Jerman tuntas menarik seluruh kontingen terakhir 570 tentaranya dari Afganistan di tengah situasi keamanan yang memburuk di negara Hindukush itu. Langkah ini menandai akhir misi yang telah berjalan hampir 20 tahun.
Iklan
Jerman menarik pulang seluruh pasukan Bundeswehr yang tersisa atau sekitar 570 tentara dari Afganistan pada Selasa (29/06). Anggota terakhir diterbangkan dari Mazar, menandai selesainya misi yang telah dilaksanakan selama hampir dua dekade.
Kramp-Karrenbauer berterima kasih kepada para prajurit karena telah memenuhi tugas mereka di Afganistan "dengan profesionalisme dan keyakinan." Meninjau kilas balik misi tersebut, dia berjanji untuk membahas "apa yang baik, apa yang tidak baik, dan apa yang telah kita pelajari."
Angkatan bersenjata Jerman juga mengkonfirmasi penarikan tersebut, dengan menyatakan, "tentara terakhir telah meninggalkan Afganistan."
Sebelumnya, militer Jerman merahasiakan rincian penarikan itu dengan alasan keamanan. Berbicara hanya beberapa jam sebelum tindakan itu dikonfirmasi secara resmi, Kramp-Karrenbauer mengatakan penarikan itu berlangsung "secara tertib, tetapi juga secepat mungkin."
Apa yang terjadi setelah misi berakhir?
Empat pesawat militer yang membawa pasukan itu diperkirakan akan mendarat dulu di Tbilisi sebelum melanjutkan penerbangan ke Jerman pada Rabu (30/06). Kamp lama mereka akan diserahkan kepada pasukan Afganistan di saat Jerman mengakhiri resmi partisipasinya dalam misi NATO "Resolute Support".
Setelah mendarat di Jerman, para tentara akan menjalani karantina wajib selama dua minggu untuk mencegah penyebaran virus corona Delta yang sangat menular. Menurut majalah Der Spiegel, setidaknya satu tentara Jerman terinfeksi varian itu pada awal bulan ini.
Kebangkitan Taliban Bayangi Afghanistan
Enam belas tahun setelah invasi AS, Afghanistan kembali tenggelam dalam jerat terorisme kelompok Islam. Serangkaian serangan teror baru-baru ini semakin memperkuat pengaruh Taliban dan ISIS.
Foto: picture alliance/Photoshot
Stabilitas Yang Rapuh
Rangkaian serangan teror di Afghanistan selama beberapa bulan terakhir menempatkan negeri tersebut dalam posisi pelik dan menggarisbawahi kegagalan pemerintah memperbaiki kondisi keamanan pasca penarikan mundur pasukan perdamaian internasional.
Foto: Reuters/M. Ismail
Kampanye Tanpa Hasil
Serangan tersebut juga menjadi catatan muram kampanye militer Amerika Serikat selama 16 tahun di Afghanistan. Meski serangan udara terhadap Taliban meningkat tiga kali lipat selama 2017, kelompok teror tersebut mampu menggandakan kekuasaannya dan kini aktif di 70% wilayah Afghanistan. Islamic State yang terusir dari Suriah mulai giat menebar teror di negeri tersebut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Hossaini
Darah di Musim Semi
Pekan lalu Taliban mendeklarasikan dimulainya serangan musim semi yang sekaligus menampik tawaran perdamaian dari Presiden Ashraf Ghani. Kaum militan itu beralasan meningkatnya intensitas kampanye bersenjata adalah reaksi terhadap strategi militer AS yang lebih agresif. Pentagon ingin mendesak Taliban agar menerima perundingan damai dengan meningkatkan serangan udara.
