UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kini sudah resmi diundangkan. Komnas Perempuan menyambut gembira pengesahan UU TPKS. Komnas mengingatkan bahwa pelaksanaannya juga perlu dikawal.
Iklan
Perjalanan panjang pengesahan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kini memasuki babak baru. UU TPKS kini sudah resmi diundangkan. Nomor resmi UU TPKS adalah UU Nomor 12 Tahun 2022.
Dilihat detikcom, Rabu (11/05), di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Negara (JDIH Setneg), UU TPKS diundangkan pada 9 Mei 2022.
"Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," demikian bunyinya.
Dalam salinannya, UU ini ditandatangani sebagai pengesahan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 9 Mei 2022. Pada tanggal yang sama, ditandatangani pula oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. UU ini masuk Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 120.
Sebelumnya, UU TPKS disahkan di DPR pada 12 April 2022 lalu. Pengesahan itu diambil saat pembicaraan tingkat II di rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2021-2022.
Rapat paripurna digelar di gedung Nusantara II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/04). Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani. Hadir juga pimpinan lain, yakni Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Abdul Muhaimin Iskandar, Rachmat Gobel, dan Lodewijk Paulus.
10 Negara Di Mana Kekerasan Seksual Jadi Hal Lazim
Sekjen PBB Ban Ki Moon nyatakan data tunjukkan, kekerasan seksual jadi hal lazim di 19 negara yang dirundung konflik. Ditegaskan, kelompok ekstrimis jadi pelaku paling kejam. Berikut 10 negara di antaranya.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Afghanistan
Kejahatan seksual seperti pemerkosaan adalah isu besar di Afghanistan. Menurut undang-undang pelaku pemerkosaan dihukum berat jika terbukti bersalah. Namun pada kenyataannya, kejahatan itu jarang dilaporkan. Terutama karena korban kejahatan seksual menghadapi risiko jauh lebih besar lagi, jika mereka berani melapor.
Foto: AFP/Getty Images/A. Karimi
Republik Afrika Selatan
Negara ini menghadapi banyak masalah, antara lain konflik tak kunjung henti yang juga menyebabkan keadaan ekonominya parah. Posisi kaum perempuan sangat rentan dalam situasi seperti ini, sehingga mereka kerap jadi korban kekerasan. Foto: pasar di ibukota Bangui.
Foto: Sia Kambou/AFP/Getty Images
Kolumbia
Kekerasan bersenjata di negara itu menyebabkan tingginya kekerasan seksual terhadap perempuan. Pemerintah Kolumbia berkali-kali dituduh gagal menyelidiki laporan tindak kekerasan seksual. Tindak kriminal itu kerap terjadi terhadap perempuan yang terpaksa mengungsi. Selain itu angka kekerasan domestik juga tinggi. Foto: demonstrasi bagi hak-hak perempuan dan anti kekerasan di Bogota.
Foto: GUILLERMO LEGARIA/AFP/GettyImages
Republik Demokrasi Kongo
Menurut studi, diperkirakan lebih dai 400.000 perempuan diperkosa di Republik Demokrasi Kongo tiap tahunnya. Pemerkosaan kerap dijadikan "senjata perang" oleh pihak-pihak yang bertikai. Foto: seorang perempuan menunggu hasil proses pengadilan terhadap 11 tentara yang dituduh melakukan pemerkosaan dan kejahatan terhadap kemanusiaan di kota Baraka.
Foto: AP
Irak
Sekjen PBB mengimbau pemerintah Irak untuk melaksanakan resolusi Dewan Keamanan no 1325 (2000) termasuk melatih aparat keamanan untuk membela hak-hak perempuan. Juga melaksanakan program reintegrasi perempuan dan anak-anak yang jadi korban kekejaman ISIS. Foto: sebuah keluarga Yazidi di Ba Adre, Irak. Mereka terpaksa mengungsi akibat sepak-terjang ISIS.
Foto: Imago/ZUMA Press
Libya
Korban kekerasan seksual lazimnya tidak mendapat pertolongan. Sebaliknya, korban sering dianggap mencoreng nama keluarga dan komunitas. Ia bisa menghadapi kekerasan serius dari orang-orang yang seharusnya membela, bahkan bisa dibunuh dengan dirajam. Foto: demonstrasi kaum perempuan. Mereka menyatakan, "Tripolis adalah ibukota semua orang Libya, tapi tanpa senjata."
Foto: DW/V. Stocker
Mali
Sekjen PBB Ban Ki Moon menyerukan kepada pemerintah Mali, merumuskan strategi nasional untuk memerangi kekerasan seksual dan kekerasan lain berdasarkan gender. Pemerintah diimbau untuk bekerjasama dengan badan PBB United Nations Action against Sexual Violence in Conflict, Foto: seorang perempuan pengungsi Mali, di dekat perbatasan dengan Aljazair.
Foto: DW/El Kebir Nour El Hayet
Myanmar
Myanmar diimbau oleh Sekjen PBB Ban Ki Moon agar melaksanakan agenda reformasi dan ambil langkah konkret untuk menjaga keamanan korban kekerasan seksual akibat konflik etnis, dan menyeret pelakunya ke pengadilan. Foto:seorang perempuan sedang memandang pamflet yang disebarkan partai politik saat kampanye pemilu.
Foto: AP
Somalia
Korban pemerkosaan di ibukota Mogadishu menurut Amnesty International, mayoritasnya adalah pengungsi. PBB catat 1.700 kasus pemerkosaan di tempat penampungan pengungsi. Sepertiga korban berusia di bawah 18. Sekitar 70% pelaku adalah pria berseragam. Foto: kaum perempuan yang mengungsi akibat kekerasan dan bencana kekeringan di kamp pengungsi Dadaab.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages
Suriah
Sejak meletusnya perang saudara di Suriah tahun 2011, aksi kekerasan seksual dan kekerasan gender meningkat. Terutama ISIS praktekan perbudakan seks dan pelecehan kaum perempuan. Banyak warga Suriah yang lari akibat perang, pemboman udara dan kekerasan ISIS ke negara tetangga Turki. Foto: Perempuan dan anak-anak pengungsi Suriah di daerah Suruc, di bagian tenggara Turki.
Foto: picture-alliance/epa/S. Suna
10 foto1 | 10
Komnas Perempuan menyambut gembira pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Komnas mengingatkan bahwa pelaksanaannya juga perlu dikawal.
"Komnas Perempuan menyambut dengan sukacita pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada rapat paripurna DPR 12 April 2022. Pengesahan ini merupakan buah kerja keras dari berbagai pihak," kata Komnas Perempuan dalam keterangan tertulis, Selasa (12/04).
Komnas Perempuan juga mengungkap bahwa sahnya UU TPKS tak terlepas dari peran media hingga masyarakat sipil. Dalam hal ini, korban juga ikut berperan dalam pengesahan UU ini.
"Juga tidak terlepas dari keberanian korban yang telah menyuarakan dengan berani pengalaman-pengalamannya dalam mengklaim keadilan, kebenaran, dan mendapatkan pemulihan," lanjutnya. (pkp/ha)