang kebutuhan energi secara keseluruhan di Jerman.
World Cities Day: Upaya Kota-kota Dunia Atasi Perubahan Iklim
Jumlah orang yang tinggal di perkotaan diperkirakan akan membengkak pada dekade mendatang, menambah tekanan pada kota metropolitan untuk mengurangi jejak karbon. Jadi, bagaimana upaya mengatasinya?
Foto: Reuters/S. Pamungkas
Tantangan pertumbuhan berkelanjutan
Menurut PBB, wilayah perkotaan menghabiskan lebih dari dua pertiga energi dunia dan bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Kota juga merupakan rumah bagi lebih dari separuh penduduk planet ini. Dengan perkiraan peningkatan populasi perkotaan, upaya kota-kota ini menangani air, polusi, limbah, transportasi dan energi menjadi sangat penting unguk mengatasi perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
Kopenhagen: Komitmen netralitas iklim
Kopenhagen berencana menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Untuk sampai pada tujuan ini, ibu kota Denmark ini ingin 75% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda atau dengan transportasi umum. Harga parkir mobil pun dinaikkan dan diinvestasikan untuk ratusan kilometer jalan sepeda. Sistem pemanas kota juga beralih menggunakan biomassa ramah lingkugnan.
Foto: Alexander Demianchuk/TASS/dpa/picture-alliance
Bogota: Mobilitas bagi jutaan orang
Data PBB menunjukkan bahwa sistem angkutan cepat bus di ibu kota Kolombia yang diluncurkan sejak tahun 2000 ini berhasil menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan kualitas udara. Jaringan TransMilenio di Bogota mengangkut 2,4 juta penumpang setiap harinya dan mencakup 85% wilayah kota. Pemerintah berencana membuka metro pada 2022 dan mengganti bus diesel dengan bus hybrid dan lsitrik pada 2024.
Foto: Transmilenio Colombia
Johannesburg: Bertani di kota
Afrika dengan pertumbuhan kota tercepatnya di dunia menjadi tatanngan baru terkait permasalahan iklim seperti kerawanan pangan dan air. Di Johannesburg, Afrika Selatan, penduduk seperti Lethabo Madela menanam tanaman obat dan sayuran. Pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa ada 300 pertanian semacam ini di kota berpenduduk 4,4 juta ini - di atap rumah, halaman belakang dan tanah kosong.
Foto: Guillem Sartorio/Getty Images
Singapura: Ruang hijau
Selain menyediakan makanan, taman juga dapat mendinginkan kota, menyerap CO2 dan mencegah banjir. Pusat bisnis Singapura terkenal akan jaringan area hijau dan taman yang mengesankan, termasuk Gardens by the Bay yang ikonik. Semua bangunan baru di negara-kota padat penduduk ini harus memiliki beberapa bentuk vegetasi, seperti taman gantung atau atap hijau.
Foto: picture-alliance/robertharding/B. Morandi
Oslo: Fokus kepada kualitas udara
Ibu kota Norwegia ingin mengatasi polusi udara dengan membuat semua mobil bebas emisi pada 2030. Oslo, dengan penduduk sekitar 690.000 orang, saat ini memiliki jumlah kendaraan listrik per kapita tertinggi di dunia. Pengemudi mendapatkan fasilitas seperti kredit pajak, akses jalur bus dan perjalanan gratis di jalan tol. Ketika polusi tinggi, kota dapat melarang sementara penggunaan mobil diesel.
Foto: DW/L.Bevanger
Seoul: Berurusan dengan sampah
Seoul berhasil kurangi limbah secara dramatis sejak tahun 1990-an dengan sistem "bayar saat membuang". Kota padat penduduk di Korea Selatan ini mendaur ulang 95% limbah makanannya, misalnya dengan tempat sampah otomatis yang menimbang dan menagih penduduk atas apa yang mereka buang dengan kartu identitas yang bisa dipindai. Limbah makanan kemudian diubah menjadi kompos, pakan ternak atau biofuel.
