Junta Myanmar Tunda Pemilu dan Perpanjang Keadaan Darurat
1 Agustus 2023
Junta militer Myanmar resmi memperpanjang status keadaan darurat selama enam bulan dan menunda pemilu yang telah dijanjikan sebelumnya. Mereka mengklaim, kekerasan yang masih berlangsung menjadi salah satu alasannya.
Iklan
Pemerintah penguasa junta Myanmar resmi menunda pemilihan umum (pemilu) yang sebelumnya dijanjikan bakal diselenggarakan pada bulan Agustus ini, pascakudeta tahun 2021. Keputusan itu disiarkan oleh kantor berita negara pada Senin (31/07) malam.
Pemimpin junta Min Aung Hlaing menyampaikan perpanjangan status kedaruratan itu bakal berlangsung selama enam bulan ke depan. Pernyataan itu disampaikan dalam sebuah pertemuan dengan Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional (National Defence and Security/NDSC) pada Senin (31/07).
Sebelumnya, militer telah berjanji untuk mengadakan pemilu pada Agustus 2023 usai menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh pemenang Nobel, Aung San Suu Kyi. Namun, mereka mengklaim bahwa kekerasan yang masih berlangsung merupakan salah satu alasan untuk menunda pemungutan suara.
"Saat mengadakan pemilu, agar dapat tercipta pemilu yang bebas dan adil, serta dapat memilih tanpa rasa takut, diperlukan pengaturan keamanan, sehingga periode keadaan darurat harus diperpanjang," kata pihak militer dalam sebuah pernyataan di kantor berita negara.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Kekhawatiran pihak Amerika Serikat
Merespons pernyataan tersebut, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa perpanjangan status keadaan darurat bakal menjerumuskan Myanmar "lebih jauh ke dalam kekerasan dan ketidakstabilan".
Iklan
"Amerika Serikat sangat prihatin dengan perpanjangan status keadaan darurat yang disampaikan oleh junta militer Myanmar, hal ini dapat membuat Myanmar makin terjerumus dalam kekerasan dan keadaan tidak stabil," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.
Militer mengambil alih kekuasaan setelah menuding adanya kecurangan dalam pemilu pada November 2020 yang saat itu dimenangkan oleh partai Suu Kyi. Namun, badan pengawas pemilu saat itu tidak menemukan adanya bukti kecurangan massal.
Penggulingan pemerintahan Suu Kyi menggagalkan satu dekade reformasi, bantuan internasional, dan pertumbuhan ekonomi.
Pengungsi Rohingya Diculik, Disiksa dan Diperkosa
01:24
"Sejak menggulingkan pemerintahan terpilih dua setengah tahun lalu, junta militer telah melancarkan ratusan serangan udara, membakar puluhan ribu rumah, membuat lebih dari 1,6 juta orang kehilangan tempat tinggal," papar Miller.
"Kebrutalan rezim ini meluas dan mengabaikan aspirasi demokratis rakyat Myanmar sehingga memperpanjang krisis," tambahnya.
"Amerika Serikat bakal terus bekerja sama dengan mitra dan sekutu kami untuk menggunakan cara-cara politik dan ekonomi untuk meminta pertanggung jawaban rezim ini."
Bulan lalu, Washington menjatuhkan sanksi terhadap Kementerian Pertahanan Myanmar dan dua bank "yang dikendalikan oleh rezim", yakni Myanma Foreign Trade Bank dan Myanma Investment Commercial Bank.