Jika Rusia Invasi Ukraina, Biden: Tak Ada Lagi Nord Stream 2
8 Februari 2022
Presiden AS Joe Biden mengatakan tidak mungkin Nord Stream 2 berjalan jika Rusia melakukan invasi. Ditanya soal proyek pipa gas tersebut, Kanselir Jerman Olaf Scholz tidak memberikan jawaban yang eksplisit.
Iklan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden berjanji tidak akan ada kemajuan proyek pipa gas Nord Stream 2, jika Moskow melancarkan invasi ke Ukraina. Hal itu diungkapkannya kepada media usai bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, membahas situasi tegang di perbatasan Ukraina dengan Rusia, di mana sekitar 100.000 tentara Rusia telah dikerahkan.
Inti dari perselisihan antara Washington dan Berlin adalah pembangunan pipa yang diatur untuk memompa gas alam Rusia langsung ke Jerman, melewati Ukraina. Menanggapi pertanyaan tentang Nord Stream 2, Biden menyebut tidak akan ada peluang proyek itu berlanjut jika tank dan pasukan Rusia melintasi perbatasan Ukraina.
"Tidak akan ada lagi Nord Stream 2. Kami akan mengakhirinya. Saya berjanji kami akan bisa melakukannya," tegas Biden.
Apa yang dikatakan Scholz?
Scholz, dalam kunjungan perdananya ke Gedung Putih sebagai kanselir Jerman, mengatakan "langkah-langkah luas" telah disepakati dengan sekutu dan mitra Jerman, termasuk AS.
"Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan. Anda dapat yakin tidak akan ada tindakan di mana kami memiliki pendekatan yang berbeda. Kami akan bertindak bersama-sama," ucapnya.
Ketika ditanya soal Nord Stream 2, Scholz menghindari jawaban secara eksplisit, tetapi justru mengulangi pesan solidaritasnya.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS mengatakan akan bekerja sama dengan Jerman untuk memastikan Nord Stream 2 tidak jadi beroperasi jika terjadi invasi. Biden juga memuji hubungan dekat antara Washington dan Berlin, seraya menambahkan bahwa mereka "bekerja bersama-sama" untuk mencegah agresi Rusia.
Scholz pernah ke Gedung Putih saat menjabat sebagai menteri keuangan dan wakil kanselir Angela Merkel, tetapi dia mendapat kritik karena menunda kunjungan perdananya ke AS sebagai kanselir.
Dia menjabat 60 hari yang lalu. Sebelum Scholz, mantan Kanselir Merkel dan pendahulunya Gerhard Schröder tidak butuh waktu lama untuk menyeberangi Atlantik.
Iklan
Masalah apa yang ada antara Berlin dan Washington?
Sementara kedua negara tersebut telah menjadi sekutu setia sejak akhir Perang Dunia II, Jerman semakin dipertanyakan atas komitmennya dalam mencegah agresi Rusia.
Jerman mendapat kecaman atas ketergantungannya yang besar pada pasokan energi Rusia dan penolakannya untuk mengekspor senjata mematikan ke Ukraina. Pakar Rusia dan Eropa Timur di Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman Stefan Meister mengatakan kepada DW pada hari Senin (07/02) bahwa Jerman mungkin akan mengalah.
"Saya pikir Jerman akan mendukung pada akhirnya, sanksi ekonomi juga sanksi pada Nord Stream 2," katanya.
Namun terkait masalah besar lainnya, seperti penolakan Jerman untuk menjual senjata ke Ukraina, Meister menilai "mereka tidak akan setuju. Jelas tidak. Saya pikir Scholz menjelaskan lagi bahwa Jerman tidak akan mengirim senjata."
Apa Arti Warna dari Sebuah Revolusi?
Dari baju hitam yang dipakai demonstran Hong Kong, sampai spanduk oranye yang digunakan demonstran Ukraina, beginilah cara mereka mengadopsi warna untuk mewakili gerakan perubahan.
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
Hong Kong berpakaian hitam
Hitam, yang dipilih karena berkaitan dengan berkabung dan duka, adalah warna pilihan ratusan ribu demonstran yang turun ke jalan di Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi di metropolis mereka. Demonstran penentang, yang mendukung walikota pro Beijing, memilih putih untuk membedakan diri.
Foto: AFP/H. Retamal
Revolusi payung kuning Hong Kong
Aksi protes Hong Kong tidak selalu hitam putih. Di tahun 2014 pada masa yang disebut Revolusi Payung, para demonstran menuntut diadakannya pemilu yang bebas dan reformasi-reformasi demokratis untuk kota semi otonom mereka. Payung-payung kuning dipilih sebagai simbol. Para demonstran menggunakannya untuk menangkis gas air mata yang ditembakkan polisi.
Foto: AFP/Getty Images/A. Wallace
Oranye pilihan Ukraina
Menggantikan warna merah, yang sering dikaitkan dengan komunisme pada zaman Uni Soviet, oranye adalah warna pilihan pihak oposisi pada masa “Revolusi Oranye” Ukraina di tahun 2004. Selama 17 hari di musim dingin Ukraina yang keras, warga dari berbagai kelas sosial bersatu untuk mendukung kandidat oposisi Viktor Yushenko.
