Sekolah sambil kerja, namun tak harus pusing mengatur waktu? Pendidikan vokasi jadi solusinya. Berguru pada Jerman, Indonesia siap menerapkannya di tanah air.
Iklan
Indonesia dan Jerman semakin serius menggodok kerjasama dalam bidang pendidikan vokasi, dimana siswa dapat belajar sekaligus mempraktikkannya di perusahaan-perusahaan dan digaji. Pada pertemuan terakhir antar kedua negara, disepakati bahwa Indonesia akan menerapkan pendidikan vokasi seperti Jerman. Nota kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani, Jerman akan membantu Indonesia secara teknis dan finansial.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Bambang Brodjonegoro berbincang dengan reporter DW, Ayu Purwaningsih mengenai kerja sama Indonesia dan Jerman di bidang pendidikan vokasi tersebut.
DW: Sehubungan dengan hubungan Indonesia dan Jerman. Apa saja kerjasama penting yang saat ini dibangun?
Bambang Brodjonegoro: Kebetulan Indonesia dan Jerman sudah mempunyai hubungan pembangunan dan ekonomi yang cukup lama. Kita juga mengenal bukan hanya produk-produk Jerman yang ada di Indonesia. Tapi juga beberapa investasi besar Jerman yang sudah eksis di Indonesia untuk waktu yang lama. Kemudian dalam konteks khususnya hubungan pembangunan, Jerman itu adalah pemberi pinjaman kelima terbesar di Indonesia. Kalau kita membandingkan tidak hanya bilateral, tetapi juga multilateral, termasuk Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Sehingga artinya sebagai bagian dari hubungan bilateral, Jerman sudah mempunyai hubungan yang cukup lama.
Jerman juga mempunyai dua institusi yang sangat aktif di Indonesia yang satu adalah Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) yang lebih fokus kepada bantuan teknis. Kemudian Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) yang lebih fokus pada pembiayaan pembangunan. Kita sangat apresiasi terhadap operasi mereka di Indonesia. Pada pertemuan terakhir antara Presiden Indonesia dengan Kanselir Jerman, sudah disepakati bahwa Indonesia akan mencoba belajar dari Jerman mengenai bagaimana menerapkan pendidikan vokasi. Kenapa vokasi, karena bagi Indonesia vokasi itu adalah salah satu solusi untuk bisa mengatasi pengangguran dan bisa mengatasi masalah mismatch antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Dan kebetulan dari pengamatan di Indonesia, Jerman adalah salah satu negara yang sangat maju dalam pendidikan vokasi. Tidak hanya maju dalam konteks kurikulum, maupun pendidikan di sekolah, tapi yang lebih penting adalah maju dalam pengertian bisa mengurangi penganggguran di Jerman. Juga bisa memberikan kesempatan kerja lebih banyak untuk angkatan kerjanya, terutama yang masih muda. Lalu bisa langsung mendapatkan pendapatan sesuai dengan kriteria hidup layak di Jerman.
Sekarang kami di Bappenas, menjadi vocal point. Dengan kerja sama pembangunan, nantinya Jerman dan Indonesia sama-sama mendorong partisipasi sektor swasta untuk bisa langsung terjun membantu pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Saya pribadi bertemu dengan Menteri Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman, Gerd Müller, dan kami sepakat bahwa Jerman akan memberikan tidak hanya bantuan teknis, tapi juga pembiayaan pembangunan untuk melancarkan dukungan kegiatan vokasi di Indonesia. Impian kami suatu saat pendidikan vokasi di Indonesia bisa mendekati Jerman, sehingga kita tidak lagi susah payah berpikir mengenai pengangguran. Karena tidak semua orang harus masuk pendidikan umum, sebagian mungkin masuk ke vokasi dan ketika masuk vokasi bukan berarti masa depannya suram. Tapi justru masa depan mereka akan lebih cerah. Dengan kemudahan mendapatkan lapangan kerja dan upah yang memadai.
DW: Belajar sambil bekerja begitu prinsip dasarnya. Sejauh ini bagaimana tahap kerja sama di bidang vokasi tersebut?
