Selama ini kedua pihak lebih sering bertempur satu sama lain, tapi kini kelompok jihadis Islam di Suriah membantu pasukan pemberontak FSA buat melonggarkan kepungan serdadu pemerintah terhadap Aleppo.
Iklan
Kelompok jihadis Islam bahu membahu dengan pasukan pemberontak Suriah buat menghalau serdadu pemerintah yang mengepung kota Aleppo. Kota terbesar kedua di Suriah yang menjadi markas kelompok pemberontak itu dikepung militer sejak 17 Juli silam.
Pemberontak Suriah, FSA, kini mendapat dukungan dari kelompok Islamis seperti Ahrar al-Syam dan Front al Nusra yang kini berganti nama menjadi Jabhat Fatah al-Syam setelah pecah kongsi dengan Al-Qaida.
Kelompok tersebut berusaha menerobos kepungan militer untuk membuka jalur logistik baru. Fatah al-Syam misalnya melancarkan dua serangan bom mobil di kawasan pinggiran kota Aleppo, lapor kelompok pemantau HAM, Syrian Observatory for Human Rights (SOHR).
"Ini akan menjadi pertempuran yang lama dan sulit," tutur Direktur SOHR, Rami Abdel Rahman. "Militer mendapat bantuan besar dari gerilayawan Iran dan Hizbullah, ditambah lagi dengan pesawat tempur Rusia," imbuhnya.
Hizbullah yang disokong Iran sejak lama telah memindahkan gerilayawannya dari Libanon ke Suriah buat membantu pasukan pemerintah.
Di Aleppo sendiri pasukan pemerintah terus membombardir kawasan yang dikuasai pemberontak. Menyusul kecaman dari dunia internasional, pemerintah Suriah mengklaim telah membuka koridor kemanusiaan buat penduduk sipil. Tapi warga kota dan pemberontak menepis klaim tersebut sebagai sebuah "kebohongan."
Sementara itu sedikitnya sembilan warga sipil tewas dalam serangan udara tentara pemerintah terhadap sebuah rumah sakit di Jassem, provinsi Daraa di selatan Suriah. Komite Bantuan internasional (IRC) yang membangun fasilitas tersebut mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa untuk "bereaksi sesuai prinsip-prinsip dasar PBB."
"Pemboman rumah sakit tidak bisa dibenarkan. Siapapun yang terlibat harus diadili," ujar Direktur IRC, David Miliband.
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.