ap/vlz (Rodion Ebbighausen, afp,ap)19 September 2016
Kabut asap akibat kebakaran hutan di Indonesia telah menyebabkan lebih dari 100.000 kasus kematian lebih dini, demikian kajian terkini universitas Harvard dan Columbia, AS.
Iklan
Para peneliti dari Universitas Harvard dan Columbia, Amerika Serikat memperkirakan terjadinya lebih dari 90.000 kematian dini di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang paling dekat dengan kebakaran hutan, ditambah dengan beberapa ribu lebih kematian prematur yang terjadi di negara tetangga Singapura dan Malaysia.
Perkiraan baru tersebut menggunakan model analisa kompleks. Angka ini jauh lebih tinggi dari angka kematian resmi sebelumnya yang dipaparkan pihak otoritas, yakni hanya terjadi 19 kasus kematian di Indonesia akibat asap.
Efek La Nina Picu Bencana Kekurangan Pangan
Fenomena cuaca La Nina yang merupakan kebalikan El Nino terkuat dalam 20 terakhir diprediksi juga akan memicu bencana dimana-mana. La Nina terjadi jika suhu samudra Pasifik menjadi lebih dingin dari normal.
Foto: NASA/J. Schmaltz
Banjir
La Nina terutama membawa curah hujan tinggi dan banjir. Kawasan yang akan terkena dampaknya adalah kawasan luas di Afrika, Amerika Tengah, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Berbeda dengan fenomena cuaca El Nino yang memicu kebakaran hutan dan smog, Indonesia akan menghadapi bencana banjir akibat La Nina. Gagal panen juga bisa landa Afrika dan Amerika Tengah.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Badai Tropis dan Hurrikan
La Nina juga akan memicu peningkatan intensitas badai siklon atau hurrikan. Menurut ramalan pakar meteorologi Jepang, Australia dan AS badai siklon atau hurrikan akan makin sering muncul di paruh kedua 2016 di kawasan samudra Atlantik dan akan melanda kawasan dekat pantai di seputar Kanal Mozambik dan Amerika Tengah, Amerika Utara serta Karibia.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
Bencana Kekeringan
Walau membawa curah hujan tinggi, fenomena iklim La Nina juga memicu dampak sebaliknya yakni kekeringan dan kemarau panjang. Kawasan pesisir Ekuador, Peru, Uruguay, Chile, Argentina dan Brasil akan menghadapi kondisi iklim yang lebih kering dibanding kondisi normal. FAO meramalkan perkebunan kedelai dan gandum yang amat luas di Amerika Selatan akan rusak dan sektor peternakan juga akan terpukul.
Foto: Getty Images/AFP/N. Seelam
Serangan Hama
Curah hujan tinggi dan lembab akan memicu ledakan perkembangbiakan hama belalang di kawasan semi gurun atau Sahel Afrika dan hama lain di Asia. Diramalkan antara Juli sampai Oktober hama belalang akan menyebar di kawasan ini. Badan pangan PBB FAO meramalkan dampaknya: tanaman produksi akan musnah dilalap belalang atau hama lain dan gagal panen akan picu bencana kelaparan.
Foto: MEHR
Gagal Panen
Gagal panen tidak hanya mengancam kawasan yang dilanda kekeringan di Amerika Selatan dan Asia Tengah. Kawasan yang dilanda curah hujan tinggi juga akan merasakan dampaknya. Asia Selatan dan Asia Tenggara, kawasan selatan Afrika dan Tanduk Afrika serta Karibia akan mengalami gagal panen, karena tanaman produksi ludes digerus banjir atau membusuk digenangi air.
Foto: AP
Kebakaran Hutan
Kebalikan dari efek cuca El Nino, La Nina memicu kebakaran hutan di kawasan pantai barat benua Amerika yang dilanda kekeringan. Indonesia yang tahun silam mengalami kebakaran hutan paling dahsyat dalam 20 tahun terakhir, sebaliknya mendapat curah hujan super tinggi yang memicu banjir dan tanah longsor dimana-mana.
"Jika tidak ada perubahan, kabut pembunuh ini akan membawa angka mengerikan, tahun demi tahun," tandas Yuyun Indradi dari Greenpeace Indonesia. "Kegagalan untuk segera bertindak dan membendung hilangnya nyawa merupakan bentuk kejahatan."
Pihak berwenang Indonesia sebelumnya telah bersikeras mereka meningkatkan upaya kabut kebakaran, melalui tindakan seperti melarang pemberian izin pembukaan lahan baru perkebunan kelapa sawit serta mendirikan instansi untuk mengembalikan lahan gambut yang mengalami kehancuran.
Namun, menurut David Gaveau dari lembaga Center for International Forestry Research (CIFOR): “Tak seorangpun benar-benar mengetahui bagaimana bisa merestorasi lahan gambut yang terdegradasi ini. Ini bagaikan eksperimen raksasa. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun merestorasinya.”
