1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikUruguay

José Mujica - Presiden Paling Melarat Sejagat Tutup Usia

14 Mei 2025

José Alberto Mujica wafat pada usia 89 tahun hari Selasa (13/05). Bekas gerilyawan yang memerintah Uruguay dari 2010 hingga 2015 ini dikenal sebagai presiden termiskin di dunia, meski ia menolak julukan itu.

José Mujica
Mantran presiden Uruguay José Mujica lahir di Montevideo pada tahun 1935 dari keluarga petani keturunan Basque dan Italia.Foto: Santiago Mazzarovich/AFP/Getty Images

Ia sejbenarnya berhak menerima gaji sekitar 200 juta Rupiah per bulan pada puncak kariernya sebagai presiden Uruguay. Namun dia hanya mau mengantongi sepersepuluhnya saja atau hanya sekitar 20 juta Rupiah tiap bulan. Sisanya ia sumbangkan.

”Uang $1.250 itu sudah lebih dari cukup," ujar José Mujica, mantan orang nomor satu di Uruguay yang menyebut dirinya sekadar "gumpalan tanah berkaki dua" karena ia hidup dari dan untuk Bumi dan bekerja di ladang, yang berarti kebebasan baginya.

Mujica kerap bepergian dengan VW Beetle biru mudanya. Dia tidak ingin menjualnya meskipun ada tawaran jutaan dolar.

Petani asal Montevideo barat itu tidak pernah menyangka bahwa suatu hari ia akan mencapai popularitas - dan itu mungkin juga bukan tujuannya.

"Saya adalah Zoon politikon - makhluk politik,” katanya suatu kali dalam sebuah wawancara dengan Deutsche Welle, merujuk pada filsuf Aristoteles.

"Saya sudah terjun ke dunia politik sejak umur 14 tahun. Dan jika saya tidak gila, saya akan terus terjun ke dunia politik sampai mereka menyingkirkan saya." Hal itu  terjadi pada tahun 2015 – sesaat sebelum berakhirnya masa jabatan kepresidenannya. Bagian paling bergejolak dalam hidupnya telah lama berlalu.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Dari bawah tanah ke sel isolasi

Hidupnya 'kere', ayahnya meninggal waktu ia masih bocah dan Mujica sudah bekerja bersama saudara perempuannya di perkebunan bunga milik orang tuanya sejak masih sangat kecil.

Meski begitu, ia tetap bersekolah dan lulus SMA. Dia berhenti dari kuliah hukum, tetapi semakin terlibat dalam gerakan mahasiswa. Mujica dan lainnya mendirikan kelompok gerilya perkotaan Tupamaros (MLN-T). Saat itu, di awal tahun 1960-an, terjadi pengangguran massal di Uruguay.

Dipengaruhi oleh revolusi Kuba dan sosialisme internasional, MLN-T meluncurkan aksi perlawanan rahasia terhadap pemerintah Uruguay. Pada saat itu pemerintah Uruguay dipilih oleh rakyat dan demokratis, namun kaum kiri menuduh pemerintah semakin otoriter.

Mujica memimpikan "masyarakat tanpa kelas sosial" dan, untuk mencapai tujuan ini, ia dan kelompok Tupamarosnya merampok bank, menculik politisi, dan menanam bom.

Menurut pengakuannya sendiri, dia sendiri tidak pernah membunuh siapa pun. "Kami memang naif, tetapi tidak boleh melupakan tujuan," tandas Mujica dalam wawancara dengan DW.

Tujuannya itu pula yang membuatnya dibui. Pada tahun 1971, ia dihukum karena divonis terlibat dalam pembunuhan  terhadap polisi setelah terjadi baku tembak. Mujica menghabiskan 14 tahun di penjara – termasuk di sel isolasi dan di bawah penyiksaan.

Fase kehidupan ini adalah "rutinitas bagi mereka yang memutuskan untuk mengubah dunia," katanya kemudian. "Selama bertahun-tahun di penjara, saya punya banyak waktu untuk mengenal diri saya sendiri," ungkap Mujica.

Dari kurungan isolasi hingga jabatan presiden

Pada tahun 1985, setelah berakhirnya kediktatoran militer selama dua belas tahun, undang-undang amnesti disahkan, Mujica dan tahanan politik lainnya dibebaskan dari penjara. Bersama Lucía Topolansky, yang juga dibebaskan dan kemudian menjadi istrinya, ia pindah ke sebuah pertanian kecil, menjual tomat dan krisan, dan terlibat dalam dunia politik.

