Majalah Der Spiegel melempar bola panas: Jerman dituding suap petinggi FIFA agar ditunjuk jadi tuan rumah Piala Dunia 2006. Dunia sepakbola Jerman hadapi krisis terbesar akibat skandal ini. Perspektif Joscha Weber.
Iklan
Inilah dongeng yang membuat semua orang terkejut. Ketika penentuan tuan rumah Piala Dunia 2006 Afrika Selatan disebut-sebut sebagai favorit. Juga bagi presiden FIFA Joseph Blatter. Tapi yang keluar adalah nama Jerman. Sebetulnya, setengah jam setelah terpilihnya Jerman, sudah muncul desas-desus tentang beredarnya uang sogokan.
Dipertanyakan, mengapa delegasi Selandia Baru, Dempsey tiba-tiba menyatakan abstain. Setelah itu muncul bukti investasi yang mencurigakan perusahaan Jerman seperti Mercedes di Korea Selatan serta pemasokan senjata ke Arab Saudi. Kedua negara saat pemungutan suara tuan rumah Piala Dunia 2006 adalah anggota komite eksekutif FIFA. Tuduhan global terkait kemungkinan suap mencuat setelah orang dalam FIFA Guido Tognoni dalam sebuah wawancara TV secara terbuka mengungkapkan keraguannya mengenai pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2006. Jika tuduhan terbukti, Perhimpunan Sepakbola Jerman-DFB menghadapi krisis terberat dalam sejarahnya.
Tapi semua tuduhan harus dibuktikan. Presiden DFB saat ini, Wolfgang Niersbach dan fungsionaris FIFA Franz Beckenbauer diduga tahu adanya pembayaran "uang haram" itu. Jika terbukti, berarti tamatnya karir pimpinan DFB dan Sang Kaisar sepakbola Jerman. Apakah setelah skandal VW, kini skandal Piala Dunia 2006 akan jadi krisis sepakbola terbesar sepanjang sejarah DFB di Jerman?
Sistem FIFA harus diakhiri
Bau busuk yang terkuak dari skandal Piala Dunia 2006 bisa menjelaskan sikap "menahan diri" dari jajaran pimpinan DFB terkait tudingan skandal korupsi terhadap FIFA dan pucuk pimpinan UEFA. Niersbach selalu menjawab pendek, jika ditanya komentarnya mengenai tudingan skandal dan kecurangan para fungsionaris FIFA dan UEFA.
Setelah tuduhan suap makin panas, DFB juga bersikap menutup diri. Para petingginya tidak bisa dihubungi lewat telepon. Dengan pernyataan pers amat tipis, DFB juga berusaha menepis pemberitaan yang dilansir majalan Der Spiegel. Sebuah bantahan yang meyakinkan, harusnya tegas dan juga lugas.
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.