Kabut asap adalah masalah tahunan yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan gambut yang kaya karbon di Indonesia. Cara biadab ini dianggap paling cepat dan murah dalam membuka perkebunan kelapa sawit dan pulp.
7 Fakta Mengerikan Kebakaran Hutan di Indonesia
Bukan saja memukul perekonomian, kebakaran hutan di Indonesia juga mendatangkan berbagai masalah besar lainnya, terutama masalah kesehatan dan lingkungan.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Hutan Musnah
Sekitar 1,7 juta hektar hutan dan perkebunan di Sumatera dan Kalimantan musnah dilalap api. Demikian menurut data yang dikeluarkan pemerintah.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Udara Tercemar
Sejauh ini, kebakaran hutan di Indonesia tahun telah melepaskan sekitar 1,7 miliar ton karbon dioksida (CO2). Jumlah ini dua kali lipat dari jumlah karbon dioksida yang diproduksi Jerman per tahunnya. Tahun 2014 lalu, sekitar 800 juta ton CO2 dilepaskan Jerman di udara.
Foto: Reuters/S. Teepapan
Emisi Tinggi
Para peneliti memperkirakan, pada bulan September dan Oktober, emisi CO2 dari kebakaran hutan di Indonesia per harinya melebihi emisi rata-rata harian dari seluruh kegiatan ekonomi di Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahondo
Senyawa Mematikan
Penelitian di Kalimantan Tengah menunjukkan adanya senyawa berbahaya di udara, termasuk ozon, karbon monoksida, sianida, amoniak, formaldehida, oksida nitrat dan metana.
Foto: Getty Images/AFP/A. Qodir
Korban Kebakaran Hutan
Sampai sekarang, kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sedikitnya telah menewaskan 10 orang. Dan akibat kabut asap, 500.000 orang terserang penyakit, terutama masalah pernafasan.
Foto: Getty Images
Partikel Halus Berbahaya
Di wilayah lahan gambut yang terbakar, level partikulat atau partikel halus meningkat menjadi lebih dari 1.000 mikrogramm per meter kubik udara. Angka ini tiga kali lebih besar dari tingkat yang dianggap berbahaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/N. Wahyudi
Biang Keladi
20 persen dari penyebab kebakaran hutan di Indonesia diperkirakan akibat pembalakan hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Tahun 2014, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, memasok setengah dari kebutuhan minyak sawit dunia.
Foto: CC/a_rabin
7 foto1 | 7
Selalu bermasalah dengan negara tetangga
Kebakaran terjadi terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sementara angin muson biasanya meniup kabut hingga ke Singapura dan Malaysia.
Kebakaran tahun lalu merupakan salah satu insiden terburuk dalam sejarah kebakaran hutan di Indonesia. Warga di sebagian besar wilayah yang terkena dampak, tersedak asap selama berminggu-minggu. Banyak yang jatuh sakit sehingga menimbulkan ketegangan diplomatik.
Peneliti dari Univeritas Columbia, Miriam Marlier mengatakan partikel mikro yang tersebar dari kabut asap menyumbangkan problem serius di wilayah Indonesia dan sekitarnya: “Apa yang membuat insiden di katulistiwa ini sangat intens akibatnya, karena lokasinya berdempetan di kawasan yang padat penduduk. Lebih dari 159 juta orang di negara seperti Indonesia, Malaysia dan Singapura adalah yang paling terkena dampaknya.”
Studi kompleks terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters, menggabungkan data satelit dengan model dampak kesehatan dari paparan asap dan bacaan dari stasiun pemantauan polusi. Hasilnya, diperkirakan bahwa 100.300 orang meninggal dunia sebelum waktunya karena kebakaran yang terjadi tahun lalu di tiga negara. Mereka memperkirakan ada 91.600 kematian di Indonesia, 6500 kasus di Malaysia dan 2.200 kasus kematian serupa di Singapura.
Lima Penyakit Yang Disebabkan Kabut Asap
Setiap tahun Indonesia dilanda kebakaran hutan, di Sumatera atau Kalimantan. Terutama penduduk yang terpapar kabut asap dalam waktu lama terancam dijangkiti berbagai penyakit. Berikut beberapa diantaranya.
Foto: Fotolia/Sebastian Kaulitzki
Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Ribuan orang dilaporkan terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA) atas sejak kabut asap menggelayut di langit Sumatera. ISPA sejatinya disebabkan oleh infeksi virus, bukan oleh kabut asap. Tapi polusi udara yang parah, ditambah dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh bisa mengakibatkan gangguan pernafasan. ISPA selama ini banyak menjangkkiti anak-anak dan kaum manula
Foto: Reuters/Beawiharta
Asma
Selain genetik, penyakit Asma juga disebabkan oleh buruknya kualitas udara. Kabut asap yang saat ini merajalela membawa partikel berukuran kecil yang masuk melalui saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan layaknya asap rokok. Penduduk yang mengidap Asma, terutama anak-anak, adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap ancaman kabut asap.
Foto: picture-alliance/dpa/K. Rose
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PPOK menggabungkan berbagai penyakit pernafasan semisal Bronkitis. Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi kinerja paru-paru. Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematian akibatnya.
