John Lee: Prioritaskan Bakat Global dan Keamanan Nasional
19 Oktober 2022
Pemimpin Hong Kong John Lee berencana menghidupkan kembali pusat bisnis Hong Kong untuk menarik kembali perhatian internasional. Namun, dia bersumpah tetap akan bertindak keras dalam menerapkan UU keamanan nasional.
"Selama dua tahun terakhir, tenaga kerja lokal menyusut sekitar 140.000," katanya pada hari Rabu (19/10). "Selain secara aktif memelihara dan mempertahankan bakat lokal, pemerintah akan secara proaktif menjaring bakat dunia."
Negara bekas jajahan Inggris itu belum lama ini mengalami periode paling kacau sejak penyerahannya pada tahun 1997 ke Cina. Demonstrasi pro-demokrasi yang besar dan disertai kekerasan tiga tahun lalu, diikuti oleh tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, hingga diterapkannya beberapa aturan pandemi virus corona paling ketat di dunia, banyak di antara aturan tersebut yang tetap berlaku.
Kota itu, yang baru saja menghapus aturan karantina wajib untuk kedatangan internasional pada bulan lalu, mengalami defisit yang melonjak sementara perbatasan dengan daratan Cina tetap ditutup karena aturan ketat nol-COVID Beijing.
Iklan
Mencari pemilik "bakat terbaik"
Lee menawarkan rencana untuk membalikkan anjloknya perekonomian, termasuk membuka kantor pencari bakat baru dengan anggaran HK$30 miliar untuk menarik investor dari luar negeri dan menjamin aturan baru untuk mempermudah mempekerjakan orang asing di 13 profesi utama.
Hong Kong dilaporkan akan memberikan perlakuan istimewa kepada pemilik "bakat terbaik", yang digambarkan sebagai orang yang berpenghasilan HK$2,5 juta atau lebih setiap tahun dan lulusan dari 100 universitas terbaik di seluruh dunia yang memiliki pengalaman kerja yang relevan.
Bahkan dengan langkah-langkah yang ramah investor, upaya itu diyakini akan sulit terwujud.
Hong Kong: 20 Tahun Setelah Dikembalikan ke Cina
Hong Kong dikembalikan ke bawah kekuasaan Cina 20 tahun lalu, setelah dikuasai Inggris selama 156 tahun. Sejarah kawasan itu selama ini sudah ditandai sejumlah aksi protes terhadap Cina.
Foto: Reuters/B. Yip
1997: Momentum Bersejarah
Penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada Cina terjadi tanggal 1 Juli 1997. Wilayah Hong Kong menjadi koloni Inggris tahun 1842 dan dikuasai Jepang selama Perang Dunia II. Setelah Hong Kong kembali ke Cina, situasi politiknya disebut "satu negara, dua sistem."
Foto: Reuters/D. Martinez
1999: Tidak Ada Reuni Keluarga
Keluarga-keluarga yang terpisah akibat perbatasan Hong Kong berharap akan bisa bersatu lagi, saat Hong Kong kembali ke Cina. Tetapi karena adanya kuota, hanya 150 orang Cina boleh tinggal di Hong Kong, banyak yang kecewa. Foto: Aksi protes warga Cina (1999) setelah permintaan izin tinggal ditolak oleh Hong Kong.
Foto: Reuters/B. Yip
2002: Harapan Yang Kandas
Masalah izin tinggal muncul lagi April 2002 ketika Hong Kong mulai mendeportasi sekitar 4.000 warga Cina yang "kalah perang" untuk dapat izin tinggal di daerah itu. Keluarga-keluarga yang melancarkan aksi protes di lapangan utama digiring secara paksa.
Foto: Reuters/K. Cheung
2003: Pandemi SARS
2003, virus SARS yang sangat mudah menular mencengkeram Hong Kong. Maret tahun itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan adanya pandemi di kawasan itu. Pria ini (foto) hadir dalam upacara penguburan Dokter Tse Yuen-man bulan Mei. Dr. Tse secara sukarela menangani pasien SARS dan tertular virus itu. Hong Kong dinyatakan bebas SARS Juni 2003. Hampir 300 orang tewas akibat penyakit ini.
Foto: Reuters/B. Yip
2004: Demonstrasi bagi Demokrasi
Politik Cina "satu negara, dua sistem" kerap sebabkan ketegangan. 2004, dalam peringatan ke tujuh penyerahan kembali Hong Kong, ratusan ribu orang memprotes, dan menuntut reformasi politik. Mereka menyerukan demokrasi dan pemilihan pemimpin Hong Kong berikutnya.
