1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inversi Penyebab Kabut Jakarta Hari Ini

Prihardani Ganda Tuah Purba
16 Desember 2019

Pagi ini Jakarta dan sekitarnya diselimuti kabut tebal. BMKG menyebut hal ini disebabkan oleh adanya kondisi inversi di lapisan atmosfer yang merupakan fenomena biasa namun diperparah dengan adanya polusi.

Indonesien: Umweltbelastung und Luftverschmutzung in Jakarta
Foto: Getty Images/P. Bronstein

Kabut menyelimuti kawasan Jakarta dan sekitarnya, Senin (16/12). Kabut tebal ini terlihat sejak pagi dan masih belum hilang hingga berita ini diturunkan.

Kondisi ini membuat masyarakat bertanya-tanya apakah kabut ini disebabkan asap, polusi atau kabut biasa.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Pemprov DKI: Pengaruh Pembangunan Trotoar

Fenomena Inversi

Kepada DW Indonesia, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin menjelaskan fenomena kabut yang terjadi di Jakarta hari ini.

Menurut Miming, kabut yang muncul di Jakarta disebabkan oleh lapisan inversi yang terjadi di wilayah atmosfer Jakarta dan sekitarnya. Inversi dapat terjadi karena adanya aliran massa udara di lapisan atmosfer yang menyebabkan ada perbedaan suhu udara di atmosfer.

"Inversi itu lapisan di atmosfer dimana laju suhunya naik, padahal seharusnya suhu semakin ke atas semakin dingin, karena kondisi tertentu bisa naik," ujar Miming kepada DW, Senin (16/12).

Miming menyebut inversi adalah kondisi yang "normal, tidak terlalu asing dan cukup sering terjadi". 

"Inversi ini yang menghalangi udara naik ke atas, tapi akan hilang seiring kondisi makin siang karena kondisi udaranya relatif lebih hangat pada siang hari", tambah Miming.

Selain karena lapisan inversi, Miming mengatakan bahwa kondisi kelembapan udara di lapisan atmosfer yang relatif tinggi, ditambah kondisi angin yang relatif tidak kencang pada pagi hari ini juga sedikit banyak menyebabkan kekaburan udara alias kabut.

Baca juga: Perubahan Iklim Telah Menjadi Masalah Kesehatan Darurat

Kabut diperparah oleh polusi

Lebih lanjut, Miming menjelaskan kaitan terjadinya kabut dengan polusi udara di Jakarta.

Menurutnya, jika di permukaan bumi polusi sudah cukup banyak (baik polusi akibat kendaraan, pabrik, asap, dll), ditambah adanya inversi di lapisan atmosfer, maka besar kemungkinan polusi tersebut akan mengakibatkan kekaburan udara karena tertahan di lapisan permukaan.

Berbeda halnya jika tidak ada inversi, Miming menyebut bahwa kondisi udara kabur akibat polusi kemungkinan tidak akan terlalu parah karena tidak ada yang menahannya untuk lepas ke atmosfer atas.

"Polusi dapat mengakibatkan kekaburan udara juga, identiknya seperti asap begitu yang bisa mengaburkan udara", ujar Miming.

"Kondisi kekaburan udara akibat polusi tadi di permukaan bumi dapat diperparah juga jika ada inversi," tambahnya.

Menurut data airvisual pada pukul 12.00 WIB, Senin (16/12), Jakarta mendapat nilai indeks kualitas udara (AQI) 165, dengan konsentrasi polusi PM2.5 sebesar 82,4 mikrogram/m3. Artinya, kualitas udara Jakarta berada dalam katefori Unhealthy atau tidak sehat. Hari ini, Jakarta berada dalam jajaran 10 besar sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di antara kota-kota besar lainnya di dunia.

Menurut data dari laman bmkg.go.id, Nilai Ambang Batas (NAB) yang merupakan batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien untuk PM2.5 adalah sebesar 65 mikrogram/m3. (gtp/pkp)

Baca juga: Polusi Udara Pangkas Usia Penduduk Indonesia Hingga 5 Tahun