Jerman Tidak Lagi Terima Imam Masjid yang Dilatih di Turki
15 Desember 2023
Jerman tidak akan lagi menerima imam yang dikirim dari Turki dan sebaliknya akan melatih ulama di negaranya sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan integrasi.
Iklan
Sebuah program pelatihan yang menempatkan sejumlah ulama Turki untuk menjadi imam di masjid-masjid di Jerman telah dihentikan seiring dengan upaya Jerman untuk melatih para ulamanya sebagai upaya meningkatkan integrasi, demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Jerman pada Kamis (14/12).
Berdasarkan perjanjian baru antara kementerian, otoritas keagamaan Turki Diyanet, dan asosiasi Islam Turki DITIB, sekitar 100 warga muslim di Jerman akan mendapat kesempatan untuk dilatih sebagai imam setiap tahunnya di Kota Dahlem.
Para calon imam ini secara bertahap akan menggantikan sekitar 1.000 ulama yang dilatih dan dipekerjakan oleh Diyanet Turki.
"Kami membutuhkan pemimpin agama yang bisa berbicara dalam bahasa kami, mengenal negara kami, dan membela nilai-nilai kami,” kata Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser dalam sebuah pernyataan.
"Kami ingin para imam terlibat dalam dialog antaragama dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tentang keyakinan dalam masyarakat kita,” kata Faeser.
Menurut Konferensi Islam Jerman (DIK), terdapat sekitar 5,5 juta muslim yang tinggal di Jerman atau sekitar 6,6% dari populasi. "Ini merupakan tonggak penting bagi integrasi dan partisipasi komunitas muslim,” kata Faeser.
Jerman memiliki sekitar 2.500 komunitas masjid, 900 di antaranya dikelola oleh DITIB. Sebuah cabang dari Kepresidenan Urusan Agama di Ankara, DITIB, adalah asosiasi Islam terbesar di Jerman yang dituduh bertindak sebagai perpanjangan tangan pemerintah Turki.
Masjid Köln, Masjid Terbesar di Jerman
Masjid yang dibangun tahun 2009 ini tercatat sebagai masjid terbesar dan termegah di Jerman. Sempat menuai kontroversi, masjid Köln kini dianggap sebagai simbol integrasi dan simbol lahirnya arsitektur masjid Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Masjid terbesar di Jerman
Masjid Pusat Köln (Zentralmoschee Köln) yang berukuran 4500 meter kuadrat ini mampu menampung 1200 jamaah. Inilah yang membuat Masjid Köln dianggap sebagai masjid terbesar di Jerman. Masjid yang dibangun oleh organisasi muslim Turki DiTiB ini dilengkapi perpustakaan, tempat kursus, ruang seminar, pusat olah raga, kantor serta pertokoan.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Nuansa oritental yang modern
Layaknya Masjid Sultan Ahmed di Turki, masjid di Köln ini juga menghadirkan nuasana biru yang khas. Suasana modern terlihat lewat desain kaca-kaca yang menyatu di dinding. Kesan Islam yang modern juga tampak dari tulisan kaligrafi emas di masjid. Nama nabi penting di agama Yahudi dan Kristen turut ditoreh, diantaranya Abraham, Musa, Nuh dan Isa Almasih.
Foto: Picture alliance/dpa/M. Becker
Perjalanan panjang hingga tegak berdiri
20 tahun lamanya warga muslim Turki di Köln bermimpi mendirikan masjid yang mumpuni. Rencana ini baru mulai terealisasi tahun 2009, namun sempat tersendat tahun 2011 karena munculnya penolakan warga anti imigran. Jajak pendapat yang dilakukan surat kabar lokal mengungkap 63% warga sebenarnya mendukung pembangunan masjid, namun 27% diantaranya ingin ukuran masjid diperkecil.
Foto: picture-alliance/dpa
Tak lagi di pojok terpencil
Diperkirakan 4,7 juta umat Muslim, mayoritas berlatar belakang Turki, hidup di Jerman. Di Köln, kota berpenduduk sekitar 10 juta ini terdapat 70 masjid yang tersedia bagi sekitar 120 ribu umat Muslim. Biasanya masjid ini terletak di pojok terpencil. Namun berbeda halnya dengan Masjid Köln yang terletak di Ehrenfeld, sudut kota yang biasa dikenal sebagai salah satu pusat budaya di Köln.
Foto: Picture alliance/dpa/O. Berg
Donasi untuk Masjid
Biaya pembangunan masjid berkisar 30 juta Euro atau 450 miliar Rupiah. 2/3 diantaranya berasal dari sumbangan jamaah dan 884 organisasi Islam. Donasi juga datang dari Gereja Katolik St. Theodore yang khusus menggalang dana untuk membangun masjid ini.
Foto: picture alliance/dpa/Geisler
Paul Böhm, arsitek yang ciptakan integrasi
Paul Böhm adalah arsitek di balik Masjid Pusat Köln. Keluarga besarnya merupakan arsitek terkenal di Jerman. Ia dan ayahnya, Gottfired Böhm adalah ahli di bidang arsitekur gereja Katolik. Bagi dekan fakultas arsitektur TH Köln ini, Masjid Köln adalah karya terbaiknya sebab lewat karya arsitektur ini ia mampu menjawab tantangan integrasi di Jerman.
Foto: AP
Rumah ibadah yang transparan
"Terbuka" dan “terang“, secuil komentar yang mendeskripsikan masjid karya Paul Böhm itu. Bangunan masjid didesain transparan dengan menggunakan kaca yang menonjolkan pencahayaan natural. Namun, tak sekadar bentuk fisik, masjid ini juga membuka diri untuk dikunjungi warga yang berbeda agama. Tujuannya agar Masjid Köln dapat menjembatani komunikasi antar agama di Jerman.
Foto: Lichtblick Film GmbH/Raphael Beinder
Masjid "bergaya Jerman"
Masjid bermoto "Unsere Moschee für Kölle“ atau "Masjid Kita untuk Köln" ini dijuluki sebagai "Masjid Kölsch“, sebutan bagi dialek dan bir lokal. Desain masjid juga dianggap "sangat Jerman“ karena mampu menciptakan gebrakan di bidang arsitektur rumah ibadah yang .mengawinkan arsitektur masjid era Ottoman Turki dengan arsitektur bergaya romawi khas Eropa.
Foto: picture alliance / dpa
Menara yang menjulang di langit Cologne
Dua menara Masjid Köln sempat menjadi topik perdebatan karena dianggap akan merubah citra kota dan "membayang-bayangi" menara Katedral Köln. Gereja gotik tersebut diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia sehingga tata kota di sekitar katedral memang harus dijaga orisinalitasnya. Menara Masjid Köln dibangun setinggi 55 meter - atau 1/3 dari 157 meter ukuran puncak Katedral Köln.
Foto: picture alliance/dpa/H.Kaiser
Delapan syarat Masjid Köln
Kursus bahasa Jerman bagi jamaah menjadi satu dari delapan syarat berbasis integrasi yang diwajibkan agar Masjid Köln dapat dibangun. Para Imam juga harus mahir berbahasa Jerman, karena mereka dituntut untuk berkotbah dalam bahasa yang dimengerti semua pengunjung. Selain itu, persamaan perlakuan bagi perempuan dan laki-laki juga menjadi poin penting prasyarat tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Anggota Taliban berbicara di salah satu masjid di Köln
Kontroversi DITIB terbaru terjadi ketika seorang anggota Taliban Afganistan berbicara di salah satu masjid organisasi tersebut di Kota Köln di bagian barat bulan lalu.
Iklan
Pada tahun 2017, para pejabat Jerman meminta DITIB untuk melakukan reformasi mendasar menyusul tuduhan bahwa para imam yang dikirim oleh Diyanet telah menjadi mata-mata untuk pemerintah Turki setelah kegagalan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Diyanet membantah terlibat dan penyelidikan ditutup tanpa tuduhan apa pun.
Mantan Kanselir Angela Merkel pertama kali mendukung pelatihan para imam di Jerman pada tahun 2018 dan mengatakan kepada parlemen bahwa hal itu "akan membuat kita lebih mandiri dan diperlukan untuk masa depan.”
Pelatihan 100 imam per tahun di Jerman akan berlangsung sebagai bagian dari program DITIB yang ada, serta melalui program tambahan, kata kementerian tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, pihaknya menyatakan sedang mencari "kerja sama dengan Sekolah Tinggi Islam Jerman” di Osnabrück.