1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Jerman, Sebuah Kebetulan yang Indah

Firdaus Putra
4 September 2020

Saya terinspirasi dan membuat program tentang koperasi lewat channel ICCI. Ada Akademi Inovator Koperasi, Cooperative Innovation Hub (CIH), dan webinar dwi mingguan. Oleh: Firdaus Putra, HC.

Bank Koperasi Raiffeisen di Serbia
Bank Koperasi Raiffeisen di SerbiaFoto: picture-alliance/dpa

“Frankfurt”, itu yang selalu muncul di benak ketika saya mendengar kata “Jerman”. Saya belum pernah ke sana. Namun, selalu merasa dekat dan mengenalnya. Bagaimana orang-orangnya, tata kotanya, makanannya dan pernak-pernik lainnya.

Firdaus PutraFoto: Firdaus Putra

Saya dibesarkan oleh tradisi filsafat Jerman, khususnya lingkaran Frankfurt School. Kebetulan S1 saya Sosiologi. Kami mempelajari hampir seluruh pemikiran sosial dan filsafat Jerman. Frankfurt School menjadi pokok pikiran yang saya sukai.

Sampai sekarang, setelah 10 tahun lulus, saya masih hafal dan ingat dengan baik tokoh-tokoh itu. Ada Adorno, Horkheimer, Marcuse, dan termasyhur sampai tahun 2000an adalah Jurgen Habermas. Merekalah tokoh-tokoh kunci generasi pertama dan kedua teori kritik sosial. Orang Sosiologi pasti akan paham persis siapa mereka.

Sebutlah para generasi pertama seperti Adorno, Horkheimer dan Marcuse yang mengkritik tajam modus sosial-ekonomi kapitalisme. Kapitalisme telah membuat pesona dunia menjadi hilang, kata mereka. Manusia-individu mengalami alienasi dari pekerjaannya. Disusul generasi kedua, Habermas, memberikan semacam penawar bagaimana mengemansipasi dunia modern agar menjadi lebih manusiawi.

Dunia berhutang besar kepada para pemikir sosial Jerman. Dari sanalah inspirasi-inspirasinya menyebar dan mengilhami berbagai sektor: sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan serta hukum. Ditambah, Jerman hari ini memiliki fatsun yang berbeda dengan Amerika, misalnya. Jerman menjadi salah satu bandul kekuatan di Uni Eropa bahkan dunia. Politiknya cenderung stabil dan kebijakan ekonominya lebih berkelanjutan.

Jürgen Habermas, filsuf Jerman dari generasi Frankfurt SchoolFoto: picture-alliance/dpa/A.I. Bänsch

Lewat Frankfurt School saya kenal Jerman sebagai pemikir yang ulet, kritis, mendalam, reflektif dan njelimet. Lewat siaran TV DW Inovator saya mengenal Jerman sebagai negeri yang penuh dengan kreativitas, kebaruan, teknologi, penemuan, dan inovasi. Itu paduan yang hebat seperti otak kanan dan kiri yang menyatu; kritis di satu sisi, kreatif di sisi lainnya.

Dulu saya sering menonton DW Inovator di TVRI. Lalu sekarang pindah ke Facebook dan Instagram. Saking semangatnya sering saya share link itu ke grup-grup WhatsApp. Harapannya, mereka bisa terinspirasi bahwa di luar sana berbagai project percobaan dilakukan.

Saya bertekad membuat channel inovasi seperti itu di Indonesia, tentu dengan konten-konten lokal. Jadilah beberapa tahun terakhir saya mendirikan lembaga Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI). Fungsinya sebagai lembaga inovasi. Di saat belum banyak lembaga bicara inovasi, DW selalu menekankan soal itu.

Sedang makan di Vietnam dengan teman yang kuliah di FrankfurtFoto: Firdaus Putra

Saya lalu terinspirasi dan membuat beberapa program dan channel lewat ICCI. Ada Akademi Inovator Koperasi, ada Cooperative Innovation Hub (CIH) dan yang terakhir webinar dwi mingguan yang saya namai dengan C Innovator. Itulah yang saya geluti di pekerjaan saya saat ini, inovasi. Khususnya inovasi di gerakan koperasi Indonesia.

Soal koperasi ini, di mana saya telah 10 tahun berkiprah, Jerman juga punya tempat. Kisahnya pada 1895 di Purwokerto, kota saya hidupi sekarang. Saat itu seorang pribumi, Raden Arya Wiriaadtmadja, menginisiasi bank rakyat. Atasannya, de Wolf van Westerrode, suka melihat inisiatif itu. Dia ingin membantu lebih. Ia mulai dengan studi ke Jerman untuk melihat model Koperasi Pertanian yang dikembangkan oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen di Jerman saat itu.

Sepulangnya ia ajarkan model Raiffeissen ke masyarakat Jawa. Inisiasi awal pada abad itu mengalami kegagalan. Namun kemudian pada 1970-an, inisiasi dilakukan ulang oleh para aktivis Indonesia. Jadilah sekarang massif di Indonesia yang disebut Credit Union berbasis model Raiffeisen Bank.

Friedrich Wilhelm Raiffeisen (1818-1888), pelopor gerakan bank koperasi di JermanFoto: picture-alliance/dpa

Di Indonesia saat ini anggota Credit Union mencapai 3 juta orang, tersebar di 900an primer di seluruh daerah dengan total aset 32 triliun rupiah. Saya paham persis karena saya bagian dari gerakan koperasi ini. Saat ini saya menjawab sebagai Wakil Ketua di Pusat Koperasi Kredit Karya Raya Jagadita yang sepenuhnya berbasis filosofi dan nilai-nilai Friedrich Wilhelm Raiffeisen.

Bila ada orang Jerman yang fotonya dipasang di perkantoran Indonesia, itulah Rfriedrich Wilhelm Raiffeisen. Gambarnya dipajang di setiap kantor Credit Union atau Koperasi Kredit di seluruh tanah air. Dia Walikota Flammersfeld yang meletakkan model bank koperasi pertama di dunia. Sekarang, modelnya berkembang di banyak negara. Ikhtiar itu dulu dimulai sekitar 174 tahun yang lalu, tepatnya pada 1846.

Foto Raiffeisen di dinding kantor koperasi di PurwokertoFoto: Firdaus Putra

Bisa dibilang hubungan saya dengan Jerman seperti benang yang sambung-menyambung. Ketika kuliah berkenalan dengan Frankfurt School yang mewarnai filosofi hidup saya. Lalu bekerja dan berkarya di gerakan Credit Union, melanjutkan legacy Raiffeisen. Dan terkini saya membangun lembaga yang khusus bergerak di bidang inovasi laiknya DW Inovator. Bila ketiganya kebetulan belaka, itu sesuatu yang indah.

Jika saya diminta menyebutkan tiga kata yang menggambarkan Jerman, saya akan menyebut, “Frankfurt, inovasi, dan Raiffeisen”. Dan itu semua adalah legacy cipta, rasa, karsa dan karya  bukan hanya bagi warga Jerman saja, melainkan seluruh dunia.

*Firdaus Putra HC adalah pegiat inovasi koperasi di Purwokerto, Indonesia

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)