Penghargaan Sakharov oleh Parlemen Eropa tahun ini diberikan kepada Jina Mahsa Amini dan sebuah organisasi perempuan Iran. Kemenangan Amini diharapkan bisa menyuntik semangat baru bagi gerakan perempuan demi kesetaraan.
Iklan
Penghargaan Sakharov tahun 2023 diberikan Parlemen Eropa kepada Jina Mahsa Amini – dan Gerakan Perempuan, Kehidupan dan Kebebasan di Iran – karena "para perempuan, pria, dan generasi muda pemberani Iran ini telah menginspirasi dunia melalui perjuangan mereka demi kesetaraan, kebebasan, dan martabat,” tulis Presiden Parlemen, Roberta Metsola di media sosial.
Hal senada diungkapkan anggota legislatif Jerman Hannah Neumann, yang melalui media sosial menulis, betapa penghargaan kepada Amini adalah "tanda kuat bahwa Parlemen Eropa berdiri dalam solidaritas yang tak tergoyahkan dengan semua orang yang berjuang untuk Iran yang bebas dan demokratis."
Kematian Amini saat berada dalam tahanan "polisi moral” Iran memicu protes kaum perempuan terhadap kekuasaan ulama, yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Revolusi Islam. Tapi apakah penghargaan Uni Eropa akan mampu menguatkan gerakan perempuan Iran dan bagaimana perjuangan mereka untuk kebebasan di tahun-tahun mendatang?
Warisan Amini
Jina Mahsa Amini bukan warga Iran pertama yang memenangkan Penghargaan Sakharov. Pada tahun 2012, dua pegiat Iran, Nasrin Sotoudeh dan Jafar Panahi, diakui atas aktivisme mereka oleh Parlemen Eropa.
Pemenang Regional World Press Photo 2023
Sejumlah foto yang masuk kategori regional dalam World Press Photo atau Penghargaan Foto Pers Dunia menceritakan sejumlah masalah paling mendesak di setiap benua.
Ajang World Press Photo 2023 menambahkan enam kategori regional baru. Pemenang global akan diumumkan pada 20 April mendatang. Setahun sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, banyak foto yang menggambarkan situasi di sana. Potret ini menunjukkan seorang perempuan yang menangisi jenazah ayahnya, yang tewas saat membeli roti, di Kharkiv.
Foto: Alkis Konstantinidis, Reuters
Serangan bom mengenai perempuan dan anak-anak
9 Maret 2022 di Mariupol: Iryna Kalinina terpaksa dievakuasi dari klinik bersalin. Bayinya lahir dalam kondisi meninggal. Iryna juga wafat setengah jam kemudian. Dia menamai bayinya Miron, yang berarti damai. Media Rusia mengklaim foto itu palsu. Tidak benar, kata Direktur World Press Photo Foundation. "Kami membutuhkan banyak waktu untuk memeriksanya. Ini semua adalah foto asli," tegasnya.
Foto: Evgeniy Maloletka, Associated Press
Menunggu dan berharap
Jurnalis foto Evgeniy Maloletka menunjukkan momen kematian dan kehilangan di samping kecemasan dan harapan. Zhanna Goma (kanan) dan tetangganya berjongkok di tempat penampungan di Mariupol.
Foto: Evgeniy Maloletka/Associated Press
Iran: 'Perempuan, Hidup, Kebebasan!'
Di sebagian besar dunia, foto ini tidak begitu spesial. Namun, jepretan Ahmad Halabisaz ini menunjukkan sikap pembangkangan di mana perempuan muda dengan sengaja menentang aturan wajib mengenakan jilbab di Iran. Juri menganugerahi gambar ini dengan honorable mention, mengakui kekuatan protes satu orang.
Foto: Ahmad Halabisaz
Afganistan: Keputusasaan
24 foto menunjukkan bagaimana krisis global memengaruhi takdir seseorang. Khalil Ahmad, 15, dari Afganistan menunjukkan bekas luka. Orang tuanya menjual ginjal Ahmad untuk memberi makan 10 anak mereka. Anak laki-laki itu tidak merasakan kegembiraan dalam hidup sejak saat itu. Sejak runtuhnya ekonomi di Afganistan, perdagangan organ tubuh telah meningkat secara drastis.
Foto: Mads Nissen/Politiken/Panos Pictures
Perubahan iklim di Asia Tengah
Empat negara Asia tanpa akses ke laut — Tajikistan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Kazakhstan — memperebutkan distribusi air di tengah krisis iklim. Fotografer Anush Babajanyan mendokumentasikan bagaimana rapuhnya keseimbangan dan ekuilibrium antar negara yang semakin meningkat.
Foto: Anush Babajanyan/VII /National Geographic Society
Perubahan iklim di Amerika Selatan: Pegunungan Andes
Karya fotografer Peru Alessandro Cinque menunjukkan dampak perubahan iklim pada hewan dan manusia — "alpaqueros" harus mendaki gunung dengan hewan mereka atau menemukan cara hidup lain, dan mengharap upaya para ilmuwan untuk membiakkan alpaka yang kurang sensitif terhadap udara panas.