Bambang Brodjonegoro: Yang pasti Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), bahwa Jerman siap untuk membantu Indonesia, baik dalam segi bantuan teknis maupun apabila ada pembiayaan yang diperlukan, khusunya untuk pendidikan vokasi. Dan di Indonesia sendiri kami sedang menyiapkan semacam grand design dari sistem pendidikan vokasi tersebut, yang tentunya mengambil referensi dari Jerman. Tapi karena kondisi pendidikan kita yang sudah agak berbeda, antara Indonesia dan Jerman, maka kita tentunya harus melakukan berbagai penyesuaian.
10 Keterampilan Untuk Tingkatkan Karier
Meski tak tertulis dalam persyaratan kerja, ketrampilan-ketrampilan ini wajib dimiliki karyawan jika ingin sukses mendapat kerja atau mengembangkan karir di tempat kerja.
Foto: Colourbox
10. Kemampuan Menulis
Lebih dari separuh pengusaha mengatakan kemampuan berkomunikasi, seperti menulis merupakan syarat bagi karyawan mereka. Tanpa bisa berkomunikasi dengan jelas atau mengekspresikan diri dengan benar, sulit untuk maju di tempat kerja. Menulis juga sangat penting jika bekerja jarak jauh, karena email dan pesan berbasis teks lain akan jadi bentuk utama cara komunikasi dengan atasan dan rekan kerja.
Foto: Picture-Factory/Fotolia
9. Kecakapan Berbicara
Seperti menulis, kecakapan berbicara pun amat penting. Ini diperlukan jika mengikuti rapat, menyajikan presentasi, atau bahkan hanya sekedar mengobrol di pesta kantor. Berkomunikasi dengan baik di tempat kerja adalah salah satu peran kunci.
Foto: Fotolia/Kzenon
8. Percaya Diri dan Tegas
Jangan ada alasan tak percaya diri, karena ini adalah sesuatu yang dapat dilatih dan dikembangkan. Tanpa percaya diri yang cukup, tak mudah untuk bisa memajukan karir. Bangkitkan kesadaran diri untuk meningkatkan setiap aspek kehidupan, termasuk produktivitas. Tapi patut diingat, ada perbedaan antara kepercayaan diri dan kesombongan, serta perbedaan antara ketegasan dan agresivitas.
Foto: Fotolia/drubig-photo
7. Manajemen Waktu
Ini adalah salah satu pilar dari produktivitas, jadi tak mengherankan faktor ini penting di tempat kerja. Mulai dari cara membagi waktu mengerjakan tugas, mengelola jadwal yang tidak teratur, apalagi bagi yang bekerja paruh waktu, sampai dengan memanfaatkan jam-jam produktiv. Multi tasking juga membuat orang bekerja lebih efisien dan tak buang waktu jika dilakukan dengan benar.
Foto: Fotolia/olly
6. Membangun Jaringan
Meski perusahaan tak mewajibkan, membangun jaringan amat penting untuk memajukan karir. Menghadiri pertemuan atau seminar membantu membuka koneksi baru. Mungkin bertemu dengan klien baru, rekan dari perusahaan lain atau orang yang bisa diajak gabung untuk bekerja sama. Perluas terus lingkaran profesional.
Foto: alphaspirit - Fotolia
5. Kemampuan Teknologi Informasi (IT)
Meski tak bekerja langsung dengan teknologi informasi, tetap ada baiknya paham beberapa keterampilan dan pengetahuan dasar teknologi. Misalnya menggunakan aplikasi komunikasi atau dasar-dasar bagaimana komputer bekerja, komponen yang berhubungan dengan pekerjaan. Keterampilan teknis lebih akan memperluas apa yang dapat dilakukan di tempat kerja dan berkontribusi pada laman situs perusahaan.
Foto: olly - Fotolia
4. Kritis dan Mampu Pecahkan Masalah
Kita harus bisa membuat keputusan di tempat kerja, mengevaluasi ,bertukar pikiran & ide-ide segar. Banyak pekerjaan memerlukan pemecahan problem. Pelajari cara berpikir kritis, observasi, & membuat keputusan baik. Kekuatan berpikir kritis dan kreatif, berkontribusi bagi tempat kerja dan kemajuan diri kita sendiri, sebagai karyawan yang dipandang mampu menyelesaikan problem kerja dengan baik.
