Hoaks Perlu Ditangkal Jika Ingin Mendominasi Politik
12 Januari 2019
Langkah Presiden Joko Widodo dalam menangkal hoaks bukanlah hal berlebihan. Itu perlu dilakukan politikus dalam mendominasi kekuasaan. Simak opini Imam Prihadiyoko.
Iklan
Tulisan Geger Riyanto, soal Jokowi korban hoaks dan belum ada apa-apanya, memang menarik untuk menjadi pembicaraan di warung kopi. Namun, tuduhan Presiden Joko Widodo sebagai PKI atau paling tidak dekat dengan PKI, mungkin sama menyakitkannya dengan tuduhan sebagai teroris bagi kalangan Muslim.
Kelompok Islam di Indonesia, terlalu sering dicurigai sebagai pesakitan pelaku teror. Apalagi, hampir setiap muncul teror, Islam atau kelompok Islam di Indonesia sudah dicurigai sebagai pelaku. Itu sebabnya, kelompok Islam sangat sensitive dengan isu teroris pada aksi kekerasan yang terjadi di Indonesia. Sensitivitas inilah yang diperlihatkan Joko Widodo.
Memang saya setuju dikatakan presiden terganggu, bahkan amat terganggu dengan hoaks ini. Bukti ia amat terganggu adalah, Presiden Joko Widodo harus repot-repot dibanyak kesempatan menjelaskan tentang posisinya terhadap tuduhan itu, terutama di depan massa Islam. Paling tidak, penulis pernah mendengarkan secara langsung dua kali presiden membantah isu ini.
Pertama, di Padang, Sumatra Barat. Klarifikasi dilakukan Presiden Joko Widodo saat meresmikan Pesantren Modern Terpadu Prof Dr Buya Hamka di Padang, Senin (21/5/2018). Kedua, Presiden Joko Widodo juga melakukan klarifikasi dengan materi yang hampir sama dengan yang di Padang, dilakukan dipenutupan Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tanggal 29 Mei 2018 di Jakarta.
Paling tidak, dari dua momentum ini, saya menarik kesimpulan kecil kalau Presiden Joko Widodo dan timnya, cukup terganggu dengan tuduhan PKI. Kalau ia tidak terganggu, maka isu dan tuduhan itu tidak perlu ditanggapi.
Tetapi presiden dan tim pendukungnya, dengan menyiapkan presentasi yang disiapkan khusus untuk melakukan pembantahan atas tuduhan-tuduhan ini di berbagai momen di depan massa Islam.
Itu artinya, tuduhan itu memang harus dihadapi dengan cukup serius
Itu pula sebabnya, Presiden Joko Widodo merasa perlu melakukan klarifikasi di berbagai kesempatan, terutama kepada kelompok Islam, tentang status pribadinya yang bukan anggota PKI ataupun keluarga dekatnya dengan PKI.
Tuduhan ini bisa dan telah menggerogoti elektabilitas, yang amat dibutuhkan Joko Widodo untuk menghadapi pemilu tahun depan. Ini yang mengharuskan Joko Widodo menanggapi serius setiap hoaks yang menyerang dirinya.
Rasionalitas lainnya, semua peristiwa yang menyasar pada Presiden Joko Widodo terkait dengan tuduhan sebagai PKI, bukan sebuah peristiwa tunggal yang hanya bisa dilihat dipermukaan. Tuduhan itu lebih sebagai penegasan pada sebuah ketidakpercayaan yang semakin meluas pada Presiden Joko Widodo. Karena itu, hoaks ini memang menjadi perkerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan langkah-langkah rasional.
Tentu Presiden Joko Widodo paham bahwa PKI telah resmi ditetapkan sebagai partai terlarang di Indonesia. Karena itu, penegasan tentang posisinya yang anti PKI, anti komunis tetap perlu disampaikan ke publik dengan lebih tegas lagi. Apalagi mengingat kebangkitan kelompok Islam di Indonesia yang telah memperlihatkan kekuatan pengorganisasian yang lebih rapi, menjadi peristiwa yang tidak bisa dipandang ringan.
