Jika Kembali Berkuasa, Taliban Akan Cabut Hak-hak Perempuan
5 Mei 2021
Badan Intelijen AS memperingatkan, Taliban akan kembali mencabut hak perempuan dan memperlakukan wanita secara kasar jika mereka sukses merebut kekuasaan di Afghanistan, setelah seluruh pasukan NATO pergi.
Iklan
Sebuah laporan baru yang dirilis Badan Intelijen Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, penarikan koalisi militer yang dipimpin AS dari Afghanistan berpotensi mengancam hak-hak perempuan di negara itu.
Jika Taliban dapat kembali memperoleh kekuasaan, mereka akan "memundurkan kembali sebagian besar kemajuan yang sudah dibangun dua dekade terakhir," kata penilaian oleh Dewan Intelijen Nasional AS.
Laporan dua halaman itu merujuk pada perlakuan kasar terhadap wanita dan anak perempuan di bawah aturan Taliban tahun 1996-2001, di mana sebagian besar wanita dikurung di rumah dan anak perempuan tidak memiliki akses ke pendidikan. Wanita dilarang keluar rumah tanpa ditemani anggota keluarga laki-laki.
Remaja Afghanistan Skeptis Masa Depan Bersama Taliban
Generasi Z Afghanistan dibesarkan dalam 17 tahun perang dan kehadiran militer internasional. Masa depan yang mengikutsertakan perdamaian dengan Taliban menimbulkan perasaan penuh harapan sekaligus rasa takut.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Sulta Qasim Sayeedi, 18, model
Sayeedi sering merambah Facebook, YouTube dan Instagram untuk mempelajari dunia fesyen dan model serta mencari inspirasi dari selebriti favoritnya, seperti Justin Bieber. "Kami khawatir, jika Taliban datang, kami tidak bisa lagi mengelar mode show," katanya. Namun ia juga berujar, sudah saatnya perdamaian datang.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Maram Atayee, 16 tahun, pianis
"Hal yang paling mengkhawatirkan bagi saya, jika Taliban kembali, saya tidak bisa bermain musik lagi," kata Maram Atayee. Ia belajar main piano di sekolah musik di Kabul. Bagus, jika pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan Taliban. Dan nanti akses untuk bermusik harus terbuka bagi semua orang, dan hak-hak perempuan harus dijaga. Demikian tuntutan Atayee.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Hussain, 19, penata rambut
"Saya optimis mendengar Taliban ikut proses perdamaian," kata Hussain yang punya salon di Kabul. Seperti banyak warga muda Afghanistan lainnya, ia dibesarkan di Iran, di mana jutaan warga Afghanistan mengungsi. "Itu akan jadi akhir perang dan konflik di negara kami." Tapi ia juga berkata, ingin agar Taliban mengubah kebijakan dan tidak bersikap seperti dulu.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mahdi Zahak, 25, seniman
Tentu ada harapan bagi perdamaian, kata Zahak. "Tetapi kita bisa benar-benar mendapat perdamaian adalah jika Taliban menerima kemajuan yang sudah terjadi di negara ini dalam 17 tahun terakhir, dan membiarkan orang lain menikmati hidup mereka."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Kawsar Sherzad, 17, atlet bela diri
"Perempuan Afghanistan sudah punya banyak pencapaian di dunia olah raga. Jadi saya optimis Taliban akan menerima kemajuan perempuan ini," demikian ungkap Sherzad. Untuk wawancara, atlet cabang olah raga Muay Thai ini berpose di sebuah klub di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Nadim Quraishi, 19, pemilik toko game
"Kami ingin melihat berakhirnya konflik di negara ini. Kami punya harapan besar, perdamaian akan berlangsung lama antara pemerintah dan Taliban," kata Quraishi. Untuk foto, ia berpose di depan toko gamenya di Kabul.
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Zarghona Haidari, 22, bekerja di toko buku
"Saya tidak terlalu optimis tentang perdamaian di negara ini." kata Haidari, yang bekerja di sebuah toko buku di Shahr Ketab Centre. Ia menambahkan, "Saya tidak yakin, Taliban akan mencapai kesepakatan perdamaian dengan pemerintah."
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
Mohammad Jawed Momand, 22, dokter
"Perdamaian menuntut semua pihak untuk meletakkan senjata, dan memikirkan pendidikan serta kemakmuran di negara ini," demikian dikatakan Momand. Laporan demografi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan 60% dari 35 juta populasi Afghanistan berusia di bawah 25 tahun. Demikian keterangan Sumber: Reuters (Ed.: ml/as)
Foto: Reuters/Mohammad Ismail
8 foto1 | 8
Detik-detik terakhir keberadaan pasukan AS
Presiden Joe Biden telah menetapkan batas waktu penarikan seluruh pasukan AS dari Afghanistan pada September mendatang. Pemerintahan Biden juga berjanji tidak akan mengakhiri keterlibatan mereka dengan Afghanistan atau advokasi hak asasi manusia.
Pada bulan lalu, Taliban mengeluarkan pernyataan bahwa wanita dapat "melayani masyarakat mereka dalam bidang pendidikan, bisnis, kesehatan, dan sosial sambil mempertahankan pemakaian jilbab yang benar."
Namun, laporan AS menyoroti "pergantian kepemimpinan" di Taliban, menunjukkan tingkat skeptisisme tentang janji tersebut.