Para pemimpin dari empat negara dijadwalkan akan bertemu di Istanbul, Turki, Sabtu (27/10), dalam Pertemuan Internasional Suriah untuk membahas masa depan negara itu setelah perang usai. Apa saja yang akan dibahas?
Iklan
Selama pertemuan ini, Jerman diperkirakan akan lebih berfokus pada masalah-masalah yang terkait pengungsi, demikian ungkap Direktur Yayasan Heinrich Böll, Kristian Brakel, di Istanbul kepada DW.
"Bersama Turki, Jerman ingin memastikan aliran pengungsi dari Suriah ke Turki berhenti. Hingga saat ini Turki sudah mengakomodasi lebih dari tiga juta pengungsi asal Suriah. Karena alasan ini lah Turki dan juga Jerman merasa khawatir akan adanya serangan militer yang menargetkan Idlib."
Idlib terletak dekat dengan perbatasan Suriah dan Turki. Bila Idlib diserang maka akan sulit mengurangi atau menghentikan arus pengungsi ke Turki.
Lebih lanjut, Brakel mengatakan kalau Turki dan Jerman sudah berada di bawah tekanan terkait pengungsi. Di wilayah timur Turki, kerusuhan akibat masalah pengungsi terjadi berkali-kali.
"Kedua pihak - Jerman dan Turki - tertarik untuk menjaga situasi setidaknya cukup stabil sehingga eksodus massal orang-orang dari Suriah tidak mungkin terjadi," kata Brakel. Karena itu situasi di sekitar Idlib kemungkinan akan menjadi aspek kunci dari pertemuan internasional Sabtu ini.
Damaskus: Kembali ke Kehidupan Sehari-Hari?
Dengan berakhirnya pertempuran di sekitar Damaskus lambat laun rutinitas kehidupan sehari-hari kembali lagi. Saat penduduk ibu kota bisa menikmati sedikit normalitas, di bagian lain negeri, warga tetap menderita.
Foto: Reuters/M. Djurica
Sebagian besar Damaskus tidak menderita
Lebih dari tujuh tahun lalu perang Suriah meletus. Berbeda dengan kondisi sebagian besar negeri, ibu kota Suriah, Damaskus, tidak terlalu menderita akibat pertempuran ini. Pasukan Presiden Bashar al Assad menguasai dan menjaga keamanan ibu kota. Memang kota masih bisa jadi sasaran bom, tetapi zona aman masih ada.
Foto: Reuters/M. Djurica
Kehidupan malam di ibu kota
Setelah berakhinrya pertempuran di kawasan itu, warga lambat laun kembali ke normalitas. Di bar bernama Marionette Bar di kota tua Damaskus sejumlah warga berusia muda merayakan ulang tahun seorang kawan. Di kawasan ini kehidupan malam marak, dan tidak pernah terhenti sepenuhnya walaupun saat perang.
Foto: Reuters/M. Djurica
Minum koktail di kota tua
"Selama perang, ketika bom berjatuhan, ada beberapa hari di mana tidak ada seorang tamu pun datang," demikian dikatakan Dana (24) sambil mencampur koktail Blue Moon. "Tapi kami tidak pernah berhenti bekerja." Musim panas ini bar, restoran dan kafe di kota tua kembali hidup. Ini musim panas pertama sejak 2011, di mana alarm perang tidak terdengar.
Foto: Reuters/M. Djurica
Kehancuran tepat di sebelahnya
Jika orang pergi hanya beberapa kilometer dari ibu kota Damaskus, maka kehancuran yang diakibatkan perang Suriah akan tampak. Di sana, di mana pemberontak dulu berkuasa, jalan kembali ke kehidupan normal sangat lah panjang dan sulit.
Foto: Reuters/M. Djurica
Hidup sehari-hari berserakan di sela reruntuhan
Di Duma, hanya sekitar 15 km dari Damaskus, jalanan dipenuhi reruntuhan. Kawasan perumahan dan pertokoan hancur akibat perang. Hanya beberapa bulan lalu pertempuran berakhir. Pembangunan kembali kemungkinan akan makan dana ratusan miliar Dolar. Beban itu tidak mungkin bisa dipikul rezim sendirian. Seberapa lama waktu yang diperlukan untuk bisa kembali ke normalitas?