Foto: Sergey Dolzhenko/picture-alliance/dpa
Revolusi Safron di Myanmar
Demonstrasi damai di Myanmar pada tahun 2007 menjadi terkenal dengan warna safron, yang merupakan warna khas jubah biksu Buddha. Di garis depan aksi protes menentang pemerintah militer, mahasiswa dan aktivis politik ikut bergabung dengan para biksu. Banyak perempuan juga ikut berdemonstrasi.
Foto: picture alliance/AP Photo
Revolusi Kuning Filipina
Setelah tiga tahun berdemonstrasi menentang presiden Ferdinand Marcos dan rezimya dari tahun 1983 sampai 1986, warga Filipina memenangkan sebuah revolusi damai. Ini sering disebut sebagai “Revolusi Kuning” karena warna pita yang dipegang para demonstran ketika berkumpul. Foto ini menunjukkan konfeti kuning yang dilemparkan untuk mengenang hari peringatan revolusi tersebut pada tahun 2013.
Foto: imago
Gerakan Hijau Iran
Warna hijau dianggap sebagai warna Islam dan dipilih oleh para demonstrantan yang menentang pemerintah pada masa pemilihan umum di Iran tahun 2009-2010. Para demonstran menuduh rezim waktu itu memalsukan hasil pemilihan. Rezimnya bereaksi dengan cepat, melukai para demonstran yang tidak berdaya dan menahan sekitar 4.000 orang. Sekarang aksi demonstrasi ini masih disebut sebagai “Gerakan Hijau”.
Foto: picture-alliance/dpa/Stringer
Revolusi warna-warni Makedonia
Kenapa memilih satu warna saja jika bisa menggunakan semuanya? Untuk memprotes menentang keputusan pemerintah untuk menghentikan penyelidikan dalam skandal penyadapan pada tahun 2016, para demonstran Makedonia berkumpul di ibu kota negara ini pada pertengahan April untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Banyak yang melemparkan cat berwarna-warni ke gedung-gedung pemerintah.
Foto: Getty Images/AFP/R. Atanasovski
Revolusi Anyelir di Portugal
Berbagai bunga juga digunakan untuk melambangkan protes penting di sejarah modern. Setelah kudeta sukses di Portugal pada tanggal 25 April 1974, yang mengakhiri kediktatoran selama bertahun-tahun, warga yang sangat gembira merayakan ini dengan menaruh anyelir merah di senjata-senjata para pejuang mereka. Ini adalah bentuk mekarnya sebuah era demokrasi baru, yang diikuti oleh Spanyol dan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/M. de Almeida
Revolusi Anggur di Moldova
Di Moldova, “Revolusi Anggur” adalah nama yang diberikan kepada aksi protes menentang hasil pemilu pada tahun 2009. Setelah partai komunis menang, para demonstran turun ke jalan. Nama ini dilaporkan mengacu kepada banyak kebun anggur yang ada di Moldova. Revolusi ini tidak berkembang sampai sebesar yang terjadi di negara-negara mantan Uni Soviet lainnya, seperti di Ukraina.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Doru
Revolusi Melati di Tunisia?
Selama 28 hari pada tahun 2011, warga Tunisia turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran dan kondisi hidup yang miskin. Menariknya, nama “Revolusi Melati” populer di media Barat, tetapi tidak di Tunisia sendiri. Sebaliknya, rakyat Tunisia menyebut ini sebagai “Revolusi Kehormatan”, karena penggulingan Presiden Ben Ali pada tahun 1987 sudah disebut “Revolusi Melati”. (ag/pkp)
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
10 foto1 | 10
Upaya diplomatik untuk menenangkan krisis Ukraina
Perjalanan Scholz terjadi di saat sejumlah pihak mengupayakan diplomasi tentang krisis Ukraina. Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock berada di Kiev dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Moskow.
Scholz dijadwalkan kembali ke Berlin pada hari Selasa (08/02) untuk melakukan pembicaraan dengan Macron dan Presiden Polandia Andrzej Duda. Kanselir Jerman juga telah mengundang dua pemimpin Eropa lainnya untuk "mendiskusikan khususnya situasi di dalam dan sekitar Ukraina," kata juru bicara pemerintah Christiane Hoffman.
Ketiga mitra telah mempertahankan hubungan khusus yang dikenal sebagai "segitiga Weimar" selama 30 tahun.
"Saya pikir ini juga tentang menunjukkan bahwa akhirnya, Jerman dan Uni Eropa lebih aktif dalam konflik ini," kata pakar Rusia Meister kepada DW. "Jadi tidak hanya AS, tapi ini tentang keamanan Eropa. Dan juga untuk menunjukkan persatuan dengan negara-negara kecil, terutama di Eropa Tengah dan Timur."