Foto: Fotolia/Rawpixel
3. Bernegosiasi
Keterampilan bernegosiasi penting dalam bicara masalah gaji. Tapi tak hanya itu, keterampilan negosiasi membantu menyelesaikan konflik di tempat kerja, mencari win-win solution dalam tim kerja, atau mungkin dalam bernegosiasi dengan klien, vendor, rekan kerja, atau dalam mengerjakan proyek kerja.
Foto: pressmaster/Fotolia
2. Bekerjasama
Bekerjasama dalam tim menjadi salah satu evaluasi di tempat kerja. Cukup merasa sebagai bagian tim kerja dapat menjadi bahan bakar kemajuan bersama. Jadilah anggota tim yang berkomunikasi baik, berbagi tujuan bersama, bahkan sempatkan bergurau sekali-sekali. Jika dapat berkolaborasi dengan orang lain, membangun kepercayaan dan menerima kritik dengan baik, ini nilai emas di tempat kerja.
Foto: Bank-Bank / Fotolia
1. Berempati
Empati adalah keterampilan paling penting dimanapun juga. Berempati dengan orang lain akan membantu kiita lebih memahami orang lain. Demikian pula di tempat kerja, empati penting untuk memahami kebutuhan pelanggan misalnya, memotivasi orang lain, dan menghadapi konflik dengan orang lain. Tingkatkan empati dengan benar-benar mendengarkan dan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Foto: picture alliance
10 foto1 | 10
Dan kami melibatkan tidak hanya Kementrian Pendidikan, yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun politeknik. Tapi kami juga melibatkan Kementerian Tenaga Kerja. Dimana mereka mempunyai Balai Latihan Kerja (BLK) atau man power training yang kita harapkan nanti juga ikut mempercepat pengurangan pengangguran itu sendiri.
DW: Apakah itu juga termasuk nantinya ada pengiriman calon peserta vokasi ke Jerman?
Bambang Brodjonegoro: Mungkin tidak sejauh itu. Karena yang lebih penting buat kami adalah justru keterlibatan perusahaan swasta di Indonesia. Sebagai tempat pemagangan. Maksudnya, Jerman membantu kami memastikan terjadinya pemagangan tersebut dengan memberi contoh. Dimana dari pihak Jerman itu yang hadir tidak hanya pihak dari pemerintahnya atau dari lembaga seperti GIZ. Tapi justru mereka juga melibatkan seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin)-nya Jerman, dari sektor swasta Jerman. Untuk kemudian sektor swasta Jerman itu bisa sharing, bisa meyakinkan pihak swasta di Indonesia, bahwa seharusnya justru perusahaan lah atau swasta lah yang menginginkan adanya pemagangan. Bukan swastanya itu melakukan karena diminta atau dipaksa oleh pemerintah. Tapi harus didorong dari kemauan swasta itu sendiri.
Bila pihak swasta di Indonesia mendengarkan langsung dari pihak swasta Jerman yang sudah mendapatkan manfaat begitu besar dari sistem vokasi, maka kita harapkan tidak ada lagi keberatan. Dan justru kita sudah kedatangan beberapa grup pengusaha dari Kadin yang bilang bahwa "kami siap," untuk bisa terlibat dalam proses pemagangan. Bahkan mereka sudah dibantu langsung secara teknis oleh pihak Jerman. Dan mereka tidak lagi perlu mengeluarkan biaya untuk retraining. Dan itu yang sekarang ini selalu dikeluhkan oleh pengusaha di Indonesia ketika mereka mengambil tenaga kerja, calon tenaga kerja, apakah pendidikan umum atau kejuruan, mereka harus retraining lagi. Dan biaya retraining untuk tenaga kerja di perusahaan itu bukan hal yang kecil. Para pengusaha tersebut lebih senang bila meniadakan retraining karena memerlukan biaya. Kalau magang, tenaga kerja ini melakukan pembelajaran sambil bekerja. Jadi dia tetap ada dalam ritme rutin perusahaan. Tapi di satu sisi yang lain dia juga dipersiapkan menjadi pekerja yang handal di perusahaan tersebut.