Foto: Reuters/M. Djurica
Bekerja dengan apa yang ada
Negara-negara Barat menjadikan reformasi politik sebagai hal yang menentukan bagi keputusan pemberian bantuan. Sementara warga di kawasan yang hancur akibat perang hanya bisa menggunakan sarana yang masih tersisa. Banyak rumah sakit hancur lebur atau rusak berat. Tapi para dokter tetap bekerja di ruang bawah tanah, jika dibutuhkan.
Foto: Reuters/M. Djurica
Tidak ada masa depan di Suriah?
Di Damaskus, tantangan ekonomi juga berperan besar. Banyak warga Suriah mempertimbangkan untuk pergi. "Saya suka pekerjaan saya. Saya suka bar-bar dan kehidupan malam di sini. Tapi sebenarnya saya ingin pergi dari Suriah," kata pemilik bar Rasha. Penulis: Rahel Klein; Foto: Marko Djurica, Reuters
Foto: Reuters/M. Djurica
7 foto1 | 7
Namun, hingga kini situasi di wilayah yang berada di bawah kendali kelompok jihadi ini masih rumit. Pemerintah Suriah yang didukung Rusia dan Iran sedang mempertimbangkan serangan terhadap pemberontak di wilayah tersebut.
Sejauh ini Assad dan sekutu-sekutunya telah menghentikan operasi militer yang dapat menyebabkan banyak korban sipil.
Penyusunan konstitusi baru
Salah satu hal yang akan dibahas terkait dengan krisis di Idlib adalah masalah penyusunan konstitusi baru bagi Suriah. Diskusi diharapkan akan berfokus pada pembentukan konstitusi atau pembentukan majelis konstituante untuk menyusun konstitusi tersebut.
Konstitusi ini dinilai sangat penting bagi hubungan di luar negeri maupun dalam negeri. Bentuk konstitusi ini dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap banyak pengungsi - apakah mereka dapat pulang ke rumah pada suatu saat atau, jika memungkinkan, tinggal di tempat mereka sekarang. Kesepakatan ini juga dapat berpengaruh pada seberapa cepat keadaan Suriah dapat ditenangkan dan menjadi stabil ketika pertempuran berakhir.
Pada September lalu, tujuh negara barat dan Arab, termasuk Jerman, meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk secepat mungkin membuka jalan bagi rancangan konstitusi. Deklarasi menyerukan pembentukan komite dengan perwakilan dari semua pihak dalam konflik.
Salah satu tujuannya adalah untuk meletakkan dasar bagi pemilihan yang bebas dan adil di bawah pengawasan PBB di mana semua warga Suriah yang memenuhi syarat untuk memilih - termasuk mereka yang telah melarikan diri dari negara itu - diizinkan untuk berpartisipasi.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Namun pemerintah Suriah menolak seruan untuk penyusunan konstitusi internasional ini. Menteri Luar Negeri Walid al-Moallem sebagaimana dikutip oleh media pemerintah mengatakan hal ini adalah urusan Suriah sebagai negara yang sepenuhnya "berdaulat."
Rusia rencana angkat kaki
Sekutu utama Suriah yaitu Rusia juga mendukung konstitusi baru yang disusun oleh Suriah sendiri. Tetapi ahli Timur Tengah Rusia, Taimour Dwidar, mengatakan bahwa ada kemungkinan pihak Moskow bersedia untuk berkompromi.
Selain itu, ujar Kristian Brakel, masalah keuangan mungkin juga menjadi faktor yang membuat Rusia tidak ingin begitu terlibat dalam pembentukan konstitusi Suriah.
