Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut kebijakan sekolah 8 jam setelah mendapat protes dari berbagai organisasi. Peraturan Mendikbud itu dianggap mengancam model pendidikan di pesantren.
Iklan
Dalam waktu dekat, anak sekolah di Indonesia tidak perlu lagi memenuhi kewajiban untuk menghabiskan waktu selama 8 jam di sekolah. Presiden Joko Widodo pada Rabu (06/09) resmi menggantikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tersebut.
"Jadi baru saja saya tanda tangani mengenai Perpres Penguatan Pendidikan Karakter didampingi oleh para kiai dan pimpinan ormas. Dan saya sangat berbahagia sekali bahwa semuanya memberikan dukungan penuh terhadap Perpres Penguatan Pendidikan Karakter ini," kata Joko Widodo di Istana Merdeka saat didampingi para pimpinan ormas.
Presiden Joko Widodo menata ulang kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter yang digagas Menteri Pendidikan Kebudayaan Muhadjir Effendy, tersebut karena merespons aspirasi masyarakat dan ormas Islam yang tidak setuju dengan aturan "Full Day School".
Murid Sekolah Paling Bodoh di Dunia
Hasil penelitian PISA membuka aib pendidikan di Indonesia, Malaysia dan negara-negara Amerika Selatan. Murid sekolah di sebelas negara ini dinilai berprestasi paling rendah di bidang matematika, membaca dan sains
Foto: picture-alliance/dpa
#1. Peru
Dari 65 negara yang disurvey dalam Program Penilaian Pelajar Internasional 2012, Peru berada di urutan paling buncit. Untuk itu PISA menganalisa kemampuan murid sekolah berusia 15 tahun di tiga bidang, membaca, matematikan dan ilmu pengetahuan alam. Hasilnya Peru mendapat skor umum sebesar 375. Nilai tertinggi diraih murid Shanghai dengan nilai 587 dan rata-rata skor negara maju berkisar 497
Foto: Enrique Castro Mendívil/PRODAPP Program
#2. Katar
Sekitar 70% murid Katar dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika. Terlebih negeri kecil di Teluk Persia ini mencatat tingkat kehadiran siswa paling rendah. Lebih dari 29% tercatat pernah bolos selama beberapa jam atau berhari-hari, jauh lebih tinggi ketimbang rata-rata internasional yang sebesar 25%. Tidak heran jika Katar mendarat di posisi 64 dari 65 negara.
Foto: Getty Images/G.Shkullaku
#3. Indonesia
Bersama Peru dan Qatar, Indonesia yang cuma mendapat perolehan skor sebesar 384 menghuni posisi juru kunci dalam daftar PISA 2012. Indonesia termasuk memiliki jumlah tertinggi siswa yang dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika (76%) dan ilmu pengetahuan alam (67%).
Foto: picture alliance/Robert Harding
#4. Kolombia
Selain cuma mencatat nilai total sebesar 393, Kolombia juga tercatat sebagai negara peserta dengan ketimpangan terbesar antara murid perempuan dan laki-laki. Di negeri itu murid laki-laki rata-rata mampu mengungguli murid perempuan sebanyak 31 angka di tiga bidang yang diujikan.
Foto: Imago
#5. Albania
Murid Albania banyak memperbaiki skor PISA sejak pemerintah menggulirkan reformasi pendidikan tahun 2002. Namun begitu negeri pecahan Yugoslavia itu masih berada di urutan terbawah dengan nilai total 395.
Foto: DW/A. Ruci
#6. Tunisia
Angka siswa yang harus mengulang tahun pelajaran di Tunisia termasuk yang tertinggi di dunia, yakni sekitar 36%. Terlebih jumlah murid yang dikategorikan "berprestasi rendah" di bidang matematika mencapai 68%. Sebab itu Tunisia cuma mendapat skor umum 397 dan mendarat di posisi 59 dari 65 negara.