Foto: Reuters/B. Yip
2008: Tidak Ada Tempat Tinggal
Harga properti yang sangat tinggi sebabkan biaya sewa yang juga tinggi. 2008 rasanya tak aneh jika melihat orang seperti Kong Siu-kau tinggal di apa yang disebut "rumah kandang." Besarnya 1,4 m persegi, dikelilingi kawat besi, dan dalam satu ruang biasanya ada delapan. Sekarang sekitar 200.000 orang menyebut sebuah "kandang" atau satu tempat tidur di apartemen yang disewa bersama, sebagai rumah.
Foto: Reuters/V. Fraile
2009: Mengingat Lapangan Tiananmen
Saat peringatan 20 tahun pembantaian brutal pemerintah Cina di Lapangan Tiananmen (4 Juni 1989), penduduk Hong Kong berkumpul dan menyalakan lilin di Victoria Park. Ini menunjukkan perbedaan besar antara Hong Kong dan Cina. Di Cina pembantaian atas orang-orang dan mahasiswa yang prodemokrasi hanya disebut Insiden Empat Juni.
Foto: Reuters/A. Tam
2014: Aksi Occupy Central
Sejak September 2014, protes skala besar yang menuntut lebih luasnya otonomi mencengkeram Hong Kong selama lebih dari dua bulan. Ketika itu Beijing mengumumkan Cina akan memutuskan calon pemimpin eksekutif Hong Kong dalam pemilihan 2017. Aksi protes disebut Revolusi Payung, karena demonstran menggunakan payung untuk melindungi diri dari semprotan merica dan gas air mata.
Foto: Reuters/T. Siu
2015: Olah Raga Yang Penuh Politik
Kurang dari setahun setelah Occupy Central berakhir, Cina bertanding lawan Hong Kong dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia sepak bola, 17 November 2015. Para pendukung Cina tidak disambut di Hong Kong. Para fans Hong Kong mengejek dan berteriak-teriak ketika lagu kebangsaan Cina dimainkan, dan mengangkat poster bertuliskan "Hong Kong bukan Cina." Pertandingan berakhir 0-0.
Foto: Reuters/B. Yip
2016: Kekerasan Baru
February 2016 tindakan brutal polisi Hong Kong kembali jadi kepala berita. Pihak berwenang berusaha singkirkan pedagang ilegal di jalanan dari kawasan pemukiman kaum buruh di Hong Kong. Mereka mengirim polisi anti huru-hara, yang menggunakan pentungan dan semprotan merica. Bentrokan ini yang terbesar setelah Revolusi Payung 2014. Penulis: Carla Bleiker (ml/hp)
Foto: Reuters/B. Yip
10 foto1 | 10
Stabilitas menjadi prasyarat
Setelah hampir tiga tahun, Hong Kong secara bertahap menjauh dari versi kebijakan nol-COVID Cina, yang gagal mencegah virus dan membuat kota itu terputus secara internasional. Pihak berwenang telah mencabut aturan karantina bagi para pelancong yang datang dan melonggarkan beberapa aturan jarak sosial.
Namun, proses menghidupkan kembali sektor bisnis masih tertinggal dari saingan regional, seperti Singapura.
Lee menekankan bahwa pemerintah akan terus maju dengan undang-undang keamanan nasional lebih lanjut dan kemungkinan aturan baru tentang "informasi palsu". "Stabilitas sosial adalah prasyarat untuk pembangunan kami, dan kami harus menyingkirkan gangguan apa pun," kata Lee.
Banyak warga menyebut tindakan keras politik yang sedang berlangsung sebagai alasan utama untuk pergi.
Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional menyeluruh di Hong Kong pada tahun 2020 setelah protes demokrasi tahun sebelumnya. Sebagian besar aktivis demokrasi lokal dipenjara, ada yang menunggu persidangan, dan beberapa lainnya telah melarikan diri ke luar negeri.
Pidato kebijakan Lee - yang berlangsung selama dua jam dan 45 menit - juga mencakup proyek infrastruktur besar untuk meningkatkan ekonomi dan rencana untuk membangun lebih banyak perumahan di kota dengan salah satu pasar properti paling terjangkau di dunia, sesuatu yang gagal ditangani oleh pemerintahan Hong Kong sebelumnya.