6 Kabar Hoax yang Menyulut Perang
Ia bisa memicu konflik, menggulingkan pemerintahan dan memecah belah satu bangsa: kabar bohong alias Hoax sejak lama ikut menggerakkan sejarah peradaban manusia. Inilah kisahnya:
Foto: Fotolia
Fenomena Beracun
Kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hakikatnya, berita palsu yang marak di media-media sosial saat ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah berita
Foto: Fotolia/svort
Oplah Berganda buat Hearst
Pada 1889 pengusaha AS William Hearst ingin agar AS mengobarkan perang terhadap Spanyol di Amerika Selatan. Untuk itu ia memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, buat menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, antara lain tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis. Karena sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda
Kebohongan Memicu Perang Dunia
Awal September 1939, Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendiri yang membunuh pasukan perbatasan Polandia. Karena sejak 1938 Jerman sudah mempersiapkan pendudukan terhadap jirannya itu.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Kampanye Hitam McNamara
Kementerian Pertahanan AS mengabarkan bahwa kapal perang USS Maddox ditembaki kapal Vietnam Utara pada 2 dan 4 Agustus 1964. Insiden di Teluk Tonkin itu mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum buat Presiden Lyndon B. Johnson untuk menyerang Vietnam. Tapi tahun 1995 bekas menhan AS, Robert McNamara, mengakui insiden tersebut adalah berita palsu.
Foto: NATIONAL ARCHIVES/AFP/Getty Images
Kesaksian Palsu Nariyah
Seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, bersaksi di depan kongres AS pada 19.10.1990 tentang kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita. Kesaksian tersebut ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye perusahaan iklan, Hill & Knowlton atas permintaan pemerintah Kuwait.
Foto: picture alliance/CPA Media
Operasi Tapal Besi
April 2000 pemerintah Bulgaria meneruskan laporan dinas rahasia Jerman tentang rencana pembersihan etnis ala Holocaust oleh Serbia terhadap etnis Albania dan Kosovo. Buktinya adalah citra udara dari lokasi kamp konsentrasi. Laporan tersebut menggerakkan NATO untuk melancarkan serangan udara terhadap Serbia. Rencana yang diberi kode "Operasi Tapal Besi" itu tidak pernah terbukti hingga kini.
Foto: Yugoslav Army/RL
Bukti Kosong Powell
Pada 5 Februari 2003 Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB. Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, akhirnya tetap menginvasi Irak buat meruntuhkan rejim Saddam Hussein. Hingga kini senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak tidak pernah ditemukan.
Foto: AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Ingat, dalam politik, bahasa bisa menunjukkan kekuasaan
Tidak ada hubungan antar manusia yang lebih langgeng dari hubungan kekuasaan. Kekuasaan hadir dalam setiap interaksi. Kekuasaan adalah kemampuan dan pengakuan yang dimiliki subjek untuk menggerakan dan mengarahkan subjek lain untuk tujuan tertentu.
Menurut Foucault, kekuatan merupakan sebuah dinamika dalam memproduksi dan mengobservasi kenyataan atau realitas. Konsep dan pengetahuan menjadi praktik diskursif dan/atau praktik bahasa. Sesuatu yang menjadi dominan melalui penciptaan pendapat-pendapat, konsep-konsep, dan pengetahuan yang penting dalam masyarakat. Karena itu, Bahasa, bagi Foucault menjadi formula of domination. Formula ini tidak hanya mendefinisikan yang normal, tetapi juga yang dianggap menyimpang sebagai objek.
Sejalan dengan ini, maka apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk menanggapi setiap wacana, termasuk hoaks, tetap harus dilihat sebagai bagian untuk memenangkan dominasi ini.
Pada titik inilah, langkah Presiden Joko Widodo harus dilihat. Apapun, dalam tahun politik, siapa saja yang running for president, tidak selalu akan bertarung dalam politik wacana. Karena itulah, wacana bukan menjadi barang receh yang bisa diabaikan.
@imamprihadiyoko, penulis lepas dan pendiri menara62.com.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Silakan bagi komentar Anda atas opini di atas pada kolom di bawah ini.
Keterlibatan Asing dalam Pembantaian 1965
Sejarah mencatat pembantaian simpatisan PKI 1965 adalah buah kotor percaturan politik dunia di era Perang Dingin. Bahkan propaganda anti komunis yang disebarkan di Indonesia pun dirancang dan disusun di luar negeri
Foto: Yoichi Robert Okamoto
Dunia Terbelah Dua
Pada dekade 60an dunia didera konflik ideologi antara Amerika dan Uni Sovyet. Akibatnya perang proksi menjalar ke berbagai belahan Bumi. Jerman terbelah dua dan negara berkembang menjadi lahan lain perseteruan dua adidaya tesebut. Tahun 1963 Amerika Serikat gagal menjatuhkan benteng Komunisme di Kuba. Presiden baru AS, Lyndon B. Johnson, lalu beralih menginvasi Vietnam Utara.
