1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Pendidikan

Jerman Siap Bantu Pendidikan Vokasi di Indonesia

30 November 2017

Sekolah sambil kerja, namun tak harus pusing mengatur waktu? Pendidikan vokasi jadi solusinya. Berguru pada Jerman, Indonesia siap menerapkannya di tanah air.

Auszubildender zum Zahntechniker
Peserta pelatihan teknisi gigi di Pusat Pendidikan Butzweiler Hof, Cologne, Jerman.Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten

Indonesia dan Jerman semakin serius menggodok kerjasama dalam bidang pendidikan vokasi, dimana siswa dapat belajar sekaligus mempraktikkannya di perusahaan-perusahaan dan digaji. Pada pertemuan terakhir antar kedua negara, disepakati bahwa Indonesia akan menerapkan pendidikan vokasi seperti Jerman. Nota kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani, Jerman akan membantu Indonesia secara teknis dan finansial.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Bambang Brodjonegoro berbincang dengan reporter DW, Ayu Purwaningsih mengenai kerja sama Indonesia dan Jerman di bidang pendidikan vokasi tersebut.

 

DW: Sehubungan dengan hubungan Indonesia dan Jerman. Apa saja kerjasama penting yang saat ini dibangun?

 

Bambang Brodjonegoro: Kebetulan Indonesia dan Jerman sudah mempunyai hubungan pembangunan dan ekonomi yang cukup lama. Kita juga mengenal bukan hanya produk-produk Jerman yang ada di Indonesia. Tapi juga beberapa investasi besar Jerman yang sudah eksis di Indonesia untuk waktu yang lama. Kemudian dalam konteks khususnya hubungan pembangunan, Jerman itu adalah pemberi pinjaman kelima terbesar di Indonesia. Kalau kita membandingkan tidak hanya bilateral, tetapi juga multilateral, termasuk Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Sehingga artinya sebagai bagian dari hubungan bilateral, Jerman sudah mempunyai hubungan yang cukup lama.

 

Jerman juga mempunyai dua institusi yang sangat aktif di Indonesia yang satu adalah Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) yang lebih fokus kepada bantuan teknis. Kemudian Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) yang lebih fokus pada pembiayaan pembangunan. Kita sangat apresiasi terhadap operasi mereka di Indonesia. Pada pertemuan terakhir antara Presiden Indonesia dengan Kanselir Jerman, sudah disepakati bahwa Indonesia akan mencoba belajar dari Jerman mengenai bagaimana menerapkan pendidikan vokasi. Kenapa vokasi, karena bagi Indonesia vokasi itu adalah salah satu solusi untuk bisa mengatasi pengangguran dan bisa mengatasi masalah mismatch antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Dan kebetulan dari pengamatan di Indonesia, Jerman adalah salah satu negara yang sangat maju dalam pendidikan vokasi. Tidak hanya maju dalam konteks kurikulum, maupun pendidikan di sekolah, tapi yang lebih penting adalah maju dalam pengertian bisa mengurangi penganggguran di Jerman. Juga bisa memberikan kesempatan kerja lebih banyak untuk angkatan kerjanya, terutama yang masih muda. Lalu bisa langsung mendapatkan pendapatan sesuai dengan kriteria hidup layak di Jerman.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.Foto: Getty Images/AFP/M. Riley

 

Sekarang kami di Bappenas, menjadi vocal point. Dengan kerja sama pembangunan, nantinya Jerman dan Indonesia sama-sama mendorong partisipasi sektor swasta untuk bisa langsung terjun membantu pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Saya pribadi bertemu dengan Menteri Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman, Gerd Müller, dan kami sepakat bahwa Jerman akan memberikan tidak hanya bantuan teknis, tapi juga pembiayaan pembangunan untuk melancarkan dukungan kegiatan vokasi di Indonesia. Impian kami suatu saat pendidikan vokasi di Indonesia bisa mendekati Jerman, sehingga kita tidak lagi susah payah berpikir mengenai pengangguran. Karena tidak semua orang harus masuk pendidikan umum, sebagian mungkin masuk ke vokasi dan ketika masuk vokasi bukan berarti masa depannya suram. Tapi justru masa depan mereka akan lebih cerah. Dengan kemudahan mendapatkan lapangan kerja dan upah yang memadai.

 

DW: Belajar sambil bekerja begitu prinsip dasarnya. Sejauh ini bagaimana tahap kerja sama di bidang vokasi tersebut?

 

Bambang Brodjonegoro: Yang pasti Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), bahwa Jerman siap untuk membantu Indonesia, baik dalam segi bantuan teknis maupun apabila ada pembiayaan yang diperlukan, khusunya untuk pendidikan vokasi. Dan di Indonesia sendiri kami sedang menyiapkan semacam grand design dari sistem pendidikan vokasi tersebut, yang tentunya mengambil referensi dari Jerman. Tapi karena kondisi pendidikan kita yang sudah agak berbeda, antara Indonesia dan Jerman, maka kita tentunya harus melakukan berbagai penyesuaian.

Dan kami melibatkan tidak hanya Kementrian Pendidikan, yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun politeknik. Tapi kami juga melibatkan Kementerian Tenaga Kerja. Dimana mereka mempunyai Balai Latihan Kerja (BLK) atau man power training yang kita harapkan nanti juga ikut mempercepat pengurangan pengangguran itu sendiri.

 

DW: Apakah itu juga termasuk nantinya ada pengiriman calon peserta vokasi ke Jerman?

 

Bambang Brodjonegoro: Mungkin tidak sejauh itu. Karena yang lebih penting buat kami adalah justru keterlibatan perusahaan swasta di Indonesia. Sebagai tempat pemagangan. Maksudnya, Jerman membantu kami memastikan terjadinya pemagangan tersebut dengan memberi contoh. Dimana dari pihak Jerman itu yang hadir tidak hanya pihak dari pemerintahnya atau dari lembaga seperti GIZ. Tapi justru mereka juga melibatkan seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin)-nya Jerman, dari sektor swasta Jerman. Untuk kemudian sektor swasta Jerman itu bisa sharing, bisa meyakinkan pihak swasta di Indonesia, bahwa seharusnya justru perusahaan lah atau swasta lah yang menginginkan adanya pemagangan. Bukan swastanya itu melakukan karena diminta atau dipaksa oleh pemerintah. Tapi harus didorong dari kemauan swasta itu sendiri.

 

Bila pihak swasta di Indonesia mendengarkan langsung dari pihak swasta Jerman yang sudah mendapatkan manfaat begitu besar dari sistem vokasi, maka kita harapkan tidak ada lagi keberatan. Dan justru kita sudah kedatangan beberapa grup pengusaha dari Kadin yang bilang bahwa "kami siap," untuk bisa terlibat dalam proses pemagangan. Bahkan mereka sudah dibantu langsung secara teknis oleh pihak Jerman. Dan mereka tidak lagi perlu mengeluarkan biaya untuk retraining. Dan itu yang sekarang ini selalu dikeluhkan oleh pengusaha di Indonesia ketika mereka mengambil tenaga kerja, calon tenaga kerja, apakah pendidikan umum atau kejuruan, mereka harus retraining lagi. Dan biaya retraining untuk tenaga kerja di perusahaan itu bukan hal yang kecil. Para pengusaha tersebut lebih senang bila meniadakan retraining karena memerlukan biaya. Kalau magang, tenaga kerja ini melakukan pembelajaran sambil bekerja. Jadi dia tetap ada dalam ritme rutin perusahaan. Tapi di satu sisi yang lain dia juga dipersiapkan menjadi pekerja yang handal di perusahaan tersebut.

 

(yp/ap)