Foto: CC BY 2.0 kr
Rotterdam: Air dan pasang naik
Rotterdam rentan terhadap ancaman iklim seperti pasang naik karena berada di bawah permukaan laut. Untuk berlindung dari banjir, telah dibangun taman di puncak gedung untuk menyerap limpasan air, "alun-alun air" untuk menampung air hujan dan garasi parkir yang dirancang sebagai waduk. Pemerintah juga membangun struktur terapung - termasuk peternakan sapi ini - untuk menahan air yang merambah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Corder
Reykjavik: 100% energi terbarukan
Islandia dapat menghasilkan energi terbarukan dengan cukup murah berkat melimpahnya sumber daya hidro dan panas bumi. Ibu kotanya, Reykjavik, adalah kota Eropa pertama yang sepenuhnya mengandalkan listrik terbarukan untuk menghangatkan rumah dan kolam renang. Bahan bakar fosil masih digunakan untuk transportasi dan perikanan, tetapi kota ini berharap dapat menghapus emisi tersebut pada tahun 2040.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Vancouver: Bangunan hijau
Bangunan merupakan sumber utama emisi di kota karena daya yang mereka gunakan untuk penerangan, pendinginan dan pemanas. Vancouver ingin menjadikan semua bangunan baru netral karbon pada tahun 2030 dan bangunan lama pada tahun 2050. Contohmya Vancouver Convention Center yang memiliki atap hijau dengan 400.000 tanaman untuk mengisolasi panas dan menggunakan air laut untuk pemanasan dan pendinginan.
Foto: robertharding/Martin Child/picture-alliance
Surabaya: Sampah botol plastik untuk tiket bus
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan utama. Kota terbesar kedua di Indonesia ini terpilih oleh Guangzhou Institute for Urban Innovation sebagai salah satu kota paling berkelanjutan. Pemerintah kota meluncurkan proyek bus 'Suroboyo' yang memungkinakan penumpang membayar tiket dengan botol plastik bekas dan berhasil mengumpulkan hingga 250 kg sampah plastik tiap harinya. (Ed.: st/ae)
Foto: Reuters/S. Pamungkas
11 foto1 | 11
Agenda ambisius itu memperkirakan akan ada peningkatan tahunan sekitar 10 gigawatt dari produksi energi angin di darat (total sampai 115 gigawatt pada tahun 2030), dan 22 gigawatt untuk tenaga matahari (total 215 gigawatt pada tahun 2030).
Rencana energi angin di laut bahkan lebih ambisius, dengan target setidaknya 30 gigawatt per tahun sampai 2030, dan 40 gigawatt per tahun pada 2035, kemudian 70 gigawatt pada tahun 2045.
"Paket Paskah" yang diperkenalkan Menteri Ekonomi Robert Habeck juga berisi sejumlah perlindungan konsumen serta potongan harga dan insentif untuk rumah tangga dan komunitas yang memasok sebagian atau seluruh energinya dari energi terbarukan.
Iklan
Energi terbarukan menawarkan "keunggulan kompetitif"
Robert Habeck juga menyuarakan keyakinannya bahwa Berlin akan mendapatkan persetujuan atas rencananya untuk mendedikasikan 2% lahan bagi energi angin. Hal itu harus disepakati oleh seluruh 16 pemerintahan snegara bagian.
Setelah menekankan urgensi transisi menuju energi terbarukan sehubungan dengan perubahan iklim, Robert Habeck juga menegaskan bahwa sektor energi terbarukan menawarkan akses bisnis yang baru yang akan tersebar dengan cepat ke kota-kota dan bisa dikelola sendiri oleh komunitas warga.
Selanjutnya ia mengatakan, ini juga menjadi "peringatan bagi banyak politisi, mempertimbangkan lagi keunggulan kompetitif yang diwakili oleh energi terbarukan."