Jurnalis AS Philip Jacobson Ditahan Imigrasi Palangkaraya
22 Januari 2020
Jurnalis media lingkungan Mongabay asal AS, Philip Jacobson ditahan oleh pihak Imigrasi Palangkaraya, Kalimantan Tengah atas dugaan pelanggaran visa. LBH Palangkaraya tengah mendampingi proses penyelesaian kasus ini.
Iklan
Jurnalis asal Amerika Serikat (AS), Philip Jacobson tengah ditahan di Rumah Tahanan Kelas II Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada hari Selasa (21/1) atas kasus dugaan pelanggaran visa.
Dari keterangan pers yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Palangkaraya, disebutkan bahwa penyidik telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Philip sebagai tersangka.
Sebelumnya pada 17 Desember 2019, petugas imigrasi Palangkaraya mendatangi wisma tempat Philip menginap dan menahan paspornya. Kemudian Philip ditetapkan sebagai tahanan kota selama lima minggu, ketika proses penyelidikan berlangsung.
Saat dihubungi oleh DW Indonesia, ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangkaraya, Aryo Nugroho membenarkan penahanan Philip tersebut.
“Berdasarkan pasal 122 (UU No 6 Tahun 2011 tentang imigrasi) bahwa izin tinggal dia tidak sesuai peruntukannya. Pengakuan Philip kan dia gunakan visa bisnis,” jelas Aryo.
Maksud kedatangan Philip ke Palangkaraya adalah untuk membantu peliputan kontributor lokal Mongabay tentang konflik perebutan ladang antara masyarakat adat dengan pengusaha. Philip yang tiba di Palangkaraya tanggal 14 Desember 2019, kemudian bertemu ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sebuah kelompok advokasi hak-hak adat. Philip diberi tahu tentang agenda audiensi pada tanggal 16 Desember 2019 antara peladang tradisional dan perwakilan DPRD Kalimantan Tengah.
Saat menghadiri audiensi, diduga ada seseorang yang memotret kehadiran Philip dan melaporkannya kepada kantor imigrasi Palangkaraya. Pada tanggal 17 Desember 2019, pihak imigrasi Palangkaraya mendatangi tempat Philip menginap dan menyita paspornya.
Kepada DW Indonesia, Aryo tidak dapat memastikan apakah penangkapan ini berkaitan dengan keterlibatan Philip dalam sidang dengar pendapat tersebut. Yang jelas LBH Palangkaraya akan berkomunikasi dengan kedutaan besar AS agar dapat melakukan upaya penyelesaian diplomatik.
“Masalahnya kalau kita baca di UU Keimigrasian, yang ada visa kunjungan, visa diplomatik, visa izin tinggal terbatas. Jadi tidak ada visa bisnis atau visa jurnalis. Nah ini yang kita akan bahas kemudian upaya yang bisa kita lakukan,” jelasnya.
Aryo mengatakan sebelumnya Philip telah menghubungi kedutaan besar AS, namun belum ada respon. Dalam waktu dekat, perwakilan Mongabay dan LBH Palangkaraya akan segera datang ke kedutaan besar AS.
“Harapannya bisa diselesaikan secara diplomatik karena pasal yang diduga itu pun pelanggaran administrasi bukan kesalahan pidana,” ujarnya kepada DW Indonesia.
Sebuah studi mengungkap, situasi yang dihadapi wartawan masih buruk. Berikut negara-negara yang dianggap berbahaya buat awak pers.
Foto: AFP/Getty Images/P. Baz
"Setengah Bebas" di Indonesia
Di Asia Tenggara, cuma Filipina dan Indonesia saja yang mencatat perkembangan positif dan mendapat status "setengah bebas" dalam kebebasan pers. Namun begitu Indonesia tetap mendapat sorotan lantaran besarnya pengaruh politik terhadap media, serangan dan ancaman terhadap aktivis dan jurnalis di daerah, serta persekusi terhadap minoritas yang dilakukan oleh awak media sendiri.
Foto: picture-alliance/ dpa
Kebebasan Semu di Turki dan Ukraina
Pemberitaan berimbang, keamanan buat wartawan dan minimnya pengaruh negara atas media: Menurut Freedom House, tahun 2013 silam cuma satu dari enam manusia di dunia yang dapat hidup dalam situasi semacam itu. Angka tersebut adalah yang terendah sejak 1986. Di antara negara yang dianggap "tidak bebas" antara lain Turki dan Ukraina.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Serangan Terhadap Kuli Tinta
Turki mencatat serangkain serangan terhadap wartawan. Gökhan Biçici (Gambar) misalnya ditangkap saat protes di lapangan Gezi. Menurut Komiter Perlindungan Jurnalis (CPJ), awal Desember lalu Turki memenjarakan 40 wartawan - jumlah tertinggi di seluruh dunia. Ancaman terbesar buat kebebasan pers adalah pengambil-alihan media-media nasional oleh perusahaan swasta yang dekat dengan pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images
Celaka Mengintai buat Suara Kritis
Serangan terhadap jurnalis juga terjadi di Ukraina, terutama selama aksi protes di lapangan Maidan dan okupasi militan pro Rusia di Krimea. Salah satu korban adalah Tetiana Chornovol. Jurnalis perempuan yang kerap memberitakan gaya hidup mewah bekas Presiden Viktor Yanukovich itu dipukuli ketika sedang berkendara di jalan raya. Ia meyakini, Yanukovich adalah dalang di balik serangan tersebut.
