Parlemen Jerman menyetujui serangkaian UU menyangkut deportasi, monitoring dan data pribadi pencari suaka. UU baru ini dikritik tajam.
Iklan
Pemerintah Jerman akan diijinkan mendeportasi pencari suaka secara lebih cepat dan secara teratur di bawah UU yang baru disetujui Parlemen Bundestag Kamis (18/5).
Bundestag mengatakan, UU baru akan menjamin lebih ketatnya peraturan deportasi. Pencari suaka yang dinilai jadi ancaman bagi keamanan akan dideportasi secara lebih cepat, atau terus dimonitor dengan gelang kaki elektronik.
Perintah deportasi terhadap seorang pencari suaka yang ditolak sekarang bisa dilaksanakan, walaupun tidak ada jaminan bahwa orang itu akan diterima kembali oleh negara asalnya. Jadi seorang imigran bisa tetap dideportasi walaupun negara asalnya tidak mengeluarkan dokumen identitas apapun baginya.
UU ini adalah salah satu peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah Jerman setelah terjadinya serangan teror di Berlin Desember 2016. Pelaku serangan, Anis Amri, belum dideportasi karena pemerintah negara asalnya, Tunisia, tidak bisa mengeluarkan dokumen yang dibutuhkan.
Inilah Kronologi Aksi Teror di Jerman 2016
Selama tahun 2016 terjadi serangkaian aksi teror di Jerman. Sebagian bisa diungkap dini, sebagian lagi terungkap setelah aksinya dilancarkan. Ini kronologinya:
Foto: picture-alliance/dpa/P. Zinken
Berlin, Desember
Sebuah truk yang "sengaja" dikemudikan untuk menabrak sebuah pasar Natal di Berlin, menyebabkan tewasnya 12 orang dan melukai 48 lainnya. Polisi sudah mengindikasikan ini serangan yang direncanakan. Pelakunya masih diperiksa aparat kepolisian, dan diduga pengungsi yang datang ke Jerman bulan Februari silam.
Foto: Reuters/P. Kopczynski
Leipzig, Oktober
Seorang pengungsi asal Suriah, Djaber al-Bakr (22) ditangkap oleh warga senegaranya di Leipzig karena merencanakan serangan bom di bandara Berlin. Polisi gagal menangkap Al-Bakr di apartemennya, dan hanya menyita sejumlah bahan peledak. Al-Djaber ditemukan tewas bunuh diri dalam tahanan polisi Jerman.
Foto: Polizei Sachsen
Ansbach, Juli
Seorang pengungsi asal Suriah Mohammed D. (27) merencanakan serangan bom bunuh diri di tengah festival musik di kota kecil Ansbach. Penjaga keamanan melarang dia masuk, karena gerak geriknya mencurigakan. Bom kemudian diledakkan di dekat tempat acara, membunuh pelaku dan melukai beberapa orang. Pelaku yang disebut alami gangguan kejiwaan diindikasikan berhubungan dengan Islamic State-ISIS.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Karmann
Würzburg, Juli
Seorang pengungsi asal Afghanistan (17) melancarkan serangan teror menggunakan kampak dan pisau terhadap penumpang kereta api regional di Würzburg. Lima penumpang cedera, empat diantaranya luka parah. Polisi menembak mati pelaku yang mencoba melarikan diri.
Foto: picture-alliance/dpa/K. J. Hildenbrand
Essen, April
Sebuah gedung peribadatan warga Sikh di kota Essen diserang bahan peledak. beberapa orang cedera, seorang luka parah. Tersangka pelakunya berhasil ditangkap polisi beberapa saat kemudian. Mereka diindikasikan sebagai remaja yang disusupi ideologi Salafi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kusch
Hannover, Februari
Seorang remaja putri bernama Saifa menusuk seorang polisi hingga luka parah saat diperiksa jati dirinya di stasiun Hannover. Pelaku menyatakan siap berjihad bersama ISIS di Suriah.
Foto: Polizei
6 foto1 | 6
Selain itu, pihak berwenang Jerman nantinya bisa menahan orang yang dicurigai jadi ancaman bagi negara selama maksimal 10 hari. Sebelumnya hanya empat hari.
Dengan adanya UU baru, nantinya Badan Pemerintah Urusan Migrasi dan Pengungsi (BAMF) bisa mengakses semua alat elektronik milik seorang pencari suaka untuk menegaskan identitas mereka yang tidak punya tanda identitas resmi.
Rancangan UU diperketat sebelum pemilu
Jika seorang imigran masuk wilayah Jerman dengan memberikan identitas palsu, ruang gerak mereka akan dibatasi. Hukuman sama juga berlalu untuk imigran yang tidak punya hak tinggal di Jerman, dan tidak bersedia meninggalkan Jerman.
Pemerintah Jerman juga akan memerintahkan pencari suaka yang punya prospek tinggal di Jerman untuk tetap berada di tempat penerimaan sampai prosedur suaka selesai dilengkapi.