Foto: picture-alliance/dpa/H.Hanschke
#7. Argentina
Dua dari tiga murid sekolah di Argentina dikategorikan "berprestasi rendah." Sebab itu negara di Amerika Selatan ini menduduki posisi 59 dari 65 negara. Secara umum Argentina cuma mendapat skor 397 dalam daftar PISA 2012.
Foto: AP
#8. Yordania
Secara umum murid Yordania mencetak skor 398 dalam daftar PISA. Uniknya di sini murid perempuan mampu mengungguli murid laki-laki di semua bidang yang diujikan. Kendati memiliki perguruan tinggi berkualitas tinggi dibandingkan negara Arab lain, Yordania masih keteteran membenahi kualitas pendidikan dasar untuk murid sekolah menengah ke atas.
Foto: Save the Children
#9. Brazil
Lebih dari 65% murid Brazil gagal menjalani uji matematika. Sebab itu pula Brazil mendarat di posisi 57 dari 65 negara. Negeri raksasa di selatan Amerika ini sebenarnya sudah banyak melakukan perbaikan di bidang pendidikan sejak tahun 2000. Namun begitu statistik mencatat, 36% murid sekolah berusia 15 tahun pernah mengulang tahun pelajaran setidaknya satu kali.
Foto: picture-alliance/dpa
# 10. Uruguay
Seperti negara Amerika Selatan lain, Uruguay juga tercecer di posisi 55 dari 65 negara. Celakanya, prestasi murid di negeri bekas jajahan Portugal ini banyak menurun jika dibandingkan hasil survey tahun 2009. Menurut BBC, Uruguay adalah contoh dimana anggaran pendidikan yang besar saja tidak cukup buat memperbaiki kualitas pendidikan dan prestasi murid.
Foto: picture-alliance/dpa
#11. Malaysia
Dua hal yang menyeret posisi Malaysia ke peringkat 54 dalam daftar PISA 2012 adalah kemampuan membaca dan pemahaman di bidang ilmu pengetahuan alam. Untuk sains negeri jiran itu bahkan tertinggal 81 angka dari rata-rata negara industri maju.
Foto: Reuters/O. Harris
11 foto1 | 11
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy enggan mengomentari Peraturan Presiden baru yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut. "Jadi sifatnya opsional. Jadi ada lima hari, ada enam hari," ungkapnya singkat. Mendikbud juga tidak berada di sebelah Presiden Joko Widodo saat mengumumkan penghapusan Peraturan Menteri tersebut.
Nahdatul Ulama, salah satu ormas yang hadir di Istana Merdeka menyatakan kepuasannya atas peraturan presiden tersebut. “PBNU mendukung dan mengapresiasi terbitnya Perpres nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter," kata Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU.
Sebelumnya, NU termasuk yang getol menolak Peraturan Menteri yang mengatur waktu sekolah selama 5 hari dalam seminggu atau 8 jam dalam sehari. NU beralasan kewajiban sekolah 8 jam tidak sejalan dengan jam belajar sekolah Madrasah Diniyah yang dimulai siang hari. Pertengahan Agustus lalu, santri dan guru madin menolak kebijakan “Full Day School“ karena mengancam eksistensi pendidikan pesantren yang selama ini dianggap menjadi kebutuhan orangtua selain pendidikan formal.
Medan Berat Murid Iran dalam Menuntut Ilmu
Kelas yang hampir rubuh, perjalanan penuh marabahaya, itulah di antaranya pengalaman para murid sekolah miskin di Iran. Banyak di antara mereka terpaksa putus sekolah.
Foto: yavari.ir
Sampai naik ke meja
Lihat, semangatnya murid yang satu ini. Ia sedang mencoba menjabarkan sesuatu di papan tulis. tembok kelas dipenuhi tambalan koran. Menurut data bidang pendidikan di Iran, negara tersebut masih mengalami kekurangan 52 ribu ruang kelas. Meski ruang kelasnya tambal sulam, murid-murid terlihat tekun memperhatikan rekannya di depan kelas.