Foto: Genya Savilov/AFP/Getty Images
"Berhentilah Berbohong!"
Situasi kritis juga dijumpai di Cina dan Rusia. Kedua pemerintah berupaya mempengaruhi pemberitaan media dan meracik undang-undang buat memberangus suara kritis di dunia maya. Rusia misalnya membredel kantor berita RIA Novosti dan menjadikannya media pemerintah. Sebagian kecil penduduk Rusia pun turun ke jalan, mengusung spanduk bertuliskan, "Berhentilah Berbohong!"
Foto: picture-alliance/dpa
Mata-mata dari Washington
Buat Amerika Serikat, mereka adalah negara dengan kebebasan pers. Namun kebijakan informasi Washington belakangan mulai menuai kecaman. Selain merahasiakan informasi resmi dengan alasan keamanan nasional, pemerintah AS juga kerap memaksa jurnalis membeberkan nara sumber, tulis sebuah studi. Selain itu dinas rahasia dalam negeri AS juga kedapatan menguping pembicaraan telepon seorang jurnalis.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Terseret Kembali ke Era Mubarak
Setelah kejatuhan Presiden Mursi yang dianggap sebagai musuh kebebasan pers, situasi di Mesir pasca kudeta militer 2013 lalu terus memanas. Belasan jurnalis ditangkap, lima meninggal dunia "di tangan militer," tulis Freedom House. Media-media yang kebanyakan tunduk pada rejim militer Kairo membuat pemberitaan berimbang menjadi barang langka di Mesir.
Foto: AFP/Getty Images
Situasi di Mali Membaik
Mali mencatat perkembangan positif. Setelah pemilu kepresidenan dan operasi militer yang sukses menghalau pemberontak Islamis dari sebagian besar wilayah negara, banyak media yang tadinya dibredel kembali beroperasi. Kendati begitu perkembangan baru ini diwarnai oleh pembunuhan dua jurnalis asal Perancis, November 2913 silam.
Foto: AFP/Getty Images
Tren Positif di Kirgistan dan Nepal
Beberapa negara lain yang mengalami perbaikan dalam kebebasan pers adalah Kirgistan, di mana 2013 lalu tercatat lebih sedikit serangan terhadap jurnalis. Nepal yang juga berhasil mengurangi pengaruh politik terhadap media, tetap mencatat serangan dan ancaman terhadap awak pers. Loncatan terbesar dialami oleh Israel yang kini mendapat predikat "bebas" oleh Freedom House.
Foto: AFP/Getty Images
Terburuk di Asia Tengah
Freedom House menggelar studi di 197 negara. Setelah melalui proses penilaian, lembaga bentukan bekas ibu negara AS Eleanor Roosevelt itu memberikan status "bebas", "setengah bebas" dan "tidak bebas" buat masing-masing negara. Peringkat paling bawah didiami oleh Turkmenistan, Uzbekistan dan Belarusia. Sementara peringkat terbaik dimiliki oleh Belanda, Norwegia dan Swedia.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Upayakan penyelesaian kasus
Seperti dilansir dari situs resmi Mongabay, penangkapan Jacobson dilakukan tidak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan adanya peningkatan kekerasan terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan di Indonesia, dan di tengah meningkatnya tekanan terhadap suara-suara kritis.
“Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang,” kata Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch, yang kenal Jacobson dan mengikuti kasus ini dari awal.
Andreas juga mendesak kantor imigrasi Palangkaraya segera membebaskan Philip. Menurutnya, penahan Philip setelah dijadikan tahanan kota selama lima minggu adalah tindakan berlebihan.
"Jurnalisme bukan kejahatan. Apa yang terjadi hanya masalah administrasi visa," ujar Andreas seperti dilansir dari Tempo, pada Rabu, (22/1).
Sementara, pendiri dan CEO Mongabay Rhett A. Butler mengaku akan melakukan upaya optimal untuk menyelesaikan kasus ini.
“Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” ujar Rhett A. Butler.
“Saya terkejut bahwa petugas imigrasi mengambil tindakan langkah hukum terhadap Philip atas masalah administrasi,” lanjutnya. pkp/hp