Serial foto karya M'hammed Kilito berjudul "Sebelum Hilang" mendokumentasikan kehidupan di sebuah oasis di Maroko. Hanya tersisa sedikit air sebelum akhirnya mengering. Penduduk setempat menghadapi kemiskinan dan terpaksa menyelamatkan diri. Akibat kenaikan suhu, kebakaran, dan kekurangan air, sekitar dua pertiga oasis di negara itu telah musnah dalam beberapa dekade terakhir.
Foto: M'hammed Kilito
Perubahan iklim di Amerika Serikat
Orang-orang di foto ini membawa air ke koloni lebah karena permukaan Sungai Colorado telah surut secara drastis. Panas dan kekeringan berdampak pada lebah yang merupakan kunci penyerbukan bunga. Antara 2019 dan 2020, koloni lebah di Amerika Serikat mengalami penurunan dramatis sebesar 43,7%.
Foto: Jonas Kakó/Panos Pictures
Piala Dunia untuk Argentina: Perayaan di tengah krisis
Inilah kisah positif, kata Direktur World Press Photo Joumana El Zein Khoury, mengacu pada seri foto pemenang yang menggambarkan Piala Dunia untuk Argentina. Selain peristiwa bersejarah, penting bagi juri untuk meliput berbagai topik. Banyak proyek yang mendapat penghargaan bertujuan untuk menunjukkan solusi dan pendekatan konstruktif. (ha/as)
Foto: Tomás Francisco Cuesta/AFP
10 foto1 | 10
Iklan
Penghargaan tersebut diberikan kepada Sotoudeh saat dia masih dipenjara dan hal itu "memperkuat" keyakinannya "hingga hari ini untuk terus bekerja tanpa kenal lelah,” katanya kepada DW.
"Saya yakin penghargaan ini adalah milik Mahsa yang patut dikenang sebagai pionir gerakan kebebasan perempuan Iran,” lanjutnya. "Saya percaya bahwa dengan mendedikasikan penghargaan ini kepada Mahsa, Eropa berkontribusi kepada kelangsungan gerakan multietnis, agama, dan ideologi berbeda. Saya tidak bisa membayangkan dampak lain dari penghargaan ini, selain memperkuat gerakan perempuan dan menjamin kelangsungannya."
Awal bulan ini, Narges Mohammadi, aktivis Iran yang saat ini mendekam di penjara, dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2023 atas "perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran dan perjuangannya untuk mempromosikan hak asasi manusia dan kebebasan untuk semua.”
Pengacara Iran dan aktivis hak asasi manusia Iran, Shirin Ebadi, mengatakan kepada DW bahwa Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Mohammadi akan "menarik perhatian internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Iran, khususnya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan."
Brutal cost of protest in Iran
03:44
Pemenang sebelumnya
Nelson Mandela adalah tokoh pertama yang mendapatkan Penghargaan Sakharov pada tahun 1988 – bersama dengan aktivis hak asasi manusia Uni Soviet, Anatoly Marchenko. Penghargaan itu diumumkan dua tahun sebelum Mandela dibebaskan dari Penjara Victor Verster di Cape Town. Aktivis anti-apartheid itu kemudian menjadi presiden Afrika Selatan.
Ketika Aung San Suu Kyi memenangkan penghargaan tersebut pada tahun 1990, politisi oposisi ini dikenal karena perjuangan damainya melawan kekuasaan militer di Myanmar. Namun, baru 23 tahun kemudian dia bisa menerima penghargaan tersebut secara langsung, karena sebelumnya berada dalam tahanan rumah. Sepuluh tahun berlalu dan Suu Kyi sekali lagi ditahan di balik jeruji besi setelah kudeta militer tahun 2021.
Pada tahun 2013 Malala Yousafzai menjadi penerima Hadiah Sakharov termuda. Pegiat asal Pakistan berusia 16 tahun itu mendapat pengakuan atas aktivismenya dalam menjamin akses pendidikan bagi anak perempuan.
Sementara di Iran awal bulan ini, dunia kembali diingatkan terhadap kebrutalan yang dihadapi perempuan. Sejumlah organisasi HAM melaporkan, seorang gadis berusia 16 tahun di Teheran dipukuli hingga koma oleh "polisi moral” karena dia tidak mengenakan jilbab.
"Sejak berdirinya Republik Islam di Iran pada tahun 1979, perempuan telah ditindas secara sistematis. Mereka yang tidak patuh akan dihukum. Perempuan yang melawan, seperti saya dan aktivis hak asasi manusia lainnya, menentang sistem ini. Mereka yang berkuasa mengupayakan segalanya agar bisa menghancurkan dan membungkam kita," kata peraih Nobel Mohammadi kepada DW, sebelum menjalani masa kurungan pada Juni 2021 lalu.