Misteri Tentara Jerman Yang Menyamar Sebagai Pengungsi Suriah
Letnan berusia 28 tahun, Franco A., jalani kehidupan ganda dengan menyamar sebagai pengungsi yang akan lancarkan serangan teror. Skandal meluas setelah tersangka diketahui sejak lama memiliki pandangan ekstrim kanan.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Sauer
Terungkap Berkat Sidik Jari
Tiga bulan sebelum ditangkap, Franco A. berada di Wina Austria. Menurut harian Die Welt, ia menyembunyikan pistol berpeluru di toilet bandara Wina. Ia tidak ditahan karena tidak cukup bukti. Tapi sidik jarinya diperiksa oleh polisi Austria, dan identik dengan sidik jari "David Benjamin" yang tercatat sebagai pencari suaka di Jerman. Kepolisian Jerman langsung dihubungi.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Anspach
Penjual Buah David Benjamin
Berprofesi tentara, ayahnya dari Italia dan ibunya Jerman, menyamar menjadi penjual buah asal Damaskus bernama "David Benjamin" yang beragama Katolik, keturunan Yahudi, dan melarikan diri dari ISIS. Permohonannya sebagai pengungsi disetujui, walau tidak bisa berbahasa Arab, Ia mendapat fasilitas tempat tinggal dan uang tunjangan bulanan dari pemerintah Jerman. (Foto simbol)
Foto: picture-alliance/dpa/F. von Erichsen
Ditangkap Saat Latihan Militer
Polisi menangkap Letnan Franco A. di kamp pelatihan militer dekat Hammelburg, kota kecil di negara bagian Bayern Rabu malam (26/04). Ia bergabung dengan militer Jerman-Bundeswehr 8 tahun yang lalu dan telah melewati pemeriksaan keamanan secara rutin.
Foto: Getty Images/AFP/F. Florin
Target Sasaran Muslim dan Pengungsi
Bersamaan dengan penangkapan Franco A., polisi merazia apartemen temannya, mahasiswa teknik industri Matthias F., 24 tahun. Keduanya berkomuniksi via SMS untuk menjadikan pencari suaka dan muslim sebagai target serangan teror. Di apartemen Mathias, petugas menemukan granat dan dinamit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Rampfel
Berpaham Ekstrim Kanan
Skandal meluas, setelah majalah berita Der Spiegel melaporkan, tersangka mengekspresikan pandangan ekstrim kanannya pada makalah akademis 2014, namun tidak mendapat hukuman disipliner. Dinas intelijen militer Jerman MAD saat ini sedang menginvestigasi anggota Bundeswehr yang dituduh mendukung aliran ekstrim kanan.
Foto: picture alliance / Marcel Kusch/dpa
"Nol Toleransi"
Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen menegaskan kepada stasiun TV ZDF: "Kami bisa mentolerir banyak hal, tetapi tidak memberi toleransi bagi pandangan ekstrimisme politik, ekstrim kanan, atau ektrimis bermotivasi agama".
Foto: picture-alliance/dpa/I. Fassbender
6 foto1 | 6
Pemerintah Jerman dan pemerintah 16 negara bagian Jerman sudah menyetujui rancangan UU Februari lalu. Namun Rabu (17/5), pemerintah koalisi, yang terdiri dari Partai Kristen Demokrat (CDU) dan Sosial Demokrat (SPD) memperketat UU yang sudah disetujui.
Organisasi HAM dan kemanusiaan mengecam UU baru
Organisasi HAM, organisasi kemanusiaan dan partai oposisi mengecam UU yang lebih ketat terhadap pencari suaka. Mereka menilainya sebagai pelanggaran hak-hak fundamental orang-orang yang mencari perlindungan.
Maria Scharlau dari Amnesty International mengatakan, UU baru yang memberikan akses ke alat elektronik milik imigran menjadi "pelanggaran besar atas hak pribadi puluhan ribu orang" tanpa ada alasan kuat. Organisasi Jerman yang memberikan bantuan kepada pengungsi, Pro Asyl mengatakan, UU baru akan mengubah Jerman dari negara tuan rumah menjadi negara yang mendeportasi pendatang baru.
De Maiziere pertahankan UU baru
Menteri Dalam Negeri Jerman, Thomas de Maiziere mempertahankan UU tersebut, bersama beberapa anggota parlemen dari partai CDU dan SPD. "Posisi kita jelas," kata de Maiziere. "Menolong dan mengintegrasikan mereka yang perlu perlindungan kita. Pemulangan ke negara asal bagi yang tidak perlu perlindungan, terutama bagi mereka yang bersalah karena kebohongannya sendiri."
De Maiziere menambahkan, tidak adil bahwa beberapa pencari suaka bisa mendaftarkan diri dengan nama dan negara asal palsu, tanpa dihukum sama sekali.