Foto: Reuters
Janji Donald Trump
Tahun lalu Presiden AS Donald Trump mengumumkan strategi baru dengan menambah jumlah pasukan untuk melatih militer Afghanistan. Saat ini sekitar 11.000 pasukan AS bertugas sebagai pelatih atau konsultan keamanan. Trump juga berjanji akan membantu Afghanistan memerangi Taliban dan mempertahankan keberadaan pasukan AS selama dibutuhkan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
Damai yang "Konspiratif"
Meski mendapat tawaran perundingan damai "tak bersyarat" dari Presiden Ghani Februari silam, Taliban tetap bergeming dan malah menyebut upaya perdamaian sebagai "konspirasi." Pengamat meyakini kelompok teror tersebut tidak akan bersedia mengikuti perundingan damai selama mereka masih lemah. Wilayah kekuasaan Taliban saat ini jauh lebih besar ketimbang sebelum berkecamuknya perang 2001 silam.
Foto: Getty Images/AFP/N. Shirzad
Sikap Ambigu Pakistan
Pakistan mendapat tekanan dari Kabul dan Washington agar tidak lagi melindungi militan dari Afghanistan. Islamabad sejauh ini menepis tudingan tersebut dan mengklaim pengaruhnya di wilayah perbatasan telah banyak berkurang. Situasi tersebut menambah ketegangan antara Pakistan dan Afghanistan.
Foto: DW/H. Hamraz
Nasib Bangsa di Tangan Penguasa Daerah
Selain Taliban, penguasa daerah alias warlords memiliki pengaruh besar di Afghanistan. Tahun lalu, pemimpin Hizb-i-Islami Gulbuddin Hekmatyar kembali ke arena politik di Kabul setelah masa pengasingan selama 20 tahun. Kembalinya Hekmatyar adalah berkat perjanjian damai dengan pemerintah Afghanistan yang ditandatangani pada September 2016. Langkahnya diharapkan dicontoh oleh warlords lain.
Foto: Reuters/O.Sobhani
Sikap Galau Asraf Ghani
Di tengah konflik kekuasaan tersebut, popularitas Presiden Ghani terus menyusut di mata penduduk. Maraknya korupsi dan cekcok tanpa henti di tubuh pemerintah mempersulit upaya Afghanistan menanggulangi terorisme. Terkait serangan Taliban, Ghani mengatakan kelompok teror tersebut "sudah melampaui batas," meski tetap membuka pintu perundingan damai.
Foto: Reuters/K. Pempel
8 foto1 | 8
Berapa lama pasukan Jerman bertugas di Afganistan?
Jerman mengerahkan pasukannya setelah serangan mematikan 9/11 yang dilancarkan oleh al-Qaeda pada tahun 2001 di Amerika Serikat. Pasukan pertama tiba di Kabul pada Januari 2002.
Pada tahap awal misi, tentara Jerman diberitahu, penempatan mereka ditujukan untuk menstabilkan negara, bukan memerangi Taliban. Lebih dari 150.000 tentara Jerman ditempatkan di Afganistan selama misi hampir 20 tahun, banyak dari mereka yang bertugas lebih dari sekali.
Pada akhir tahun 2020, pengerahan Bundeswehr telah membebani pembayar pajak Jerman dengan ongkos sekitar €12,5 miliar (Rp216,2 triliun). Misi yang berlangsung selama hampir 20 tahun itu juga telah menelan korban jiwa 59 tentara Jerman.
Iklan
Apa yang terjadi di Afganistan?
Akhir dari misi itu dilaksanakan di saat Taliban di Afganistan merebut wilayah baru dari pemerintah yang didukung AS di Kabul. Pasukan Taliban juga telah menguasai wilayah di sekitar ibu kota sejumlah provinsi, sehingga memicu kekhawatiran kelompok militan ini akan merebut kendali penuh begitu semua pasukan asing pergi.
Presiden AS Joe Biden saat bertemu dengan Presiden Afganistan Ashraf Ghani pada Jumat (25/06), menjanjikan kemitraan "berkelanjutan" antara kedua negara. "Afganistan harus memutuskan sendiri masa depan mereka," kata Biden kepada wartawan. (ha/as)