1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jimmy Carter Sertakan Hamas dalam Diplomasi Timur Tengah

22 April 2008

Pemenang Nobel Perdamaian Jimmy Carter memang tak berhasil menggugah Hamas untuk melakukan gencatan senjata dengan Israel. Tapi ada hasil lain yang sangat mengejutkan.

Jimmy Carter berpidato di Yerusalem, 21 April 2008Foto: AP

Mantan presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, melakukan lawatan 9 hari di Timur Tengah. Ia mencoba ikut menengahi konflik puluhan tahun di kawasan itu. Namun upaya itu dikritik pemerintah AS dan Israel karena Carter juga mengikutsertakan Hamas dalam perundingan.

Jimmy Carter mencoba menutup lubang dalam diplomasi Timur Tengah yang dijalankan AS. Presiden saat ini, George W. Bush, tetap menyatakan, ia memegang teguh perjanjian perdamaian antara Israel dan pemerintah otonomi Palestina sampai akhir tahun 2008.

Tapi, bagaimana ia akan menyertakan Jalur Gaza, yang pada kenyataannya independen di bawah pemerintahan Hamas, dalam perjanjian itu? Pertanyaan ini senatiasa diabaikan Bush.

Carter sebaliknya, mengundang Hamas untuk duduk satu meja. Ia seakan ingin menunjukkan kepada penerusnya apa yang seharusnya dilakukan. Setelah bertemu perwakilan Hamas di Kairo, Carter melakukan pembicaraan Jumat (1(704) dan Sabtu (19/04) lalu di Damaskus dengan Khaled Meshal, pemimpin Hamas di pengasingan.

Senin (21/04) Carter menyampaikan pesan dari pemimpin Hamas di Kairo dan Damaskus, "Mereka mengatakan akan menerima sebuah negara Palestina dalam batas wilayah seperti ditetapkan tahun 1967, jika rakyat Palestina menyetujuinya. Dan mereka akan menerima hak Israel untuk hidup berdampingan dengan damai, jika kesepakatan antara Perdana Menteri Olmert dan Presiden Abbas diajukan kepada rakyat Palestina untuk mendapat persetujuan, sekalipun Hamas sendiri tidak setuju dengan beberapa bagian dari kesepakatan itu.“

Kata-kata moderat para pemimpin Hamas disampaikan pemenang hadiah Nobel itu di Yerusalem. Tapi di sana Carter tak bisa menemui perdana menteri Israel. Ehud Olmert tidak bersedia melakukan pembicaraan apapun dengan Hamas.

Maka Carter berbicara di depan publik di Hotel King David, Yerusalem, atas undangan Dewan Hubungan Luar Negeri Israel. Sekali lagi Carter menggarisbawahi makna penawaran dari Damaskus.

Ia mengatakan, "Itu berarti, Hamas tidak akan menggerogoti upaya Presiden Palestina Abbas untuk menegosiasikan perjanjian dengan Israel. Dan posisi apapun yang dipilih Hamas terhadap perjanjian itu, mereka akan menerimanya jika rakyat Palestina mendukung perjanjian tersebut. Termasuk pengakuan akan hak eksistensi Israel untuk hidup dalam damai, berdampingan dengan rakyat Palestina.

Dengan pernyataan itu, yang disampaikan oleh Carter, Hamas mengikutsertakan diri dalam proses perundingan yang tengah berlangsung antara Israel dan Palestina. Presiden Palestina Mahmud Abbas sependapat dengan inti pernyataan pemimpin Hamas. Abbas berulangkali menyatakan, hasil perundingan akan diajukan kepada rakyat Palestina untuk mendapat persetujuan.

Kepada para pengkritik misi Timur-Tengahnya, Carter mengatakan, yang menjadi masalah bukanlah keputusannya untuk bertemu kelompok-kelompok radikal Islam. Persoalannya lebih terletak pada penolakan pemerintah Israel dan AS untuk melakukannya. (rp)