Foto: Getty Images/P. Christain
Adu Jotos di Negeri Orang
Bagaimana kedua adidaya menjadikan negara berkembang sebagai catur politik terlihat dari banyaknya perang proksi. Dekade 1960an mencatat sedikitnya 50 konflik semacam itu, yang terbanyak selama Perang Dingin. Uni Sovyet dan Cina terutama getol memasok senjata buat pemberontak komunis. (Gambar: Pemimpin Cina Mao Tse Tung dan penguasa Sovyet Nikita Khrushchev di Beijing, 1959)
Foto: AP
Pemberontakan Komunis Malaysia
Lima tahun sebelum peristiwa G30S, Malaysia telah mendahului lewat perang antara Malayan National Liberation Army yang didukung Partai Komunis dan tentara persemakmuran pimpinan Inggris. Konflik serupa terjadi di Kongo, India, Bolivia dan Kolombia.
Foto: Public Domain
Primadona Perang Dingin
Indonesia adalah medan perang lain antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Mulai dekade 50an, Presiden Soekarno menjadi primadona politik yang diperebutkan oleh Presiden AS John F. Kennedy dan penguasa Uni Sovyet, Nikita Khrushchev. Saat itu Indonesia sudah menjadi salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara dan mulai diperhitungkan di dunia.
Foto: Central Press/Hulton Archive/Getty Images
Petualangan di Timur
Soekarno yang mulai menua justru merasa Indonesia cukup kuat untuk menanggalkan asas netralitas dan menghidupkan poros Moskow-Beijing-Jakarta. Memasuki dekade 1960an, Uni Sovyet tercatat sebagai pemberi bantuan terbesar ke Indonesia, melebihi negara lain. Petualangan politik itu kemudian ternyata berujung fatal buat Indonesia
Foto: picture-alliance/Everett Collection
Manuver Sukarno
Hubungan Indonesia dan barat remuk setelah Amerika Serikat membantu pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958. Sebagai balasan Sukarno memerintahkan agresi militer terhadap Malaysia buat menentang pembentukan negara persemakmuran oleh Inggris. Soekarno saat itu beralasan dirinya menentang neo kolonialisme. Realitanya ia menyokong pemberontakan kelompok Komunis Malaysia di Serawak.
Foto: gemeinfrei
Harapan di Tangan Tentara
AS pun mulai berupaya menggembosi Partai Komunis Indonesia. Mereka mengkhawatirkan Soekarno yang mulai tua akan mewariskan tahta kepada PKI. Kendati dimusuhi Jakarta, dinas rahasia barat tetap menjalin kontak dengan TNI yang dianggap satu-satunya harapan memberangus komunisme di Indonesia. Hingga peristiwa 65, AS telah melatih setidaknya 4000 perwira TNI.
Bantuan dari Jerman
Tahun 1971 mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan pada 1965 dinas rahasia BND bekerjasama dengan CIA memerangi PKI di Indonesia. BND antara lain membantu TNI dengan memasok senjata api, alat komunikasi dan uang senilai 300.000 DM atau sekitar 700 ribu Euro.
Foto: Imago
Pujian Gehlen buat Suharto
Tahun 1965 BND memiliki seorang agen rahasia, eks perwira NAZI, Rudolf Oebsger-Röder yang menyamar sebagai wartawan di Jakarta. Reinhard Gehlen (gambar), Presiden BND, menulis dalam memoarnya bahwa keberhasilan Suharto "menumpas PKI patut dihargai setinggi tingginya." Gehlen mengaku kehilangan "dua teman dekat" yang ikut dibunuh pada peristiwa G30S, salah satunya Brigjen Donald Isaac Pandjaitan
Foto: picture-alliance/dpa
Propaganda Kiriman Barat
National Security Archive di AS mencatat dinas rahasia Inggris, MI6, yang beroperasi dari Singapura, menggandeng dinas rahasia Australia buat merancang propaganda hitam terhadap PKI, etnis Cina dan Sukarno. MI6 bahkan memanipulasi pemberitaan media asing seperti BBC. Propaganda yang banyak berkaca pada pemberontakan komunis Malaysia itu lalu diadopsi berbagai media Indonesia yang dikuasai TNI
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Daftar Maut Amerika
Tidak banyak kejelasan mengenai keterlibatan langsung dinas rahasia asing terhadap pembantaian simpatisan PKI. Yang jelas sejarah mencatat bagaimana Kedutaan Besar Amerika Serikat menyerahkan daftar berisikan 5000 nama jajaran pimpinan PKI kepada TNI. Dokumen tersebut, kata Robert J. Martens, atase politik di kedubes AS, "adalah bantuan besar buat TNI."
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Darah Disambut Pesta
Di hari-hari pembantaian itu dunia merayakan kehancuran PKI di Indonesia. PM Australia Harold Holt (ki.) berkomentar "dengan dibunuhnya 500 ribu sampai 1 juta simpatisan Komunis, aman untuk berasumsi bahwa reorientasi (di Indonesia) sedang berlangsung." Ironisnya Uni Sovyet cuma bereaksi dingin dengan menyebut pembantaian tersebut sebagai "insiden yang tragis."