Jokowi Sudah Tahu Duduk Persoalan Pencatutan Namanya
18 November 2015
Nama Presiden dan Wakil Presiden Indonesia ikut terseret dalam dugaan percaloan kontrak PT Freeport Indonesia. Soal Freeport, Jokowi menyatakan akan selalu berpijak pada kepentingan nasional.
Iklan
Istana Negara tengah disorot akibat perseteruan Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Ketua DPR Setya Novanto sehubungan dengan perpanjangan kontrak PT Freeport. Menurut informasi tentang transkrip rekaman pembicaraan antarapetinggi DPR dengan pihak PT Freeport, kontrak diperpanjang jika Freeport memberikan 20% sahamnya.
Senin (16/11/15), Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto, nama yang diduga dibalik inisial SN, kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Laporan ini terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla dalam lobi perpanjangan kontrak perusahaan tambang PT Freeport.
Dalam laporannya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Sudirman Said mengungkap sejumlah pertemuan Setya Novanto dan pengusaha Reza Chalid dengan Direktur Utama Freeport. Ditambahkan Sudirman, pada pertemuan ketiga, untuk “syarat” perpanjangan kontrak, Setya Novanto meminta Freeport memberikan saham kepada Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Namun terdapat perbedaan antara keterangan Sudirman Said dengan Setya Novanto terkait pertemuan ini. Novanto mengakui digelarnya beberapa pertemuan dengan pejabat Freeport. Namun ia menyanggah telah mencatut nama Presiden Jokowi dan wakilnya, Jusuf Kalla.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengemukakan, Presiden Jokowi tidak terpengaruh dengan kehebohan ini. Pramono Anung mengemukakan, bahwa Presiden Joko Widodo sudah membaca dan sudah mendengar transkrip rekaman pembicaraan antara petinggi DPR-RI dengan pihak PT Freeport Indonesia terkait rencana perpanjangan kontrak karya, yang disebut-sebut mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pramono Anung menegaskan, Presiden Jokowi telah menyampaikan pandangan akan selalu berpijak pada kepentingan nasional yang menjadi keinginan kuat Pemerintah Republik Indonesia untuk menangani menyelesaikan persoalan Freeport.
Menurut Seskab, empat hal yang menjadi pijakan Presiden Jokowi itu, yaitu: yang pertama berkaitan dengan royalti maka harus ada perbaikan ataupun royalti yang lebih baik yang diberikan kepada kita. Yang kedua, lanjut Seskab, adalah divestasi dijalankan, karena dalam persoalan ini, Undang-undang telah mengatur, kontrak karya telah mengatur bahwa harus ada divestasi. Yang ketiga adalah pembangunan smelter. Dan yang terkahir adalah pembangunan Papua.
Seskab mengemukakan,0bahwa Presiden Jokowi tidak pernah berbicara kepada siapapun di luar empat konteks di atas. “Sekali lagi kami tegaskan Presiden sama sekali tidak pernah berbicara kepada siapapun di luar pemerintahan yang terkait empat hal tadi. Sehingga kalau kemudian ada siapapun yang mengatasnamakan Presiden atau juga Wakil Presiden, maka Presiden menyampaikan dengan tegas bahwa itu tidak benar,” ditegaskan Pramono Anung.
Demam Emas di Lombok
Pertambangan emas ilegal di Lombok menjamur. Meski membantu perekonomian warga setempat, dampak negatifnya pun tidak sedikit bagi masyarakat dan lingkungan.
Foto: Elisabetta Zavoli
Memburu emas
Booming emas di pulau Lombok telah secara radikal mengubah perekonomian wilayah yang pernah bergantung pada sektor perikanan dan pertanian itu. Industri yang berkembang ini membantu penduduk setempat seperti Rizki (foto) dalam mencari nafkah. Di tokonya, perhiasan emas dijual sekitar 250.000 rupiah per gram.
