1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIndonesia

Kala Perempuan Desa Menolak Tambang Pasir Besi di Bengkulu

Betty Herlina (Bengkulu)
7 Januari 2022

Para perempuan resah dengan aktivitas tambang pasir besi, desa mereka rawan gempa dan berpotensi tsunami karena jarak tepi pantai tidak kurang dari 360 meter dari pemukiman.

Penolakan tambang pasir besi di Bengkulu
Aksi para perempuan penolak tambang pasir besi di depan Kantor Bupati Seluma, Bengkulu, Rabu (05/01)Foto: B. Herlina/DW

Perempuan di Desa Pasar Seluma, Provinsi Bengkulu, beberapa hari belakangan ramai diberitakan menolak aktivitas tambang pasir besi di kawasan pantai pesisir barat Sumatera. Lokasi tambang tersebut merupakan tempat pencarian remis atau kerang kecil yang menjadi mata pencaharian mayoritas ibu rumah tangga setempat.

Tak hanya itu, lokasi desa yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, menjadikan desa tersebut salah satu desa rawan bencana gempa berpotensi tsunami karena jarak tepi pantai tidak kurang dari 360 meter dari pemukiman penduduk.

Aksi para ibu tersebut dilakukan dengan mendirikan tenda dan menginap di lokasi tambang selama 4 hari berturut-turut. Mulai 24 Desember 2021, kemudian dilanjutkan dengan orasi di depan Kantor Bupati Seluma, Rabu (05/01). Sebagai bentuk penolakan lain, warga Desa Pasar Seluma juga memasang tanda menolak tambang pasir besi di depan rumah masing-masing. Penolakan ini juga mendapatkan dukungan dari 5 desa lainnya.

Berdasarkan pantauan DW Indonesia di lokasi, warga Desa Pasar Seluma sepakat menyatakan sikap menolak dengan memasang plang kayu di depan rumah masing-masing bertuliskan antara lain: "Kami tidak suka tambang pasir besi." 

Fitri, seorang warga Desa Pasar Seluma rela tidur berhari-hari di lokasi tambang. Warga desa ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani sawit, nelayan, dan pencari remis. Foto: B. Herlina/DW

Salah seorang warga perempuan biasa dipanggil Fitri menolak kehadiran tambang pasir besi ini dan memutuskan menutup warungnya selama melakukan aksi penolakan. Ia bahkan menginap di lokasi tambang selama 4 malam beturut-turut. Fitri khawatir bahwa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tambang pasir besi akan akan memberikan beban tambahan kepada kaum perempuan di desanya, seperti sulitnya mencari air bersih di kemudian hari.

Selain Fitri, warga lain yang juga menolak tambang pasir besi yakni Zeni Sipantri, 35. Selama lima tahun belakangan ini, Zeni sehari-hari bekerja mengumpulkan remis untuk tambahan pemasukan keluarga.

"Dari menjual remis kami bisa dapat tambahan penghasilan hingga Rp200 ribu sekali berjualan. Sekarang saja remisnya sudah mulai berkurang apalagi jika tambang sudah beroperasi remisnya bisa benar-benar tidak ada. Belum lagi lingkungan kami akan rusak juga," kata Zeni Sipantri kepada DW Indonesia.

Dengan jumlah total 380 kepala keluarga, warga Desa Pasar Seluma mayoritas bekerja sebagai petani sawit dan nelayan. Beberapa dari mereka berusaha mendapatkan uang tambahan dengan mencari remis.

Lokasi tambang terpantau sepi

Gejolak penolakan aktivitas tambang tersebut bermula pada November 2021 saat perusahaan menggelar sosialisasi di calon rumah pekerja tambang di Desa Pasar Seluma. Aksi ini berlanjut pada awal Desember 2021.

Berdasarkan peta citra satelit, lokasi tambang yang menjadi sumber sengketa hanya berjarak 360 meter dari bibir pantai. Tambang ini diketahui memiliki area eksploitasi pasir besi seluas 163,2 hektare dan lokasinya berada di kawasan Cagar Alam sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Planologi Kehutanan No: S.7006/VII/PKH/2014 dan diperkuat dengan hasil monitoring dan evaluasi KPK tentang penyelamatan sumber daya alam Indonesia sektor kehutanan dan perkebunan tahun 2015. 

DW Indonesia telah berusaha melakukan konfirmasi terkait keberatan warga kepada pihak perusahaan tambang dengan cara menelepon dan mendatangi lokasi perusahaan. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan. Pantauan DW Indonesia, sejak ada penolakan dari masyarakat desa, aktivitas di lokasi tambang pasir besi terhenti. Tidak dijumpai satu orang pun pekerja di lokasi tersebut. Bahkan lokasi tambang dijaga aparat kepolisian.

Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu pernah mensosialisasikan potensi smelter mineral di Kabupaten Kaur. Melalui proses smelter, kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak akan meningkat hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir.

Merespon penolakan masyarakat, Bupati Seluma Erwin Oktavian menyatakan akan segera menyurati perusahaan tambang pasir besi untuk menghentikan aktivitasnya di lokasi tambang. Termasuk menyurati Kementerian ESDM. "Masyarakat desa diharapkan tenang dan tetap beraktivitas seperti biasa, Pemda akan segera membentuk tim terpadu untuk membahas persoalan tambang pasir besi ini," ujarnya singkat. (ae)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait