1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Bolivia Evo Morales Mengundurkan Diri

11 November 2019

Menyusul aksi protes selama berminggu-minggu, Evo Morales mengundurkan diri setelah menjabat sebagai presiden Bolivia selama 13 tahun. Belum ada kepastian siapa yang akan memerintah Bolivia setelah ini.

Bolivien Präsident Evo Morales kündigt Neuwahlen an
Foto: picture-alliance/dpa/J. Karita

“Keinginan besar kami adalah agar perdamaian kembali terwujud,” ujar Morales dalam pidato ketika mengumumkan pengunduran dirinya. “Saya minta agar kalian berhenti menyerang saudara-saudara kami, berhenti membakar dan menyerang,” kata Morales kepada rakyat Bolivia.

Pada hari Minggu (10/11) Evo Morales menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada parlemen setelah militer, polisi dan pihak oposisi menyarankan agar ia mundur. Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera dan Presiden Senat Adriana Salvaterria juga mengundurkan diri.

Dalam pidatonya, Evo Morales juga mengkritik apa yang ia sebut sebagai ''kudeta sipil'', yang menjurus ke pengunduran dirinya. Setelahnya, ia mencuit di Twitter, bahwa polisi mempunyai “surat penangkapan palsu” untuknya dan bahwa rumahnya diserang massa. Kepala Kepolisian Bolivia membantah adanya surat penangkapan untuk Morales.

Beberapa sekutu Morales di Amerika Latin juga menyebut rangkaian peristiwa ini sebagai “kudeta”, antara lain Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan Presiden terpilih Argentina Alberto Fernandez. Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard mengatakan, negaranya akan menawarkan suaka kepada Evo Morales jika dibutuhkan.

Menipulasi sistem komputer pada pemilu 

Tidak lama sebelum pengunduran diri Morales, ia telah mengumumkan akan diadakannya pemilihan umum baru. Tetapi pimpinan angkatan bersenjata dan polisi tidak memberikan dukungannya. Panglima militer Bolivia Williams Kaliman dan kepala kepolisian Vladimir Calderon Mariscal masing-masing muncul di depan kamera terlepas dari satu sama lain, menyerukan agar Morales mundur demi perdamaian. 

Kerusuhan melanda Bolivia selama berminggu-mingguFoto: picture-alliance/dpa/J. Karita

Selama tiga minggu terakhir, aksi tunjuk rasa mematikan mengguncang Bolivia karena Evo Morales dituduh melakukan kecurangan dalam pemilu lalu. Setelah penghitungan pertama pada tanggal 20 Oktober 2019, Morales dan pemimpin oposisi Carlos Mesa awalnya seri. Setelah suara lanjut dihitung, Morales unggul 10 persen dan komisi pemilu menyatakan kemenangan Morales. 

Pihak oposisi tidak mengakui hasil pemilihan ini. Badan pengawas Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengatakan adanya manipulasi besar-besaran di sistem komputer dan menyerukan pembatalan hasil pemilu. 

Peristiwa ini memicu aksi protes besar-besaran penuh kekerasan selama berminggu-minggu di seluruh Bolivia. Tiga orang tewas dalam aksi kerusuhan dan lebih dari 300 luka-luka. Situasi di negara Amerika Selatan ini semakin meruncing. Hari Sabtu (9/11) para demonstran menduduki dua stasiun televisi dan radio pemerintah. Setelah pengunduran diri Morales, ribuan warga turun ke jalan-jalan di pusat pemerintahan La Paz dengan mengibarkan bendera Bolivia untuk merayakan turunnya Morales dari jabatan.

Menjadi presiden selama empat masa jabatan

Morales yang dulunya bekerja sebagai petani koka memimpin Bolivia sejak tahun 2006. Ia adalah presiden yang paling lama menjabat di Amerika Selatan. Selama bertahun-tahun Morales memberikan stabilitas politik dan ekonomi kepada Bolivia. 

Tetapi tuduhan korupsi dan tindakan-tindakan yang tidak demokratis membuat berkurangnya pendukung bagi Morales. Ia juga menggulingkan aturan masa jabatan presiden selama dua kali saja dengan mengatakan, bahwa aturan ini melanggar hak asasi manusia. Perkembangan ekonomi juga mandek di negara dengan 11 juta penduduk ini, membuat Bolivia menjadi salah satu negara termiskin di Amerika Selatan. ag/vlz (dpa/Reuters/epd)