Foto: Elisabetta Zavoli
Substansi berbahaya
Meskipun penggunaan merkuri dalam penambangan emas tergolong sebagai aktivitas ilegal di Indonesia, masih saja orang-orang menggunakannya secara rutin untuk mengekstraksi emas di Lombok. Setiap tahun, puluhan ton merkuri terlepas ke alam. Pemakaian merkuri adalah tahap yang paling berbahaya dari proses pertambangan, karena merkuri dapat terserap ke dalam tubuh.
Foto: Elisabetta Zavoli
Menggali bukit
Di bukit di Sekotong ini, penuh dengan galian lubang pertambangan. Gubuk kecil yang ditutupi dengan terpal biru menandai pintu masuk ke terowongan di lereng ini, yang terletak di dekat desa Pelangan. Ratusan meter dari lorong-lorong yang digali dengan tangan dan peralatan seadanya, tanpa menggunakan teknik pertambangan.
Foto: Elisabetta Zavoli
Hidup di pertambangan
Menggunakan pahat kecil, penambang bernama Saiful, berusia 48 tahun, menghabiskan hari-harinya mengisi tas dengan bijih mentah. "Saya mulai kerja pada pagi hari dan saya tidak berhenti bekerja sampai matahari terbenam," katanya. "Semakin banyak tas ynag Anda isi, semakin ingin terus rasanya menggali´, karena Anda tidak tahu berapa banyak emas akan berada dalam satu tas."
Foto: Elisabetta Zavoli
Sempitnya terowongan galian
Terowongan hanya cukup memungkinkan seorang pria untuk merangkak ketika melaluinya. "Kadang-kadang, ketika kita menggali terowongan, sudah ada seorang teman lain di jalur terowongan, jadi kami harus mundur sedikit dan mulai menggali ke arah lain," kata Saiful. Satu-satunya cahaya berasal dari senter dikenakan oleh para penambang di kepala. Suhu di sini bisa mencapai 38 derajat Celcius.
Foto: Elisabetta Zavoli
Harapan emas
Banyak keluarga miskin telah mencoba peruntungan dalam bisnis emas di Lombok. Di desa Pelangan, Dewi yang berusia 29 tahun mengekstrasi bijih dari penggilingan, setelah tiga jam menghancurkan bijih mentah dan mengubahnya menjadi lumpur. Penggiling disimpan di tempat yang sama di mana keluarga tidur, makan dan hidup. Anak Dewi, tiba di rumah dari sekolah, memperhatikan ibunya bekerja.
Foto: Elisabetta Zavoli
Bahaya Merkuri
Di desa lain yang disebut Telage Lebur, Mashur, berusia 18 tahun memisahkan lumpur dari merkuri yang terkait dengan emas. Dia telah bekerja sebagai penambang emas sejak berusia 14 tahun. Baik dia, atau keluarganya, sadar akan risiko merkuri cair. Merkuri dapat membahayakan saraf, pencernaan dan sistem kekebalan tubuh manusia, serta paru-paru , ginjal, kulit dan mata mereka.
Foto: Elisabetta Zavoli
Kontroversi sianida
Menggunakan sianida untuk mengekstrak emas dari bijih halus merupakan proses yang kontroversial, karena sianida adalah senyawa kimia yang sangat beracun. Di Desa Tawun, sedimen yang dicampur dengan air secara langsung akan berubah menjadi bubur lagi dan diproses.
Foto: Elisabetta Zavoli
Ongkos ekologis
Hutan gambut di sini tidak mampu menjadi perlindungan atau menjadi penghambat untuk mencegah pencemaran lingkungan. Air di pulau ini terkontaminasi dengan merkuri dan sianida, serta sangat beracun bagi satwa liar di daerah tersebut.
Foto: Elisabetta Zavoli
Mengorbankan kesehatan
Bahan kimia yang digunakan untuk menambang emas tidak hanya berbahaya bagi lingkungan - tapi juga menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat di pulau itu. Agis, 12 tahun, berdiri di bekas tempat pabrik sianida di desa Gili. Sawah desa dan tanah yang tercemar oleh racun. Pada tahun 2012, konsentrasi merkuri di rambut Agis adalah dua kali lipat standar Organisasi Kesehatan Dunia.