Foto: yavari.ir
Ketidaksetaraan jender
Situasi ini diperburuk dengan perbedaan perlakukan terhadap anak-anak perempuan dan laki-laki di pedesaan. Jika tidak ada sekolah di desa, banyak keluarga yang tidak memperbolehkan anak-anak perempuan untuk pergi ke sekolah di desa-desa atau kota-kota lain.
Foto: yavari.ir
Melewati medan berat
Sungainya deras sekali. Bukan hanya ruang kelasnya yang sudah tidak kondusif lagi digunakan anak-anak untuk belajar. Anak-anak di provinsi ini juga dihadapkan situasi tidak mudah, dalam menempuh rute perjalanan ke sekolah mereka. Marabahaya selalu mengintai.
Foto: yavari.ir
Orangtua turun tangan
Perjalanannya benar-benar berbahaya. Ada beberapa orangtua yang mendampingi anak-anak sebrangi arus sungai. Untuk bisa mencapai sekolah, anak-anak harus melewati perjalanan yang tidak mudah, dan kadang berbahaya, seperti tampak dalam foto ini.
Foto: yavari.ir
Jauh dari standar
Rata-rata ruang kelas yang dipakai siswa di Iran jauh lebih rendah dari standar pendidikan, baik dari segi ukuran kelas maupun jumlah siswa. Hal ini terimbas pada kurangnya konsentrasi siswa di kelas.
Foto: yavari.ir
Tak ada kelas? Tak masalah
Mungkin miris bagi orang dewasa melihat ini. Namun bagi anak-anak kecil yang ceria ini, kurangnya ruang kelas membuat mereka kreatif, untuk belajar di ruang terbuka.
Foto: yavari.ir
Beratap langit
Beratapkan langit mereka menyimak ilmu yang dipaparkan oleh guru mereka. Ini menjadi solusi dalam mengatasi kurangnya ruang belajar di Iran.
Foto: yavari.ir
Sekolah alam
Di luar ruang kelas, mereka bisa berdekatan dengan alam dan mempelajarinya secara langsung. Seperti yang tengah dilakukan oleh murid-murid cilik ini.
Foto: yavari.ir
Putus sekolah
Sistan-Baluchestan di Iran merupakan salah satu provinsi yang menghadapi masalah tingginya angka anak putus sekolah. Provinsi ini terletak di bagian tenggara Iran, berbatasan dengan Pakistan dan Afghanistan. Inilah suasana salah satu ruang kelas di sebuah desa di provinsi ini.
Foto: yavari.ir
Hampir rubuh
Di provinsi Sistan dan Baluchestan saja sekitar enam ribu ruang kelas yang digunakan dalam kegiatan belajar – mengajar terus mengalami kehancuran.
Foto: yavari.ir
Tantangannya sungai
Hopla... Dengan lompatan yang cermat, siswa dapat melewati rintangan bahaya ini. Di bawahnya arus sungai yang deras dan berbatu bisa menjadi 'momok' apabila mereka salah perhitungan ketika melompat.
Foto: yavari.ir
Bantuan orang dewasa
Seorang pria tampak membantu siswa-siswi cilik ini menyeberangi derasnya arus sungai.
Foto: yavari.ir
Saling bantu
Semangat gotong royong terpupuk sejak dini. Seorang anak tampak membantu kawannya untuk memanjat medan yang sulit ini.
Foto: yavari.ir
Banyak siswa, kurang ruang
Muridnya banyak, ruang kelasnya kurang. Sang guru tidak kehilangan akal, membawa murid-muridnya ke alam, untuk belajar, senam dan aktivitas lainnya.
Foto: yavari.ir
Tapi bagaimana jika musim dingin?
Di musim dingin tentu saja situasi jauh lebih sulit. Dinginnya temperatur tetap tak menyurutkan minta mereka menuntut ilmu setinggi langit. Ed Ghahari K. (ap/vlz)