Bertani daripada Menganggur
Setelah kesulitan mendapat pekerjaan kerah putih, semakin banyak generasi muda Kenya yang berpendidikan memilih bertani. Mereka melawan tren muda-mudi di Afrika yang menolak hidup di desa dan memilih pindah ke perkotaan.
Foto: Jeroen van Loon
Berpindah Karier
Francis Kimani yang berusia 30 tahun (kanan) lulus perguruan tinggi untuk menjadi seorang guru sejarah, namun gagal mendapat pekerjaan. Kini ia mengelola peternakan yang dihuni ratusan sapi, kambing dan domba.
Foto: J. van Loon
Pemasukan Lebih sebagai Petani
Dari menjual daging dan kulit hewan ternak, pemasukan Francis Kimani mencapai 1.500 Euro per bulan. Jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang pendapatannya apabila menjadi guru. Kekeringan yang menewaskan 18 hewan ternaknya mendorong Kimani untuk menanam pakan di sebuah lahan kecil teririgasi di wilayah peternakan, sehingga ia tak perlu khawatir saat musim kering berikutnya.
Foto: J. van Loon
Melebarkan Sayap
Mary Gitau (30) juga kesulitan mencari kerja kerah putih. Ia membuka peternakan kecil sendiri sekitar 20 kilometer di luar Nairobi. Di peternakannya Gitau menanam tanaman seperti paprika, dan memelihara babi serta ayam. Ia juga bertani tomat ceri dan stroberi, serta beternak kelinci: produk-produk baru di Kenya yang semakin populer di kalangan kelas menengah.
Foto: J. van Loon
Teknik-teknik Modern
Di sebuah rumah kaca di Kenya, petani muda Daniel Kimani memanfaatkan sistem akuaponik, di mana ikan dan tanaman stroberi tumbuh kembang berdampingan secara simbiosis. Kimani memperkirakan metode inovatif semacam ini akan berperan penting dalam produksi pangan Afrika di masa depan, karena mengatasi masalah seperti kekurangan air dan degradasi lahan.
Foto: Jeroen van Loon
Menggunakan Jejaring Sosial
Jejaring sosial menjadi bagian dari proses. Tidak hanya menyediakan tips bagi para petani pemula, namun juga menjadi platform penjualan. Mereka mengunggah foto buah-buahan dan sayur-mayur hasil panen ke Facebook atau melalui situs Mkulima Young, sebuah laman yang membantu petani muda berkomunikasi di dunia maya. Para konsumen pun kini bisa berkomunikasi langsung dengan petani.
Foto: Jeroen van Loon
Ide Baru yang Berani
Tahun 2013, Joseph Macharia yang berusia 35 tahun mendirikan Mkulima Young untuk membantu petani muda. Kini sudah ada lebih dari 25.000 pengikut. Setiap hari ratusan pertanyaan dilayangkan seperti "Ada yang menjual angsa di sekitar Nairobi?" atau "Saya punya 10 sarang lebih tapi baru tiga yang terkolonisasi. Saya salah di mana?"
Foto: J. van Loon
Perubahan Zaman
Pertanian menyumbang hampir 25 persen produk domestik bruto Kenya. Namun hingga kini diperkirakan baru beberapa ribu petani yang mencoba pendekatan modern. Petani startup Daniel Kimani tetap optimis. Ia memandang generasi muda Kenya tak lagi hanya fokus pada pekerjaan kerah putih. "Tak mungkin semuanya menjadi pengacara. Tapi mungkin ramai-ramai bertani," debatnya.
Foto: Jeroen van Loon
Generasi Masa Depan
Cara berpikir petani baru sangat berbeda dari petani tradisional, kata pendiri Mkulima Young, Joseph Macharia. "Mereka dapat mengakses informasi dengan cepat melalui ponsel dan mereka tertarik dengan pertanian intensif karena lahan sudah sulit didapat," catat Macharia. Bertani bukan lagi hanya cara menafkahi keluarga, tapi sudah menjadi bisnis, ucapnya.