Foto: Fotolia
Penyakit Jantung
Kabut asap membawa partikel mini bernama PM2.5 yang dapat masuk ke dalam tubuh lewat saluran pernafasan. Sebuah studi oleh California Environmental Protection Agency tahun 2014 membuktikan, pasien yang terpapar kabut asap dalam waktu lama menggandakan risiko terkena serangan jantung atau stroke.
Foto: Fotolia
Iritasi
Dalam bentuk yang paling ringan, paparan kabut asap bisa menyebabkan iritasi pada mata, tenggorokan, hidung serta menyebabkan sakit kepala atau alergi. Asosiasi Paru-paru Kanada mengingatkan, masker wajah tidak melindungi tubuh dari partikel ekstra kecil yang dibawa kabut asap.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
5 foto1 | 5
Bayi paling beresiko
Bayi adalah korban paling berisiko dari adanya kabut asap, kata Nursyam Ibrahim, dari Ikatan Dokter Indonesia cabang provinsi Kalimantan Barat. "Kami adalah para dokter yang merawat kelompok-kelompok yang rentan terpapar asap beracun di setiap pusat kesehatan, dan kita tahu bagaimana mengerikannya hal itu dari gejala penyakit yang dialami oleh bayi dan anak-anak dalam perawatan kami," kata Ibrahim.
Studi ini menemukan peningkatan jumlah kebakaran di lahan gambut dan konsesi kayu pada tahun 2015, dibandingkan dengan kasus kabut terakhir yang dianggap besar, pada tahun 2006.
Shannon Koplitz, seorang ilmuwan Harvard yang bekerja untuk studi ini, mengatakan dia juga berharap model yang telah mereka kembangkan bisa membantu mereka yang terlibat mengatasi kebakaran tahunan, supaya bisa membuat keputusan yang cepat atas keberlangsungan peristiwa kabut ekstrim ini.
Kabut asap tahun lalu adalah yang terburuk sejak tahun 1997 karena fenomena El Nino menciptakan kondisi kekeringan di Indonesia dan membuat lahan gambut dan hutan lebih rentan terhadap api.
Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia
Ambisi Eropa mengurangi jejak karbonnya menjadi petaka untuk hutan Indonesia. Demi membuat bahan bakar kendaraan lebih ramah lingkungan, benua biru itu mengimpor minyak sawit dari Indonesia dalam jumlah besar.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Oelrich
Hijau di Eropa, Petaka di Indonesia
Bahan bakar nabati pernah didaulat sebagai malaikat iklim. Untuk memproduksi biodiesel misalnya diperlukan minyak sawit. Sekitar 45% minyak sawit yang diimpor oleh Eropa digunakan buat memproduksi bahan bakar kendaraan. Namun hijau di Eropa berarti petaka di Indonesia. Karena kelapa sawit menyisakan banyak kerusakan
Foto: picture-alliance/dpa/J. Ressing
Kematian Ekosistem
Organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan, penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk Biodiesel meningkat enam kali lipat antara tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja membutuhkan lahan produksi seluas 7000 kilometer persegi. Kawasan seluas itu bisa dijadikan habitat untuk sekitar 5000 orangutan.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Campur Tangan Negara
Tahun 2006 silam parlemen Jerman mengesahkan regulasi kuota bahan bakar nabati. Aturan tersebut mewajibkan produsen energi mencampurkan bahan bakar nabati pada produksi bahan bakar fossil. "Jejak iklim diesel yang sudah negatif berlipat ganda dengan campuran minyak sawit," kata Direktur Natuschutzbund, Leif Miller.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Komoditas Andalan
Minyak sawit adalah komoditi terpanas Indonesia. Selain bahan bakar nabati, minyak sawit juga bisa digunakan untuk memproduksi minyak makan, penganan manis, produk kosmetika atau cairan pembersih. Presiden Joko Widodo pernah berujar akan mendorong produksi Biodiesel dengan campuran minyak sawit sebesar 20%. Di Eropa jumlahnya cuma 7%.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Menebang Hutan
Untuk membuka lahan sawit, petani menebangi hutan hujan yang telah berusia ratusan tahun, seperti di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau, ini. "Saya berharap hutan ini dibiarkan hidup selama 30 tahun, supaya semuanya bisa kembali tumbuh normal," tutur Peter Pratje dari organisasi lingkungan Jerman, ZGF. "Tapi kini kawasan ini kembali dibuka untuk lahan sawit."
Foto: picture-alliance/dpa/N.Guthier
Kepunahan Paru paru Bumi
Hutan Indonesia menyimpan keragaman hayati paling kaya di Bumi dengan 30 juta jenis flora dan fauna. Sebagai paru-paru Bumi, hutan tidak cuma memproduksi oksigen, tapi juga menyimpan gas rumah kaca. Ilmuwan mencatat, luas hutan yang menghilang di seluruh dunia setiap enam tahun melebihi dua kali luas pulau Jawa