Joshua Wong: Aksi Protes Hong Kong Harus Berlanjut
Elliot Douglas
11 September 2019
Aktivis Joshua Wong terbang ke Jerman untuk menyerukan penghentian kebrutalan pihak kepolisian dan perluasan hak-hak demokrasi di Hong Kong. Kepada DW, ia sampaikan solusi atas aksi protes yang sedang berlangsung.
Dalam kunjungannya ke Berlin, kepada Deutsche Welle ia menyerukan untuk diadakannya pemilihan umum yang bebas serta menjelaskan bahwa pemimpin Hong Kong, Carrie Lam dan pemerintahnya bagaikan "boneka otoritas komunis.”
"Saya pikir aksi protes harus dilanjutkan dengan tuntutan kami tentang pemilu yang bebas,” kata Wong.
Sebelumnya, Lam merilis pernyataan bahwa akan membuka dialog dengan para pengunjuk rasa dan mengakhiri kekerasan yang terjadi belakangan ini.
Hak pilih universal
Wong mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya telah meminta diadakannya pertemuan dengan Lam sejak 1 Juli silam. Satu-satunya solusi adalah diberikannya hak pilih universal, dan memperluas hak-hak demorasi rakyat Hong Kong,” ujarnya.
"Kami mendesak para pemimpin dunia, ketika kami menghadapi ancaman pasukan yang bergerak menuju perbatasan dan adanya kemungkinan kekuasaan militer di Hong Kong, sekarang adalah waktunya bagi para pemimpin dunia menunjukkan tanggung jawabnya dalam menjamin kebebasan politik dan ekonomi Hong Kong.”
Hong Kong adalah Berlin baru
Wong juga menyamakan aksi protes yang saat ini berlangsung sama dengan peran Berlin selama perang dunia, menegaskan pernyataan yang ia berikan pada Senin (09/09) malam dalam acara pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas.
"Dengan tekanan yang datang dari Beijing dan bagaimana dunia mendukung kami, Hong Kong adalah Berlin baru,” terangnya kepada DW.
Ia mengapresiasi Kanselir Jerman, Angela Merkel, dan pemerintah Jerman atas respon mereka kepada aksi protes tersebut dan memuji bahwa mereka "menekankan pentingnya untuk tidak menggunakan kekerasan atau tidak melakukan pemaksaan untuk menyelesaikan krisis politik.”
Cina mengkritik keras kunjungan Wong ke Jerman, menyebut pertemuan antara Wong dan Menteri Luar Negeri Jerman sebagai "tindakan tidak terhormat.”
"Sangatlah salah bagi media Jerman dan para poltisinya untuk ikut ke dalam gelombang separatis anti-Cina,” ujar juru bicara Menteri Luar Negeri Cina, Hua Chunying, dalam konferensi persnya Selasa.
Wong telah menjadi tokoh penting dalam aksi protes anti pemerintah Hong Kong yang dimulai sejak 9 Juni lalu. Aksi protes dipicu oleh rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan warga Hong Kong yang dituduh melakukan kejahatan, diekstradisi ke Cina daratan dan diadili di sana. Semenjak itu, pemimpin Hong Kong Carrie Lam, mengatakan bahwa RUU tersebut akan segera dicabut.
Setelah kunjungannya ke Jerman, nantinya Wong akan terbang ke Amerika Serikat.
Frustasi Akibat Mahalnya Hidup Turut Sulut Protes di Hong Kong
Banyak orang muda di salah satu kawasan terpadat di dunia itu tidak puas karena biaya hidup yang sangat mencekik. Di samping itu, mereka juga mengkhawatirkan erosi kebebasan secara umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Berbagi kamar tidur dengan orang tua
Peter Chang (23) adalah pengusaha yang terpaksa berbagi kamar tidur dengan ayahnya. Luas kamar hanya 5 meter persegi. Ia marah terhadap kebijakan imigrasi penguasa, yang menempatkan orang-orang dari dataran Cina di Hong Kong. Ia berkata, "Mereka berusaha menghapus identitas kami."
Foto: Reuters/T. Peter
Berdesak-desakan
Zaleena Ho (22) adalah warga asli Hong Kong. Ia lulusan jurusan perfilman dan tinggal bersama orang tuanya. Kamar tidurnya hanya 7 meter persegi. Ia berkata, "Situasi politik makin buruk. Sebagian besar dari kami berusaha sebaik mungkin untuk menjaga apa yang telah kami peroleh. Saya punya paspor AS. Sebenarnya saya bisa pergi saja. Tapi saya berharap kami masih bisa mengubah sesuatu."
Foto: Reuters/T. Peter
Berani menentang
Roy Lam (23) berkerja di bagian di sebuah perusahaan dan tinggal bersama ibu dan empat saudara perempuannya. Ia mengungkap, ia lebih baik terpukul saat mengadakan perlawanan, daripada berdiam diri saat ditekan. Ia menambahkan, kaum muda bertekad tetap menuntut apa hak mereka."
Foto: Reuters/T. Peter
Marah kepada pemerintah
John Wai (26) tinggal bersama orang tua dan saudara perempuannya. Ia berpose di kamar tidurnya yang hanya seluas 7 meter persegi. "Yang membuat saya marah adalah pemerintah membiarkan warga Cina daratan membeli properti yang sudah sangat terbatas. Para penjual menetapkan harga sangat tinggi, sehingga kami tidak bisa membeli."
Foto: Reuters/T. Peter
Bekerja tanpa henti
Ruka Tong (21) nama mahasiswa yang berpose di kamar tidurnya di Hong Kong. Kamar tidur seluas 11 meter persegi ini dibaginya bersama saudara perempuannya. Orang tua mereka tinggal di apartemen yang sama. Hingga tahun lalu, seluruh keluarga tinggal di kamar seluas 28 meter persegi. "Saya bekerja tanpa henti. Saya bekerja tujuh hari sepekan dalam lima pekerjaan."
Foto: Reuters/T. Peter
Menuturkan kisah
Sonic Lee (29) adalah seorang musisi dan komponis. Ia tinggal bersama ibunya. Ruang tidurnya hanya seluas 6 meter persegi. "Bagi saya, Revolusi Payung seperti halnya menceritakan sebuah kisah," katanya dan menambahkan, "Saya tidak percaya lagi, bahwa akan terjadi sesuatu perubahan."
Foto: Reuters/T. Peter
Merampok kesempatan
Fung Cheng (25) seorang desainer grafik, tinggal di apartemen bersama orang tua dan saudara laki-lakinya. Ia merasa frustrasi terhadap sebuah sistem yang ia rasa telah merampok kesempatan untuk bisa memiliki rumah sendiri.
Foto: Reuters/T. Peter
Berapa lama lagi?
Ruby Leung (22) adalah mahasiswa jurusan hukum. Kamar tidurnya juga berukuran 7 meter persegi. Pemerintah menjanjikan status satu negara dua sistem untuk Hong Kong selama 50 tahun. Sekarang masyarakat panik, apa yang akan terjadi dalam 50 tahun ini. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp )