Jokowi Respon Ijtimak Ulama II Yang Dukung Prabowo
17 September 2018
Presiden Joko Widodo meminta semua pihak agar memanfaatkan pemilu 2019 sebagai ajang kontestasi gagasan, bukan buat memainkan isu SARA. Hal ini disampaikannya ketika merespon dukungan Ijtimak Ulama II kepada Prabowo
Iklan
Menyusul langkah Prabowo Subianto menandatangani Pakta Integritas yang disodorkan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dalam Ijtimak Ulama II, kini Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa dukungan pada salah satu pasangan calon dalam Pemilu 2019 harus dilakukan dalam konteks yang sehat dan fair.
"Indonesia negara demokrasi. Sering saya sampaikan ada satu kelompok pendukung Prabowo, kelompok lain dukung saya dan Kiai Ma'ruf Amin. Ya ini demokrasi, silakan, nggak dilarang di negara demokrasi," kata Jokowi saat ditemui wartawan di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, (17/9)
Dia berharap dengan begitu pemilih bisa menjadi semakin dewasa dan matang dalam berpolitik. "Kemudian juga masyarakat bisa menguji ide, menguji gagasan, menguji program yang disampaikan atau yang telah dilaksanakan," kata Presiden.
Pemilu Tanpa SARA
"Saya kira Pemilu ini adalah kontestasi gagasan, kontestasi hasil kerja, kontestasi prestasi, kontestasi rekam jejak," lanjutnya. Presiden menghimbau kepada semua pihak agar tidak memakai isu sensitif seperti SARA ataupun dengan cara-cara fitnah dalam Pemilihan Umum maupun Pemilihan Presiden 2019.
"Saya kira (penggunaan isu SARA dan fitnah) tidak mendewasakan, tidak mematangkan demokrasi kita," tandasnya.
Kandidat presiden dari Gerindra, Prabowo Subianto, sebelumnya menyepakati 17 butir tuntutan dalam Pakta Integritas yang disusun oleh GNPF-MUI. Kesepakatan tersebut antara lain penggunaan kewenangan presiden untuk memulangkan dan memulihkan hak-hak pentolan FPI, Rizieq Shihab, yang sedang berada di Arab Saudi.
GNPF-MUI juga meminta Prabowo mempertimbangkan "pendapat para ulama" dalam memecahkan berbagai masalah di Indonesia. GNPF tadinya menyatakan enggan mendukung Prabowo setelah dia memilih Sandiaga Uno sebagai cawapres, bukan tiga calon yang diajukan Ijtimak Ulama I.
Namun kini gerakan yang aktif pada Pilkada DKI 2017 silam itu mengaku siap mengerahkan sumber daya buat memenangkan paslon yang diusung Gerindra, PAN dan PKS tersebut.
rzn/vlz
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)