Sepuluh tahun setelah dibebaskan dari penjara, Mujica terpilih menjadi anggota parlemen. Menurut sebuah cerita, pada hari pertamanya bekerja, dia mengendarai mopednya ke gedung parlemen. "Apakah kamu bakalan di sini lama?" demikian penjaga pintu parelmen bertanya, karena mengira dia seorang kurir. "Saya harap demikian," jawab Mujica.

Harapannya menjadi kenyataan. Pada tahun 2005, aliansi sayap kiri Frente Amplio berjaya, dengan Tabaré Vázquez, menjadi presiden untuk pertama kalinya. Mujica daingkat menjadi menteri pertanian. Lima tahun kemudian, 52 persen peserta pemilu memilih José Mujica sebagai presiden.

Penghematan sebagai aset

Bahkan berdiri di jabatan tertinggi negara, Mujica tetap setia pada dirinya sendiri dalam banyak hal. Dia sering muncul di rapat kabinet mengenakan kardigan, sandal butut, dan celana panjang belel. Dia tidak pernah mengenakan dasi, bahkan pada acara resmi.

Saat mengunjungi Gedung Putih tahun 2014, ia mengenakan jas dan rompi, tetapi ukurannya terlihat sangat kekcilan di tubuhnya. Meskipun demikian, atau mungkin justru karena ini, tuan rumahnya, Barack Obama, membuktikan bahwa tamunya punya "kredibilitas yang tinggi".

"Dia orang yang sederhana, orang-orang mengenali diri mereka sendiri dalam dirinya, dan itulah sebabnya dia menginspirasi begitu banyak antusiasme dan harapan," tutur penulis Eduardo Galeano tentang rekan senegaranya.

Ia bekerja sebagai petani sebelum manjadi presidenFoto: Ivan Franco/dpa/picture alliance

Eksperimen Uruguay

Sebagai presiden, sang ateis sejati ini menjungkirbalikkan negara. Dia melegalkan pernikahan sesama jenis dan aborsi. Dengan cara ini dia jauh melampaui zamannya di Amerika Latin. Dalam logika José Mujica, kebijakan ini bukanlah pemikiran sayap kiri atau liberal: "Dunia harus menerima hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah," tandasnya.

Dia terbilang cukup sukses membangun kehidupan sosial-ekonomi di Uruguay: Selama masa kepresidenannya, angka pengangguran, kemiskinan, dan kematian anak menurun.

Proyeknya yang paling kontroversial adalah legalisasi ganja untuk tujuan rekreasi. Di negara kecil seperti Uruguay, hal seperti ini dapat diuji, kata Mujica. Eksperimen itu berlanjut hingga hari ini - negara lain seperti Kanada dan banyak negara bagian AS telah mengikutinya.

Tetapi Mujica tidak mampu melaksanakan semua rencananya. Reformasi pendidikan yang diumumkannya dengan lantang gagal total, begitu pula proyek infrastruktur besar. Dan ia harus menerima kenyataan pahit: Kaum Kiri menuduhnya mendekati korporasi besar dalam isu pertanian dan bahan mentah.

Seorang politisi yang sama sekali tidak biasa

Meskipun demikian, karena sifatnya yang rendah hati, Mujica – tidak seperti banyak kepala negara lain di Amerika Latin – sebagian besar terhindar dari satu hal: Korupsi. Jadi mungkin karena sifatnya yang mudah didekati dan pragmatisme, dialah yang memastikan banyak kesalahan verbalnya dimaafkan. Misalnya, ketika Mujica menyebut pejabat FIFA sebagai "sekelompok bajingan" setelah tim nasionalnya tersingkir dari Piala Dunia.

Di panggung politik, ia baru-baru ini menjadi penengah negosiasi perdamaian antara gerilyawan FARC Kolombia dan pemerintah Kolombia di Kuba pada tahun 2016. Namun hingga menjelang kematiannya, ia turut campur dalam banyak perdebatan.

Mujica lebih suka menerima wartawan di taman atau di ruang belajar rumahnya yang kecil, di mana catnya sudah mengelupas di sana-sini.

José "Pepe" Mujica adalah seorang politikus yang tidak biasa. Kesederhanaannya tampak dibandingkan dengan kepala negara lain di wilayah tersebut. Dengan berbuat demikian, ia mencontohkan budaya politik baru.

Namun hingga akhir hayatnya, dia tidak ingin dianggap miskin. Salah satu kutipannya yang paling terkenal adalah: "Miskin bukanlah mereka yang memiliki sedikit, tetapi yang selalu membutuhkan lebih," ujarnya.

 

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerrman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid

 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait