Jokowi Lagi-Lagi Mengeluh Sering Dituduh Dukung PKI
30 Maret 2019
Dalam debat capres soal ideologi, Jokowi lagi-lagi mengeluh sering dituduh PKI. Sedang Prabowo mengeluh difitnah seolah-olah dia mendukung khilafah. Ini tidak masuk akal, sanggahnya.
Iklan
Memasuki debat soal ideologi, Prabowo dan Jokowi sama-sama mengeluh soal tuduhan dan fitnah. Prabowo mengatakan dia percaya bahwa Jokowi pancasilais dan patriot. Tapi dia sendiri malah sering dituduh tidak pancasialis.
"Ada yang melontarkan hal yang tidak tepat kepada saya. Seolah saya mendukung khilafah, melarang tahlilan dan sebagainya. Ini tidak masuk akal," kata Prabowo ke arah Jokowi.
Jokowi kemudian mengatakan dia juga percaya bahwa Prabowo pun pancasilais dan patriot. Lalu Jokowi lagi-lagi mengeluh sering dituduh PKI dan sering difitnah.
"Masalah tuduh menuduh, saya kan juga banyak dituduh... 4,5 tahun ini saya dituduh 'Pak Jokowi PKI', ada yang nuduh seperti itu. Saya biasa-biasa saja," tukas Jokowi.
Mengenai bagaimana membangkitkan pemahaman mengenai ideologi Pancasila, kedua calon presiden sama-sama menekankan pentingnya pendidikan dan edukasi.
"Pancasila adalah kesepakatan dari berbagai daerah dan organisasi, sejarah mengenai Pancasila, bangunnya Pancasila, ini harus diberikan dalam pendidikan anak2 kita sejak dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, universitas. Tapi yang paling penting adalah memberikan pendidikan Pancasila dalam berkehidupan," papar Joko Widodo.
Dia menambahkan: "Anak-anak harus diberitahu bagaimana bertoleransi, karena kita ini berbeda-beda agama... Ini harus kekinian, bisa dilakukan lewat visual yang ada di instragram".
Prabowo menyampaikan hal yang sama: "Pancasila ini walaupun kita tidak mau pakai penggunaan indoktrinasi, harus kita masukan dalam pendidikan dari usia dini, TK sampai SMA, dalam pendidikan dan kurikulum, baru kita mencapai kesepahaman universal."
Prabowo juga juga mengatakan, seorang pemimpin harus memberi contoh menyejukkan. "Pemimpin tidak boleh memandang agama dan ras. Tidak memecah-belah dan cari perbedaan", tandasnya. (hp/vlz)
Caleg Muda: Dari Medsos Menuju Parlemen 2019
Berkampanye melalui media sosial dianggap sebagai cara yang mudah dan murah. Para millennial ini mantap calonkan diri rebut kursi parlemen.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Tsamara Amany Alatas
Politisi muda berusia 22 tahun dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini aktif mengunggah baik pandangan politik, maupun kegiatan berpolitiknya di media sosial Twitter dan Instagram. Tercatat sekitar 290 ribu pengikut dimilikinya di Instagram. Tsamara pecaya politik sehat hanya akan dicapai jika politikusnya baik.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Lathifa Marina Al Anshori
Lathifa adalah caleg DPR RI dari Partai Nasdem. Dia memiliki ketertarikan pada politik Timur Tengah dan Afrika, isu gender, radikalisme, serta maritim. Wanita berusia 28 tahun ini merupakan mantan jurnalis konflik dan perang. Lathifa sebelumnya aktif bergabung dalam tim media sosial capres Joko Widodo pada 2014 lalu.
Foto: privat
Puteri Komarudin
Caleg yang satu ini usianya juga masih 25 tahun. Puteri aktif di organisasi kepemudaan sejak di bangku SMP. Di bawah Partai Golkar, dia menjabat sebagai ketua departemen perempuan DPP. Dalam kampanyenya ia aktif mengedukasi kaum ibu akan pentingnya pengelolaan keuangan serta kewirausahaan.
Foto: privat
Faldo Maldini
Faldo adalah caleg DPR RI 2019 dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dia juga merangkap juru bicara bagi Prabowo Subianto, lawan capres petahana. “Kita bisa jadi terkenal di media sosial, tapi kalau tidak nyaleg, kita tidak akan dipilih”, ujar Faldo. Faldo aktif berinteraksi dengan pengikutnya di Twitter dan Instagram. Dia punya lebih dari 250 ribu pengikut di Instagram.
Foto: privat
Astari Aslam
Astari memilih berjuang menuju Senayan melalui Partai Demokrat. Berbeda dengan program kampanye pada umumnya, dia kerap bagikan teknik merias wajah kepada millennials perempuan serta ibu-ibu. Astari banyak berbagi pengetahuan terhadap bahaya kosmetik ilegal atau media sosial sebagai ruang berusaha. Pemberdayaan petani kopi juga jadi perhatiannya. ga/rzn (dari berbagai sumber)