"Rusia menghadapi masalah pembangunan kembali Suriah. Tentu saja mereka ingin negara lain yang memberikan kontribusi. Ini tentang menginvestasikan miliaran dolar selama sekitar 15 hingga 20 tahun. Baik orang Rusia maupun Iran tidak dapat memberikan uang sebanyak itu, dan negara-negara Teluk hingga saat ini tidak siap untuk memberikan kontribusi substansial. "
Karena itu lah Rusia mengandalkan Jerman baik untuk berkontribusi secara finansial dan mungkin membujuk sekutu Barat untuk melakukan hal serupa. "Rusia tentu ingin Jerman berada di pihaknya," kata Kristian Brakel.
ae/yp
Penyesalan Para WNI Simpatisan ISIS
Mereka terbuai kemakmuran yang dijanjikan Islamic State dan memutuskan pergi ke Suriah. Janji surga tak sesuai kenyataan, mereka pun menyesal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Tergiur janji manis
Banyak keluarga tergiur dengan janji kekalifatan Islamic State alias ISIS di Suriah dan Irak yang ditawarkan lewat internet. Harapan mendapat pendidikan dan layanan kesehatan gratis, upah tinggi dan jalani keislaman kekhalifahan mendorong gadis Indonesia memboyong keluarganya ke Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Sampai menjual properti
Keluarga Nurshardrina Khairadhania, bahkan sampai menjual rumah, kendaraan dan perhiasan untuk membiayai perjalanan mereka ke Raqqa, Suriah. Sesampainya di sana, kenyataan tak sesuai harapan. Tiap perempuan muda dipaksa menikahi gerilayawan ISIS. Semntara yang pria wajib memanggul senjata dan berperang. Nur dan bibinya masuk dalam daftar calon pengantin yang disiapkan buat para gerilyawan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Beberapa bulan penuh derita
Beberapa bulan setelah menderita di Raqqa, Nur dan keluarganya melarikan diri dengan membayar penyelundup buat keluar dari wilayah ISIS. Neneknya meninggal dunia, pamannya tewas dalam sebuah serangan udara dan beberapa anggota keluarga lainnya dideportasi sejak baru tiba di Turki. Bersama ibu, adik dan sanak saudara yang lainnya Nur berhasil masuk kamp pengungsi Ain Issa, milik militer Kurdi.
Foto: Getty Images/AFP/D. Souleiman
Jalani interogasi
Para WNI pria yang lari dari ISIS pertama-tama diamankan militer Kurdi dan diinterogasi. Setelah perundingan panjang, kini mereka dipulangkan ke Indonesia dan jalani program deradikalisasi yang disiapkan pemerintah. Menyesal! Tinggal kata tersebut yang bisa dilontarkan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Surga atau neraka?
Banyak relawan dari Indonesia yang ingin menjadi jihadis atau pengantin jihadis, untuk mengejar 'surga' yang dijanjikan Islamic State di Suriah atau Irak. Namun menurut mereka yang ditemui adalah 'neraka'
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Nur: IS tidak sesuai kaidah Islam
Dalam wawancara dengan Associated Press, Nur menceritakan perilaku jihadis ISIS tidak sesuai kaidah Islam yang ia pahami. "ISIS melakukan represi, tak ada keadilan dan tak ada perdamaian. Warga sipil harus membayar semua hal, listrik, layanan keseahatan dan lainnya. Sementara jihadis ISIS mendapatkannya secara gratis."
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Proses pemulangan
Banyak kalangan yang tergolong naif atau garis keras atau gabungan keduanya bergabung dengan ISIS, pada akhirnya menyerahkan diri atau ditangkap aparat keamanan. Pejabat Kurdi di Raqqa menyebutkan proses itu interogasi diperkirakan berlangsung hingga enam bulan, sebelum diambil keputusan bagi yang bersangkutan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Termasuk dari Jerman
Banyak warga negera-negara lain yang juga terbuai janji ISIS. Termasuk dari Jerman. Majalah mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan bulan Juli 2017, sejumlah perempuan Jerman yang bergabung dengan ISIS dalam beberapa tahun terakhir, termasuk gadis berusia 16 tahun dari kota kecil Pulsnitz dekat Dresden, menyesal bergabung dengan ISIS. Ed (ap/as/berbagai sumber)