1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Jerman Ingin Lepaskan Diri dari Ketergantungan pada Cina

Mischa Ehrhardt
13 April 2023

Ekonomi Cina dan Jerman telah terjalin sangat erat. Ini jadi dilema, saat situasi politik penuh ketidakpastian. Belajar dari ketergantungan energi pada Rusia, Jerman kini juga mencoba lepas dari ketergantungan pada Cina.

Peti kemas dari Cina di pelabuhan Duisburg
Peti kemas dari Cina di pelabuhan DuisburgFoto: Maja Hitij/Getty Images

Presiden Prancis Emmanuel Macron sempat memicu kebingungan ketika ia mengatakan bahwa Eropa seharusnya tidak hanya menjadi "pengikut" AS dalam persaingan geopolitik AS-Cina. Eropa, kata Macron, harus menghindari terseret ke dalam konflik AS-Cina soal Taiwan.

Kalangan para pemimpin bisnis Jerman, banyak yang menyetujui pandangan Macron itu. "Jika kita tidak punya hubungan lagi dengan Cina, kemakmuran di Jerman akan menurun," kata Holger Engelmann, Direktur Utama perusahaan pemasok perangkat otomotif Webasto. Bagi perusahaannya, pasar Cina memang sangat penting. Lebih dari sepertiga penjualan Webasto dilakukan di Cina, di mana perusahaan memiliki 11 pabrik.

Cina saat ini adalah mitra dagang terpenting bagi Jerman, di tempat kedua barulah Amerika Serikat. Itulah dilema yang dihadapi Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, yang saat ini sedang berkunjung ke Cina. Dalam kunjungannya dia ingin mencari lebih banyak peluang untuk kerja sama di masa depan, namun pada saat yang sama juga berusaha mengurangi ketergantungan bisnis Jerman pada Cina.

Hanya dalam hitungan belasan tahun, Cina berhasil mendominasi pasar panel suryaFoto: dpa/picture alliance

Ketergantungan impor

Carsten Brzeski, ekonom di bank ING Netherlands, menggambarkan ketergantungan Jerman pada Cina sebagai "sangat tinggi", terutama terkait bahan baku dan produk setengah jadi. "Ini jauh lebih tinggi daripada, misalnya, ketergantungan Amerika pada Cina. Dan juga lebih besar daripada ketergantungan Prancis pada Cina,” katanya kepada DW.

Beijing sendiri sudah lama berusaha melepaskan citra negaranya sebagai "bengkel perakitan murah bagi dunia." Dengan agenda "Made in China 2025", Beijing telah memulai kebijakan industri yang bertujuan mengangkat sektor manufaktur teknologi tinggi ke tingkat global.

Di beberapa sektor, agenda tersebut sudah membuahkan hasil. Dalam produksi baterai untuk kendaraan listrik misalnya, pabrikan Cina CATL sudah memasok sekitar sepertiga dari semua baterai yang dibutuhkan di seluruh dunia untuk mobil listrik. Sekitar 80% baterai lithium-ion untuk kendaraan listrik di seluruh dunia berasal dari Cina.

"Tanpa Cina, tidak akan ada (pasar) mobil listrik," kata Carsten Brzeski, dan menambahkan: "Tanpa Cina, tidak ada transisi energi, tanpa Cina, tidak ada sel surya di atap kami." Bagi kita sudah jelas, perkembangan ekonomi Jerman sangat terkait dengan Cina, "terutama dalam jangka pendek."

Kehati-hatian baru di Barat

"Jerman hanya memiliki sedikit ruang untuk bermanuver", ungkap Carsten Brzeski dari ING. "Sejak pecahnya perang di Ukraina, refleks pertama adalah mengatakan: 'Kita sekarang kita harus lebih fokus pada negara-negara sahabat dan mengakhiri atau mengurangi ketergantungan kita pada Cina.' Tapi itu sama sekali tidak mungkin," tegasnya.

Sebaliknya, banyak perusahaan Cina memiliki kepentingan besar di Jerman dan pasar Eropa, dan telah memperoleh akses melalui sejumlah akuisisi dan kesepakatan kepemilikan. Pabrikan robot Jerman Kuka misalnya, pemimpin bisnis di pasarnya, tahun 2016 diambil alih oleh grup Midea China. Bahkan pemegang saham terbesar Mercedes Benz saat ini adalah dua investor dari Cina.

Namun belakangan, kekhawatiran di Jerman pada besarnya pengaruh Cina makin meningkat. Investor dari Cina semakin dipandang dengan rasa curiga, sekalipun belum ada kasus investor Cina yang tidak mengikuti aturan yang berlaku di Jerman.

Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik terkait Taiwan, banyak pemerintaan negara Barat berusaha menahan ekspansi Beijing, atau setidaknya menjauhkan perusahaan Cina dari pasar domestik dan infrastruktur pentingnya. Tekanan itu juga sekarang berlaku bagi Jerman. Sementara banyak pengamat berpandangan, pemerintah Jerman kelihatannya masih belum menemukan strategi menghadapi perkembangan baru di kancah politik global dan dunia bisnis saat ini.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait